JAKARTA. Meskipun melambat, laju Utang Luar Negeri (ULN) Indonesia tetap naik. Data terbaru Bank Indonesia (BI) mencatat total ULN pada posisi akhir triwulan II 2015 sebesar US$ 304,29 miliar atau naik 1,76% dari posisi US$ 299,02 miliar pada akhir triwulan sebelumnya.
Posisi ULN pada akhir triwulan II ini tumbuh 6,3% bila dibanding periode yang sama tahun lalu. Pertumbuhan ini lambat dibanding pertumbuhan triwulan I yang sebesar 7,9% (secara tahunan).
ULN yang masih tumbuh ini di tengah perlambatan ekonomi domestik menyebabkan rasio utang terhadap PDB naik dari posisi 33,58% pada triwulan pertama ke 34,42% pada triwulan kedua. Debt Service Ratio (DSR) atau rasio utang terhadap ekspor sedikit membaik dari 56,94% ke 56,32%.
Bila dilihat lebih dalam, ULN swasta memberikan porsi 55,8% dari total ULN akhir Juni yaitu US$ 169,69 miliar dan ULN sektor publik (pemerintah dan bank sentral) US$ 134,6 miliar. Utang swasta naik 2,06% dan utang publik naik 1,39% dari posisi akhir Maret.
ULN sektor swasta terkonsentrasi pada sektor keuangan, industri pengolahan, pertambangan, serta listrik, gas dan air bersih. Pangsa ULN keempat sektor tersebut terhadap total ULN swasta mencapai 76,3%. Pertumbuhan tahunan keempat sektor tersebut mengalami perlambatan dibandingkan dengan pertumbuhan triwulan sebelumnya, sedangkan ULN sektor pertambangan mengalami kontraksi.
Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Tirta Segara mengatakan, rasio utang Indonesia terhadap PDB yang meningkat karena PDB yang turun dari atas 5% di kuartal IV 2014 turun menjadi 4,6% di kuartal II. “Kenaikan utangnya tipis, tapi pembaginya turun sehingga rasionya itu naik,” ujar Tirta, Rabu (19/8).
Meskipun turun tipis, BI melihat posisi DSR pada level 56% termasuk tinggi. Pasalnya, DSR yang aman adalah pada level 30% yaitu sekitar 30%-33%. Sebab itu, yang penting dilakukan oleh pemerintah dan BI sekarang adalah mendorong ekspor.
Prediksi BI, ekspor Indonesia tahun ini diperkirakan turun 14% atau lebih rendah dari perkiraan awal 11%. Ekspor Indonesia yang masih didominasi oleh komoditas dan mineral mentah menyebabkan kinerja ekspor loyo.
Soal ULN yang secara total masih mengalami kenaikan meskipun melambat juga disebabkan oleh nilai tukar yang melemah sehngga perusahaan menarik utang luar negeri.
Ekonom Bank Permata Josua Pardede melihat, utang swasta perlu dikontrol. “Bisa diatur agar tidak melampaui ULN pemerintah,” akunya. Miss match currency atau perbedaan nilai tukar antara perusahaan yang mempunyai penghasilan dalam rupiah dan memiliki utang dalam dolar perlu diwaspadai.
Ke depan, jika serapan belanja pemerintah naik, maka kemungkinan utang swasta akan meingkat lagi. Utang ini dibutuhkan bagi perusahaan untuk ekspansi.
Sumber: KONTAN
http://www.pemeriksaanpajak.com
pajak@pemeriksaanpajak.com
Kategori:Berita Pajak
Tinggalkan komentar