Mengejar Target di Saat Ekonomi Lesu

4Pemerintah pasang target optimis untuk ekonomi 2016.

Di masa kini, tak ada negara yang bisa imun dari kebijakan yang diambil negara lain. Lihat saja kebijakan China melemahkan mata uangnya. Karena tak ingin produknya keok di pasar global oleh barang made in China, Vietnam pun ikut-ikutan melakukan devaluasi. Tentunya, apa yang dilakukan oleh kduan negara Asia itu turut membawa imbas bagi ekonomi Indonesia.

Namun di tengah riuh rendahnya aksi moneter yang dilakukan banyak negara, pemerintah tetap optimis memandang tahun 2016. Pemerintah beranggapan ekonomi masih bisa tumbuh, meski secara perlahan. Atas dasar asumsi itu, nota keuangan yang di susun pemerintah untuk Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2016 memiliki target-target yang lebih tinggi ketimbang target 2015.

Pada pos pertumbuhan, pemerintah meyakini, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2016 bisa mencapai 5,5%. Nilai pertumbuhan ini memang sudah lebih rendah dibandingkan proyeksi pertumbuhan yang tertuang dalam APBNP-2015 yang mencapai 5,7%. Cuma yang patut menjadi catatan, target pertumbuhan ini pun masih belum tersenggol hingga kuartal kedua berakhir. Per Juni kemarin, pertumbuhan ekonomi Indonesia justru merosot ke angka 4,67%.

Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro dalam rapat dengan Badan Anggaran DPT, Rabu (19/8), menyatakan, salah satu instrumen yang mendorong pertumbuhan ekonomi adalah anggaran. Pertumbuhan ekonomi dari anggaran pasti dimunculkan melalui belanja pemerintah. “Nah, kebutuhan belanja yang besar ini pasti butuh biaya anggaran yang juga besar. Sumber pembiayaan ada dua, dari penerimaan dan utang. Saat ini, penerimaan ada yang berasal dari pajak dan nonpajak. Sebuah negara fiskal yang baik, tentu sumber penerimaan terbesar akan berasal dari pajak,” ujar dia.

Dalam nota keuangan 2016, penerimaan asal pajak diasumsikan meleset Rp 76,5 triliun dari target penerimaan tahun ini, menjadi Rp 1.565,8 triliun. Pajak nonmigas diharapkan tumbuh Rp 75,3 triliun menjadi Rp 1.320 triliun. Sementara total pendapatan dalam negeri dipatok sebesar Rp 1.848 triliun.

Bambang optimistis, tahun depan upaya penegakan kepatuhan pajak bisa membuahkan hasil. Pemerintah telah mencanangkan tahun 2016 sebagai tahun penegakan pajak, sedang 2015 adalah tahun pembinaan orientasi wajib pajak.

Target penerimaan versi pemerintah pun menuai keraguan anggota DPR. Anggota Badan Anggaran (Banggar) DPR Dadang Rusdiana mencontohkan, pada 2015 saja, hingga separoh tahun, pajak nonmigas belum mencapai separuh target. Per Juni 2015, penerimaan pajak cuma Rp 476,9 triliun atau 36,8% dari target setahun penuh, yaitu Rp 1.294,2 triliun. “Tolong pemerintah mempertimbangkan kondisi yang ada, dengan memasang target-target yang lebih realistis lagi,” terangnya.

Dadang menuturkan, kondisi yang realistis perlu dijaga demi terciptanya kepercayaan masyarakat, terutama pebisnis ke pemerintah. Menurut dia, jangan sampai target yang ambisius ini membuat membuat pengusaha kesulitan berbisnis. Jika terlalu mencekik, bukan tak mungkin banyak korporasi merugi. Buntut paling tak sedap tentunya pemutusan hubungan kerja (PHK).

Ekonom Universitas Gadjah Mada Revrison Baswir sependapat dengan Dadang. Menurut dia, angka yang dipasang pemerintah terlalu optimis. Padahal, banyak yang sulit tercapai. “Target pajak ini justru menjadikan pengusaha was-was, sementara pengusaha ini diharapkan sebagai penggerak ekonomi,” katanya.

Penyusunan anggaran negara saat ini memang seperti lingkaran setan. Pebisnis berharap mendapat cipratan dari belanja pemerintah, seperti proyek infrastruktur. Di sisi lain, pemerintah juga akan menggulirkan aneka proyek itu setelah penerimaan pajak mengalir masuk. Lantas, bila penerimaan pajak itu tidak sesuai rencana, bakal belanja memakai apa? Ya mau tak mau bakal memperbesar utang. “Dan utang itu tidak hanya membayar pokoknya tapi juga bunga,” katanya. Belanja negara tahun ini saja baru terealisasi 20%.

Revrisond mengingatkan, dua tahun lalu para ekonom memang optimis memandang pertumbuhan ekonomi global. Proyeksi pertumbuhan selama 2014 – 2016 naik. Namun ternyata, di pertengahan tahun 2015, prediksi itu direvisi. Ekonomi tahun ini melambat, bahkan cenderung stagnan tak berbeda dengan situasi di 2014. “Harusnya pemerintah belajar dari situ, saya kira dalam waktu dekat juga bakal ada koreksi lagi untuk proyeksi 2016,” ujar dia.

Menurut Revrisond, sebaiknya pemerintah membuat kebijakan-kebijakan yang melonggarkan ruang gerak pelaku usaha. Memberikan insentif baik dari sisi perizinan, ekspor impor, maupun ketenagakerjaan.

 

2Defisit dijaga

Sementara itu, menurut Bambang, target penerimaan pajak yang besar ini sudah dihitung berdasarkan asumsi makro, bukan hanya berasal dari laporan keuangan 2014 dan 2015 yang sedang berjalan. “Penerimaan pajak 2016 lebih realistis karena kami melihatnya pada outlook bukan hanya hasil di 2015. Kami melihat ada pertumbuhan alamiah dan extra effort,” ucap dia.

Meski belum jelas kebijakan riil dari extra effort itu, Bambang menjanjikan pemerintah tidak akan mengeluarkan kebijakan perpajakan yang menganggu iklim investasi dan dunia usaha. Pemerintah justru akan mendukung dunia usaha untuk mendorong ekonomi. “Karena saat ini penerimaan pajak masih belum optimal, Pendapatan Nasional Bukan Pajak (PNBP) tidak bisa diandalkan akrena komoditas sedang turun, maka alternatif lain dari pembiayaan ini adalah utang. Namun, hutang haruslah hutang yang produktif dan tidak berat,” ujar dia.

Penerimaan pajak yang ditargetkan besar, dijanjikan terpakai untuk belanja pemerintah agar pertumbuhan tetap terjaga. Implikasi logis dari getolnya belanja pemerintah adalah defisit anggaran. Bambang menilai hal itu adalah kondisi normal.

Hal yang terpenting adalah menjaga agar defisit anggaran terkendali. “Defisit sudah pasti terjadi, tapi kami akan menjaganya. Misalnya saat ini kami jaga setahun tetap pada rasio 2,2% dari Pendapatan Domestik Bruto (PDB),” tutur dia.

Dalam nota keuangan RAPBN 2016, pemerintah akan menjaga defisit sebesar 2,1% dari PDB. Menurut Bambang, rasio ini cenderung lebih rendah dibandingkan negara-negara lain yang mendapatkan sebagian pembiayaan berasal dari utang, dan tentu dianggap sustainable.

Anggota Banggar dari Fraksi Demokrat Rinto Subekti menyarankan pemerintah memakai laporan keuangan sebagai acuan untuk menetapkan asumsi RAPBN di tahun-tahun berikutnya. Hal ini untuk menjadikan pelajaran apa saja yang menjadi stimulus pertumbuhan agar serapan bisa maksimal. “Saat ini serapan belanja pemerintah masih kurang dari 50%, padahal sudah bulan Agustus. Pemerintah harus bisa mempertimbangkan dengan pencapaian tahun lalu sehingga target penyerapan di 2016 bisa realistis dan defisit tak terlalu besar,” paparnya.

Pada nota keuangan RAPBN 2016, pemerintah menargetkan belanja negara mencapai Rp 2.121,3 triliun. Nilai ini naik Rp 137,1 triliun dari belanja APBNP 2015, senilai Rp 1.984,1 triliun. Belanja pemerintah sebesar ini memunculkan defisit Rp 273,2 triliun.

 

indexMasih tertekan

Pada RAPBN 2016, kurs dollar AS diproyeksikan Rp 13.400 per USD. Namun menilik situasi saat ini, Bambang mengakui kondisi rupiah mengalami banyak tekanan dari ekonomi regional. Hal ini juga menyebabkan banyak valuta di Asia Tenggara bermasalah. “Ada tekanan dari regional, masalah bom Thailand, gonjang-ganjing politik di Malaysia, kemudian Vietnam yang baru mendevaluasi mata uangnya, jadi pasti memang tekanan rupiah tidak mudah pada hari-hari ini,” jelasnya. Menurutnya, isu rupiah murni berasal dari global. Di internal, tidak ada isu terkait nilai tukar rupiah. Dia menilai, persoalan rupiah menjadi kompleks setelah China melakukan devaluasi mata uang yuan. Hal ini pun memicu berbagai kontraksi ekonomi di banyak negara.

Harapannya, pada saat inflasi di dalam negeri bisa menyentuh level 4% di bulan Desember, di situlah otoritas fiskal dan moneter bisa segera mengeluarkan kebijakan yang bisa membuat ekonomi dalam negeri stabil. Yang terpenting, tidak tergesa-gesa. “Kami cari timing yang tepat,” ujar dia.

Coba tebak, jurus pamungkas seperti apa gerangan?

 

Sumber: KONTAN

http://www.pemeriksaanpajak.com

pajak@pemeriksaanpajak.com



Kategori:Berita Pajak

Tag:, , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,

Tinggalkan komentar