JAKARTA. Industri serat sintetik dalam negeri makin terdesak oleh produk serat sintetik impor terutama dari China. Lemahnya daya saing produk lokal, membuat impor serat sintetik membanjiri pasar.
Mengacu data dari Asosiasi Produsen Synthetic Fiber Indonesia (Apsyfi), saat ini ada dua perusahaan serat sintetik yang menghentikan operasi karena pangsa pasar mereka tergerus impor. Yang mengkhawatirkan, akan ada dua produsen serat sintetik lagi yang terancam ikutan menutup pabrik.
Redma Gita Wirawasta, Sekretaris Apsyfi khawatir, dengan bertambahnya perusahaan fiber sintetik yang gulung tikar, bakal menambah banyak pemutusan hubungan kerja alias PHK karyawan di industri ini.
Merujuk data Apsyfi, saat ini sudah ada sekitar 1.000 tenaga kerja yang telah dirumahkan akibat penutupan operasional produksi dua perusahaan serat fiber. “Ada 400 orang resmi dirumahkan, dan 600 orang lainnya berstatus diberhentikan sementara,” kata Gita kepada KONTAN, Minggu (6/9).
Sayang, Gita enggan menyebut dua nama perusahaan serat sintetik yang telah menghentikan produksi dan melakukan PHK tersebut. Menurut Gita, jumlah pemutusan tenaga kerja itu bisa bertambah jika pemerintah tidak memberikan solusi di industri ini. “Jika bulan ini tidak ada perbaikan, pada kuartal keempat nanti akan ada dua perusahaan yang off lagi,” ancam Gita.
Sejatinya, produsen serat sintetik domestik tak mau menghentikan produksi. Namun karena produk yang mereka hasilkan tak terserap pasar, mereka tak punya pilihan selain gulung tikar.
Ia mengakui saat ini industri pengguna serat sintetik cenderung memilih produk impor karena tawaran harga lebih murah. “Produksi serat sintetik terus turun, utilisasi pabrik secara nasional tinggal sekitar 20%, karena konsumen terus menggunakan serat sintetik impor dari China,” tegas Gita.
Gita menambahkan, ada banyak penyebab yang membuat produk serat sintetik dari China lebih murah. Pertama, produsen China memperoleh tax rebate dari pemerintahnya jika mereka mengekspor. Hal ini yang membuat mereka bisa menjual serat sintetik lebih murah di pasar ekspor. Kedua, perusahaan China mendapat pendanaan murah dari perbankan. Ketiga, “Eksportir China mendapatkan keuntungan dari devaluasi yuan,” kata Gita.
Salah satu produsen serat sintetik yang sebelumnya telah mengakui adanya pengurangan tenaga kerja adalah PT Asia Pacific Fibers Tbk (POLY). Tunaryo, Sekretaris Perusahaan Asia Pacific pada Agustus 2015 lalu menyebut, Asia Pacific Fiber telah mengurangi ratusan karyawan kontrak untuk efisiensi.
Sumber: Kontan
http://www.pemeriksaanpajak.com
pajak@pemeriksaanpajak.com
Kategori:Berita Pajak
Tinggalkan komentar