Reli Harga Batubara Hanya Sementara

KNUTSFORD, UNITED KINGDOM - NOVEMBER 24:  Coal waits to be delivered from the yard of traditional coalman Ernie Lockett to homes for winter heating in Northwich on November 24, 2008 in Cheshire, England. Ernie, aged 64, has been a coalman since he was 15 and works alone on his Cheshire delivery round. Coal has seen a resurgence in use as other fuels, such as oil have seen a price increase and the fashion for solid fuel stoves has risen.  (Photo by Christopher Furlong/Getty Images)

Secara jangka panjang, harga batubara dibayangi lesunya permintaan.

JAKARTA. Produksi batubara di Amerika Serikat (AS) menurun. Kabar ini menjadi amunisi yang menopang kenaikan harga batubara. Sayang, prospek jangka panjang komoditas energi ini masih lesu lantaran ekonomi global lemah.

Mengutip Bloomberg, Kamis (3/9) harga batubara kontrak pengiriman Oktober 2015 di ICE Futures Europe 0,59% menjadi US$ 58,95 per metrik ton. Sepekan, harga sudah reli sekitar 1,55%. Meski demikian, dibandingkan akhir tahun lalu, harga komoditas tersebut masih lebih rendah 1,93%.

Pekan ini Energy Information Administration (EIA) mengumumkan, produksi batubara AS periode Januari – Agustus 2015 turun 4,5% menjadi 18,7 juta ton. Analis Pefindo, Guntur Tri Hariyanto mengatakan, tren produksi batubara AS menurun sejak awal tahun. Produksi batubara tahun ini diperkirakan turun 60 juta ton dibandingkan tahun lalu.

Sepanjang Januari hingga Agustus 2015, volume ekspor batubara AS juga turun 20%. Tahun lalu, ekspor negara ini sudah terpangkas 17%.

Namun, penurunan produksi merupakan strategi mengatasi lesunya permintaan global. “Permintaan di AS menyusut, karena utilitas manufaktur terutama pabrik baju sedang merosot. Apalagi, industri mulai beralih menggunakan energi gas alam,” jelas Guntur.

Penyusutan penggunaan batubara di AS sudah mulai terlihat sejak tahun lalu. Per Mei 2014, penggunaan batubara lebih rendah 16% dibandingkan rata-rata penggunaan pada bulan yang sama dalam lima tahun berturut-turut.

Meski demikian, laporan berkurangnya produksi Amerika sedikit memberi tenaga bagi kenaikan harga batubara. Namun, kata Guntur, reli harga hanya bersifat sementara. “Lebih karena pasokan sedang menyesuaikan dengan permintana yang minim. Pekan depan, harga akan kembali turun,” prediksinya.

Andri Hardianto, Research and Analyst Fortis Asia Futures, bilang, berkurangnya produksi batubara Paman Sam tidak serta merta bisa mengurangi pasokan batubara di pasar global yang sedang melimpah. Maklum, produsen utama dunia, seperti Indonesia dan Australia masih menggenjot produksi.

Di sisi lain, tidak ada perbaikan dari sisi permintaan. Bahkan, perekonomian Tiongkok melambat. Padahal, Negeri Panda sebagai salah satu pengguna batubara terbesar di dunia. “Selama ini, yang bisa menjaga harga batubara hanya permintaan dari India, China dan Afrika Selatan,” ujar Andri.

 

indexJangka panjang hitam

Proyeksi Andri, di jangka panjang, belum ada peluang harga batubara kembali membaik. Selain fundamental permintaan lesu dan produksi melimpah, pasar batubara diwarnai kampanye penggunaan energi ramah lingkungan. Belakangan, negara-negara di kawasan Eropa, Amerika, dan sejumlah negara Asia gencar merealisasikan kebijakan tersebut.

Harapan membaiknya perekonomian China yang bisa menopang harga komoditas, sulit terwujud dalam waktu dekat. Meskipun, pemerintah Tiongkok sudah menyiapkan stimulus, demi mendongkrak perekonomian.

Justru, di jangka pendek, pengumuman data ekonomi China bisa kembali menggerus harga si hitam. Misalnya, jika neraca perdagangan memburuk, harga batubara bisa jatuh lebih dalam.

Belum lagi, ancaman penguatan otot dollar AS bisa berefek negatif pada harga komoditas. Dollar lebih kokoh, sebab pelaku pasar melihat sinyal Bank Sentral AS alias Federal Reserve (The Fed) bakal segera mengerek suku bunga alias fed fund rate. Soalnya, data ekonomi Paman Sam belakangan ini konsisten membaik.

Jika suku bunga The Fed resmi mekar, harga batubara yang dijual menggunakan dollar AS menjadi lebih mahal. Investor yang memegang mata uang selain dollar AS akan kesulitan menjangkau di hitam. Belum lagi, kenaikan fed fund rate bisa menggoyang perekonomian China dan sejumlah negara berkembang.

Menurut Andri, gejolak pasar bisa menyeret batubara kembali ke rentang US$ 50 – US$ 54 per metrik ton. Sebaliknya, apabila The Fed menunda kenaikan suku bunga, ada peluang bagi batubara bertahan di lebel US$ 58 per metrik ton.

Sementara, pekan depan ia menduga, tren bearish masih menyelimuti pasar batubara. Secare teknikal, harga sudah bergerak di atas moving average (MA) 50, tapi di bawah MA 100 dan 200. Artinya, peluang kenaikan sudah terbatas. Stochastic masih wait and see. Garis moving average convergence divergence (MACD) sudah downtrend. Begitu pula, relative strength index (RSI) level 14 sudah menunjukkan penurunan.

Prediksi Andri, pekan depan, harga batubara bergerak dikisaran US$ 54 – US$ 58 per metrik ton. Guntur menebak, harga bergulir antara US$ 57 – US$ 60 per metrik ton.

 

Sumber: KONTAN

http://www.pemeriksaanpajak.com

pajak@pemeriksaanpajak.com



Kategori:Berita Pajak

Tag:, , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,

Tinggalkan komentar