Apa investasi favorit orang Indonesia? Kalau pertanyaan tersebut anda tanyakan kepada orang lain, mungkin anda akan mendapat jawaban investasi favorit di Indonesia adalah investasi properti. Bahkan, mungkin anda juga mengunggulkan investasi ini.
Sebuah perusahaan keuangan pernah melakukan survey terhadap kebiasaan investasi orang Indonesia ini. Hasilnya, banyak orang di Indonesia yang merasa sudah berinvestasi ketika mereka sudah membeli properti. Banyak orang Indonesia yang mengklaim telah memiliki dana pensiun dalam bentuk investasi properti.
Wajar saja kalau investasi rumah dan sejenisnya menjadi favorit masyarakat Indonesia. Sebab investasi di sektor properti ini tergolong minim risiko. Risiko di investasi properti biasanya baru muncul jika si pemilik gagal melakukan perawatan atau ada kebijakan pemerintah yang memberikan dampak negatif pada properti, misalnya soal suku bunga.
Risiko lain dari investasi properti adalah instrumen ini tidak likuid. “Jadi ketika kita akan menjual kembali atau ingin menyewakannya butuh waktu,” kata Daniel Handojo, Associate Executive Director PT Sagotra Usaha, pemegang merek Century 21 Indonesia.
Di luar itu, investasi properti terhitung menguntungkan. “Investasi properti itu lebih aman atau kebal terhadap risiko bisnis,” sebut Erwin Karya, Associate Director PT Pasifik Properti Citra, pemegang merek Ray White Indonesia.
Apalagi, harga properti di Indonesia cenderung terus naik. Bahkan, dalam periode yang tidak terlalu lama, bila lokasi properti tersebut bagus, kenaikan harga properti bisa mencapai dua digit.
Memang, belakangan ini penjualan properti tidak terlalu kencang. Meski begitu, harga properti masih tetap tumbuh. Cuma pertumbuhan harganya memang lebih kecil. Data bank Indonesia menyebutkan, selama kuartal dua tahun lalu rata-rata pertumbuhan harga properti di Indonesia sekitar 5,95%.
Associate Director for Research Colliers Indonesia Ferry Salanto menuturkan, pada dasarnya properti juga memiliki siklus. Kadangkala harganya bisa terus bagus, tetapi kadang juga bisa turun.
Karena itu, Ferry mengingatkan investor yang ingin menanamkan duitnya di sektor properti agar jeli dalam menghitung untung rugi menanamkan dana di sektor ini. “Kita harus bisa menyesuaikan margin. Apabila tidak bisa menambah margin, ya bisa dengan mengurangi biaya operasionalnya,” kata dia.
Imbal hasil
Agar bisa menghitung dengan cermat keuntungan yang bisa diperoleh dari investasi properti, perlu diketahui dari mana saja keuntungan berinvestasi di properti. Daniel menuturkan, dari berinvestasi properti, seorang investor bisa memperoleh dua sumber pendapatan.
Yang pertama, investor bisa memperoleh pendapatan dari menjual properti miliknya. “Yang kedua, kita bisa mendapat uang lagi dari hasil menyewakan properti tersebut,” kata Daniel.
Cara menghitung potensi keuntungan dari kedua cara investasi properti tersebut juga berbeda. Biar lebih jelas, yuk, kita cermati masing-masing cara investasi properti dan keuntungan yang diberikan.
Bea dan Pajak Properti Hunian
| Jenis Hunian | Jenis Pajak | Tarif Pajak |
| · Rumah/apartemen/kondominium seharga Rp 3,85 miliar atau lebih
· Rumah Seluas 400 m2 atau lebih · Apartemen/kondominium seluas 150m2 atau lebih |
BPHTB | 5% |
| PPh Pasal 22 | 5% | |
| PPnBM | 20% | |
| PPN | 10% | |
| Total besar pajak: | 40% | |
| · Rumah & town house non strata title luas bangunan 350 m2 atau lebih
· Apartemen/kondominium dan town house strata title luas bangunan 150 m2 atau lebih |
BPHTB | 5% |
| PPnBM | 20% | |
| PPN | 10% | |
| Total besar pajak: | 35% | |
| · Hunian Rp 300 juta ke atas yang tidak termasuk mewah dan sangat mewah | BPHTB | 5% |
| PPN | 10% | |
| Total besar pajak: | 15% | |
Sumber: Riset KONTAN
*Menjual properti
Bila investor berinvestasi di properti dengan cara menjual properti miliknya, maka ia akan memperoleh keuntungan yang disebut dengan capital gain.
Penjelasan sederhananya, capital gain ini merupakan selisih antara harga jual dan harga beli properti tersebut. Tentunnya, ini dengan catatan harga jual properti lebih tinggi ketimbang harga belinya.
Tetapi, menghitung capital gain dari penjualan properti tidak sesederhana itu. Seorang investor belum tentu langsung meraup keuntungan dari penjualan properti miliknya, meski ia menjual dengan harga lebih tinggi dari harga beli.
Jangan lupa, sebelum si investor menjual kembali propertinya, bisa jadi ia juga sudah mengeluarkan banyak biaya untuk merawat properti tersebut. Selain itu, ketika pertama kali membeli properti, pasti banyak biaya yang harus ditanggung si investor. Nah, kalau sampai si investor lalai menghitung komponen-komponen biaya tersebut, bisa jadi ia malah menetapkan harga jual lebih rendah ketimbang semua biaya yang sudah dikeluarkan. Alhasil, si investor justru rugi.
Biaya-biaya yang perlu dikeluarkan dalam transaksi properti cukup banyak, lo. Selain ada biaya notaris, komisi penjualan untuk agen properti, asuransi, bea balik nama dan sebagainya, pihak yang melakukan transaksi jual beli properti juga harus membayar pajak.
Pajak yang harus dibayarkan bisa berbeda-beda, tergantung statusnya, apakah dia pembeli atau penjual. Pajak yang harus dtanggung penjual antara lain pajak penghasilan (PPh). Sementara pembeli antara lain menanggung pajak pertambahan nilai (PPN) dan pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) bila rumah yang dibelinya termasuk dalam kategori rumah mewah.
Biar lebih jelas, mari kita kenali satu-persatu biaya-biaya yang lazim muncul dalam transaksi jual beli properti. Pertama, bea balik nama. Tarif bea balik nama ini biasanya bervariasi, tergantung lokasi properti. Tapi kalau dirata-rata, biasanya besar bea balik nama ini sekitar 2% dari nilai transaksi.
Biasanya, kalau si pembeli membeli properti tersebut dari developer, maka bea balik nama ini sudah langsung diurus oleh developer. Tentu saja, biaya pengurusan tetap dari si pembeli. Tapi jika properti dibeli dari perorangan, pembeli bisa mengurus bea balik nama dengan bantuan notaris. Tentu saja, pembeli harus siap mengeluarkan tambahan dana untuk biaya jasa notaris.
Kedua, ada bea perolehan hak atas tanah dan bangunan (BPHTB). Ini adalah biaya yang dipungut atas perolehan hak tanah dan bangunan. Karena itu, bea ini biasanya dikenakan kepada pihak pembeli. Nilai BPHTB ini adalah sebesar 5% dari nilai objek pajak, atawa dari harga properti.
Ketiga, transaksi penjualan properti juga dikenakan pajak pertambahan nilai. PPN ini ditanggung oleh pembeli. Nilainya adalah sebesar 10% dari harga properti. Pengenaan pajak pertambahan nilai ini berlaku untuk transaksi semua kategori hunian.
Keempat, ada juga properti yang terkena pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM). Tentu saja, pajak ini hanya dikenakan kepada properti yang tergolong mewah. Besar PPnBM adalah 20% dari nilai penjualan properti.
Untuk mengetahui jenis kategori properti yang tegolong mewah, kita bisa berkaca pada Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 90 tahun 2015. Aturan ini mulai berlaku pada Juni lalu.
Menurut aturan tersebut, properti yang tergolong rumah mewah adalah properti yang harga jual atau harga pengalihannya sebesar Rp 5 miliar atau lebih, atau properti yang luas bangunannya lebih dari 400 meter persegi (m2) atau lebih. Sedangkan hunian jangkung akan masuk kategori properti mewah bila harga jual atau harga pengalihan mencapai Rp 5 miliar ke atas, atau luas bangunan mencapai 150 m2 atau lebih.
Bandingkan dengan aturan sebelumnya. Pada beleid yang lama, properti yang masuk kategori properti mewah adalah properti yang harga jual atau harga pengalihannya mencapai Rp 10 miliar ke atas. Sementara luas bangunan ditetapkan minimal 500 m2 untuk rumah tapak dan 400 m2 untuk apartemen dan kondominium.
Oh iya, menurut aturan PPh yang baru tersebut, harga jual Rp 5 miliar yang jadi batas bawah tersebut sudah menghitung PPN dan PPnBM, yang masing-masiing nilainya 10%-20% dari total harga penjualan atau harga pengalihan properti. Artinya, bila mengurangi angka PPN dan PPnBM, properti yang harganya Rp 3,85 miliar sudah termasuk properti mewah.
Kelima, ada juga pajak penghasilan. PPh ini bebankan kepada penjual properti. Besar PPh adalah 5% dari harga jual atau nilai pengalihan, dan hanya dikenakan ke properti yang termasuk properti mewah. Dasar pemungutan PPh ini adalah PPh pasal 22.
Selain itu, ada juga pajak yang dipungut dengan dasar PPh pasal 17. Aturan pajak yang bersifat progresif ini dikenakan pada penjualan properti yang masih berstatus perjanjian pengikatan jual beli (PPJB). Aturan ini dirilis untuk memperkecil terjadinya spekulasi di pasar properti, yang bisa mengerek harga naik dengan tidak terkendali.
Menurut aturan yang dirilis Direktorat Jenderal Pajak (Ditjen Pajak), penjualan properti berstatus PPJB dengan keuntungan sampai Rp 50 juta akan dikenakan PPJB sebesar 5%. Sementara penjualan properti dengan keuntungan Rp 50 juta-Rp 250 juta akan dikenakan pajak sebesar 15%.
Keuntungan dari penjualan properti berstatus PPJB dengan keuntungan Rp 250 juta-Rp 500 juta dikenakan pajak penghasilan 25%. Lalu, penjualan properti dengan keuntungan Rp 500 juta ataupun lebih dikenakan PPh sebesar 30%.
Keenam, jangan lupa mempertimbangkan biaya relokasi atawa construction cost. Ini adalah biaya yang harus kita keluarkan jika kita hendak membangun rumah yang lokasinya setara serta memiliki luas tanah dan bangunan plus kualitas yang sama dengan rumah sebelumnya, dengan patokan harga saat ini.
Nah, meski setelah memperhitungkan pajak dan biaya lainnya anda sudah memperoleh untung, tetapi harga jual properti lama masih lebih murah ketimbang properti baru yang setara, sebenarnya anda belum benar-benar untung.
Jadi, kalau misalnya anda berniat mencari capital gain dengan menjual properti anda, perhatikan semua biaya yang mungkin muncul saat mengalihkan properti ke pihak lain. Dengan demikian, anda bisa mencari harga jual yang pas.
Pengenaan Pajak pada Penjualan Properti Berstatus PPJB
| Keuntungan | Tarif Pajak |
| · Hingga Rp 50 Juta | 5% |
| · Rp 50 juta – RP 250 juta | 15% |
| · Rp 250 juta – RP 500 juta | 25% |
| · Rp 500 juta ke atas | 30% |
Sumber: Riset KONTAN
*Sewa properti
Kalau anda tidak terburu-buru ingin menjual properti anda, coba saja untuk menyewakan properti anda terlebih dahulu. Dengan demikian, anda bisa memperoleh keuntungan berupa yield dari duit sewa yang masuk.
Anda bisa memperoleh yield yang optimal dengan menetapkan tarif sewa yang pas. Bagaimana cara mencari tahu tarif sewa yang pas? Cara paling gampang adalah dengan mencari informasi di sekeliling tempat properti anda berada. Cari info berapa besar tarif sewa properti yang setara dengan properti anda di daerah tersebut. Tentu saja, bisa jadi harga sewa di kawasan tersebut lebih rendah daripada harga wajar properti anda.
Cara menghitung tarif sewa yang sedikit lebih rumit adalah dengan menghitung net operating income (NOI). Ferry menuturkan, rumus ini bisa membantu kita melihat, apakah penetapan harga sewa membuat untung atau rugi.
Cara menghitung NOI gampang, yakni besar tarif sewa selama setahun dibagi dengan harga beli properti tersebut. Ambil contoh harga sewa sebuah rumah setahun Rp 30 juta. Rumah tersebut diperoleh dengan harga Rp 450 juta, sudah termasuk biaya-biaya yang dikeluarkan saat pembelian.
Dengan asumsi tersebut, maka NOI yang diperoleh adalah 6,67%. Nah, apabila persentase NOI ini lebih besar daripada suku bunga saat itu, maka tarif sewa tersebut sudah menguntungkan. Dalam skenario di atas, artinya si investor masih merugi lantaran NOI sewa properti di bawah suku bunga.
Perlu diingat juga, dalam menentukan tarif sewa kita juga sebaiknya memperhitungkan biaya-biaya yang berpotensi keluar akibat proses sewa ini. Misalnya biaya perbaikan rumah bila terjadi kerusakan serta biaya pajak.
Berbagai Biaya yang Muncul Saat Transaksi Properti
| Pemungut | Jenis Biaya |
| Penjual | · Pajak-pajak transaksi properti |
| · Booking fee dan bea balik nama | |
| Notaris | · Fee pengesahan akta jual beli |
| · Fee pemeriksaan keabsahan dokumen | |
| Bank (terkait KPR) | · Biaya appraisal |
| · Biaya pencadangan penghapusan kredit | |
| · Premi asuransi kerugian | |
| · Premi asuransi jiwa kreditur | |
| · Biaya administrasi | |
| Agen Properti | · Komisi penjualan |
Sumber: Riset KONTAN
Tujuan investasi
Hal lain yang perlu diingat saat melakukan investasi properti adalah tujuan investasi. Sewajarnya bila anda sudah menetapkan tujuan penggunaan dana sebelum mulai berinvestasi. Pasalnya, tidak semua kebutuhan keuangan cocok dipenuhi dengan investasi properti.
Seperti sudah dipaparkan di awal tulisan ini, salah satu kelemahan investasi properti adalah asetnya yang tidak terlalu likuid. Butuh waktu bila investor ingin melepas properti miliknya ke tangan orang lain. Karena itu, jangan gunakan properti untuk sarana investasi kebutuhan jangka pendek.
Pergunakan properti untuk memenuhi kebutuhan keuangan jangka panjang. Apalagi, kenaikan harga properti bakal makin tinggi bila investasi dilakukan dalam jangka panjang. Capital gain yang bisa diperoleh pun lebih optimal. Salah satu yang paling cocok adalah untuk dana pensiun.
Karena kurang cocok digunakan untuk investasi jangka pendek, sebaiknya dana yang diinvestasiikan di sektor properti adalah benar-benar dana menganggur. Jangan sampai dana untuk kebutuhan jangka pendek digunakan untuk investasi sektor properti.
Anda memang bisa menggunakan dana pinjaman dari perbankan untuk investasi di properti. Tetapi, pastikan anda memiliki kemampuan untuk membayar kredit properti tersebut. Mungkin anda sudah tahun, porsi total utang dalam perencanaan keuangan adalah maksimal 30% dari total pendapatan rutin. Jadi, kalaupun anda menggunakan dana perbankan, pastikan total utang yang anda miliki nantinya tidak lebih dari 30%.
Selamat menjajal investasi di sektor properti.
Sumber: Kontan
http://www.pemeriksaanpajak.com
pajak@pemeriksaanpajak.com
Kategori:Berita Pajak

Tinggalkan komentar