JAKARTA. Pasar ekspor minyak sawit atau crude palm oil (CPO) Indonesia di Agustus lalu belum juga membaik. Jika volume ekspor CPO di Juli hanya 2,09 juta ton, sepanjang Agustus naik tipis 0,6% menjadi 2,10 juta ton.
Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) menyebut stagnasi ekspor CPO ini karena lemahnya daya beli dari pasar ekspor utama Indonesia, yaitu China, India, dan Uni Eropa. Fadhil Hasan, Direktur Eksekutif Gapki mengatakan, Uni Eropa mengurangi permintaan yang paling signifikan pada bulan lalu. Ekspor minyak sawit ke Benua Biru ini tercatat turun 30% dibandingkan bulan sebelumnya, atau dari 380.130 ton pada Juli turun menjadi 264.550 ton pada Agustus.
Rendahnya permintaan Uni Eropa dipicu jatuhnya harga minyak biji-bijian khususnya kedelai yang merupakan minyak nabati lebih populer di Eropa. “Pangsa pasar CPO diambil alih oleh miyak kedelai,” ujar Fadhil, Selasa (15/9).
Hambatan juga datang dari China, yang mencatatkan penurunan sebesar 26% atau dari 407.330 ton pada Juli menjadi 301.470 ton pada Agustus. Hal yang sama juga diikuti India yang membukukan penurunan 19%, dari 427.340 ton di Juli turun menjadi 355.490 ton pada Agustus.
Kelesuan ekonomi pada kedua negara ini membuat permintaan minyak sawit terjun bebas. Pasalnya, CPO banyak dipesan untuk memenuhi kebutuhan bahan baku industri bukan konsumsi.
Meski begitu, pasar ekspor CPO masih tertolong dari pasar Amerika Serikat (AS) yang meningkat 60% dari 58.700 ton pada Juli menjadi 93.650 ton pada Agustus. Peningkatan itu terjadi karena pelanggaran penggunaan trans fat atau lemak trans dalam produk makanan oleh Badan Administrasi Obat dan Makanan berjalan efektif dan semuanya beralih ke minyak sawit.
Tapi, peningkatan ekspor terbesar datang dari Bangladesh yang melonjak 257% atau 47.000 ton di Juli menjadi 167.550 ton. Pemicunya, stok minyak nabati di Bangladesh menipis dan pada saat yang sama, harga minyak sawit sedang pada level terendah.
Sahat Sinaga, Ketua Gabungan Industri Minyak Nabati (GIMNI) menyebut pasar ekspor CPO masih lesu dan harus dijadikan momentum bagi pemerintah untuk menyerap produksi sawit lokal lewat program hilirisasi. “Hilirisasi ini mampu mengerek harga CPO global,” ujarnya.
Sumber: Kontan
http://www.pemeriksaanpajak.com
pajak@pemeriksaanpajak.com
Kategori:Berita Pajak
Tinggalkan komentar