Pemerintah masih bisa menerapkan bea masuk safeguard di era MEA.
Pemerintah kembali menggunakan senjata pengamanan perdagangan (safeguard) untuk melindungi industri lokal. Kali ini, yang hendak ditangkal adalah baja asal luar negeri. Melalui Kementerian Keuangan (Kemkeu), pemerintah mengeluarkan beleid anyar yang mengenakan bea masuk ganda untuk impor produk baja jenis steel wire rod.
Aturan baru itu tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 154/PMK.010/2015 tentang Pengenaan Bea Masuk Tindakan Pengamanan terhadap Impor Produk Steel Wire Rod. Impor baja jenis ini sejatinya sudah dikenakan bea masuk. Kini, ada bea masuk tambahan yang dikenakan untuk tindakan pengamanan.
Perinciannya, bea masuk tambahan itu dikenakan untuk produk steel wire rod dengan kandungan karbon kurang dari atau sama dengan 0,15% untuk baja berukuran 5,5 milimeter (mm) hingga 20 mm. Lalu, kandungan karbon lebih dari atau sama dengan 0,0008% untuk ukuran 5,5 mm – 20 mm. Yang kena bea ekstra adalah baja dengan kandungan alumunium kurang dari 0,2% untuk ukuran 5,5 mm – 20 mm.
Kepala Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kemkeu Haryo Limanseto mengatakan, aturan ini dirilis sesuai usul Kementerian Perdagangan (Kemdag) setelah mendapat rekomendasi dari Komite Pengamanan Perdagangan Indonesia (KPPI). Penyelidikan komisi itu, lonjakan impor telah merugikan industri baja lokal.
Undang – Undang (UU) Kepabeanan memang mengatur, bea masuk tindakan pengamanan dapat dikenakan terhadap barang impor yang melukai produk dalam negeri sejenis. Beleid ini sudah berlaku 18 Agustus lalu hingga 2018 mendatang.
Tarif bea masuk tambahan ini pun bakal berbeda di tiap tahunnya. Di tahun pertama besarannya 14,5%. Di tahun kedua, tarifnya turun menjadi 10%. Dan di 2018, tarif bea masuk tambahan tinggal 5,5%.
Pengenaan bea masuk tambahan ini berlaku untuk seluruh negara asal impor steel wire rod, termasuk negara-negara yang telah meneken kerjasama perjanjian perdagangan internasional dengan Indonesia. Meski ada beberapa negara asal impor yang dikecualikan seperti China, Taiwan, Argentina, India, Filipina, Thailand, Turki, Vietnam, dan Afrika. “Mereka rata-rata negara berkembang,” kata Haryo.
Menurut Ario Setiantoro, Ketua Klaster Paku dan Kawat Asosiasi Besi dan Baja Indonesia (The Indonesian Iron and Steel Industry Association / IISIA), pengenaan safeguard merupakan jalan tengah antara keinginan pemerintah dan pengusaha hilir. Alasannya, pemerintah telah mengecualikan pengenaan bea masuk tambahan untuk baja berkandungan kadar tinggi.
Saat ini, harga produk baja domestik masih lebih mahal sekitar 10% daripada harga produk impor. Adapun kebutuhan baja nasional mencapai 2,5 juta ton per tahun. Sedang industri dalam negeri hanya bisa memasok sekitar 1,5 juta ton per tahun. Ini satu contoh kebijakan yang ditempuh untuk melindungi industri dalam negeri. Menjelang berlakunya era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015, upaya ini menjadi kian penting.
Saat MEA berlaku tahun depan, arus barang dan jasa yang datang semakin keras. Meski sebenarnya, tren mengalirnya barang impor sudah akan terlihat sejak pemberlakuan Common Effective Preferential Tariff (CEPT). Catatan saja, CEPT adalah semacam intro menuju MEA, di mana tarif bea masuk untuk hampir semua produk bakal dipangkas menjadi 0% atau 5%.
Tetapi, konsekuensi MEA berupa mausknya arus barang dan jasa yang lebih deras tidak mungkin bisa ditangkal. Ini lantaran hambatan prosedural dari kepabeanan, misalnya, akan diminimalisir. Karena itu, pemerintah perlu menyiapkan pagar sejak dini agar dampak negatif dari banji produk impor bisa dicegah.
Mekanisme MEA secara umum masih mengacu ke konsep perdagangan yang dirumuskan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO). Artinya, MEA masih membolehkan penerapan sistem pengamanan perdagangan (trade remedies). Caranya adalah menerapkan bea masuk safeguard, bea masuk antisubsidi, dan antidumping, serta pengenaan kuota impor.
Cuma, cetak biru MEA yang disusun ASEAN menegaskan, upaya penghilangan hambatan tarif (tariff barriers) nontarif (non-tariff barriers) merupakan salah satu syarat agar MEA bisa berjalan dengan baik. Itu sebabnya, dalam penerapan pengamanan perdagangan, ASEAN meminta dilakukan dengan proses seksama.
Ernawati, Ketua KPPI, mengungkapkan, bentuk pengamanan perdagangan dapat digolongkan menjadi dua kategori besar. Masing-masing adalah tindakan pengamanan pertahanan (defense) dan kegiatan pertahanan menyerang (offense). Kegiatan pengamanan defense misalnya, mengenakan bea masuk safeguard atau bea masuk antidumping terhadap barang impor yang terbukti telah merugikan industri lokal.
Sementara yang offense adalah memperjuangkan produk ekspor dari perlakuan yang tidak adil di negara lain. Produk kertas kita, misalnya, dikenai bea amsuk antidumping oleh Pakistan. Pemerintah mengancam akan membawa kasus ini ke Dispute Settlement Body WTO karena batas waktu penyelidikan pengaduan telah melebihi ketentuan.
Kedua praktik ini sesuai dengan amanat Undang – Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan yang menegaskan, pemerintah harus membantu mengatasi banjirnya produk impor. Contohnya, Pasal 69 ayat (1) beleid itu menyebutkan, jika terjadi lonjakan barang impor yang menyebabkan kerugian bagi industri lokal, pemerintah wajib mengambil tindakan pengamanan.
Pemerintah juga sudah membentuk mekanisme early warning system untuk mendeteksi kemungkinan naiknya impor suatu produk tertentu yang berpotensi merugikan atau menyebabkan injury bagi industri lokal. Persoalannya, sistem peringatan dini hanya memberi indikasi kemungkinan injury.
Tapi untuk menilai apakah banjir impor benar-benar merugikan industri, KPPI butuh laporan langsung dari industri yang bersangkutan. “Industri harus memasukkan petisi untuk meminta pengenaan bea masuk safeguard atau bea masuk antidumping agar KPPI mendapat argumentasi legal yang jelas,” kata Ernawati. Tanpa laporan resmi dari industri, KPPI tidak akan bisa mengenakan tindakan pengamanan.
Ada lima indikator yang bisa digunakan untuk melihat, apakah suatu industri manufaktur dalam negeri memang dirugikan lonjakan impor produk tertentu. Pertama, laba industri dalam negeri anjlok akibat penerimaan yang turun. Kedua, berkurangnya jumlah tenaga kerja. Ketiga, jumlah produksi merosot dari kapasitas terpasang. Keempat, menyusutnya penjualan secara industri atas produk tersebut. Dan kelima, penguasaan pasar industri di dalam negeri turun.
Selama 10 tahun terakhir, KPPI setidaknya sudah menangani petisi tindak pengamanan untuk 27 jenis produk. Adapun produk yang sudah dikenakan bea masuk safeguard antara lain keramik, paku, kawat bendrat, kawat seng, tali kawat baja, tenun dari kapas, dan benang dari kapas.
Repotnya, banyak industri belum paham mekanisme pengamanan perdagangan. Untungnya, kalau melihat data CIMB ASEAN Research Institute, fenomena kesadaran industri yang rendah terhadap masalah perjanjian perdagangan bebas juga terjadi di banyak negara ASEAN. Banyak pelaku usaha tak paham bagaimana memanfaatkan kemudahan provisi dari AFTA dan perjanjian perdagangan.
Pemerintah sebenarnya punya niat untuk mempercepat pengenaan pengamanan perdagangan. Tujuannya, bukan saja demi MEA, tetapi juga untuk mengurangi, atau syukur-syukur, menghapus defisit neraca transaksi berjalan atawa current account deficit (CAD). Tahun ini, CAD kita bisa meningkat lantaran ada potensi kenaikan impor belanja infrastrukutr. Tapi pemerintah sudah menyiapkan sejumlah strategi guna menekan CAD ke level yang sehat, di bawah 3% terhadap produk domestik bruto (PDB).
Sebenarnya, CAD Indonesia dalam tren perbaikan. Tahun 2013 lalu CAD negara kita berada di level 3,18% dan tahun 2014 turun ke posisi 2,95%. Cuma tahun ini, CAD kita akan kembali tembus 3% karena defisit neraca perdagangan naik. Ini buntut aktivitas impor yang tinggi demi mendukung peningkatan realisasi belanja.
Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro menjanjikan laju CAD akan terkendali, meski pemerintah menggenjot pembangunan infrastruktur. Pemerintah akan menekan CAD melalui neraca perdagangan dan neraca jasa. Dari sisi neraca dagang ekspor dan impor, pemerintah akan segera menerbitkan peraturan menteri keuangan (PMK) yang memungkinkan pengenaan bea masuk antidumping dan/atau bea masuk tindakan pengamanan sementara.
Dalam prosedur normal, ketika ada tuduhan dumping terhadap impor dari suatu negara, maka butuh proses investigasi, baik oleh Komite Anti Dumping Indonesia (KADI) ataupun KPPI. Proses ini bisa memakan waktu hingga satu tahun. Alhasil, dampak dumping tersebut sudah terjadi dan neraca perdagangan Indonesia terganggu karena arus impor yang besar.
Untuk mengatasi lamanya masa investigasi inilah, bila ada indikasi atau tuduhan awal mengenai dumping, produk impor bisa langsung dikenakan bea masuk. “Hingga kami bisa mengontrol laju impor barang yang dicurigai melakukan dumping,” kata Bambang.
Masalahnya, problem di lapangan tak sederhana seperti membuat pernyataan. Yang tidak jarang terjadi, pengenaan bea masuk safeguard atau anti dumping menolong satu industri, tetapi merugikan industri yang lain.
Ini misalnya terjadi saat KPPI merekomendasikan pengenaan bea masuk tindakan pengamanan (BMTP) dengan tarif 9% untuk impor kertas karton berlapis atau coated paper. Keputusan itu ramai-ramai diprotes karena merugikan industri hilir kertas. Menurut Jimmy Juneanto, Presiden Persatuan Perusahaan Grafika Indonesia (PPGI), jika BMTP diterapkan, harga kerta karton akan naik.
Selama ini, kertas karton impor menjadi penyeimbang harga kerta katon lokal yang dinilai terlalu mahal. Adapun kertas karton lokal yang diproduksi oleh dua perusahaan, yakni PT Pabrik Kertas Tjiwi Kimia Tbk dan PT Pindo Deli Pulp and Paper Mills. Kedua perusahaan Grup Sinar Mas itu yang memohonkan safeguard.
Artinya, tindakan pengamanan juga harus disertai upaya penataan tata niaga di berbagai sektor manufaktur. Tugas pemerintah yang tidak kalah penting adalah meningkatkan pengawasan terhadap masuknya barang impor yang tidak sesuai dengan standar, baik dengan cara legal maupun melalui penyelundupan.
Sumber: KONTAN
http://www.pemeriksaanpajak.com
pajak@pemeriksaanpajak.com
Kategori:Berita Pajak

Tinggalkan komentar