JAKARTA. Pemerintah akan menggali potensi investor domestik untuk menutupi defisit anggaran di tahun ini. Ekonomi eksternal yang tidak menguntungkan menjadi bahan pertimbangan, selain target pembiayaan obligasi valas yang habis.
Dirjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan Robert Pakpahan mengatakan, salah satu sumber pembiayaan defisit dari adalah Obligasi Ritel Indonesia (ORI). “Sampai Rp 25 triliun kita siap. Kalau lebih dari itu kita rapatkan dulu,” ujarnya, Senin (21/9). Ini artinya, pemerintah siap memperlebar target penerbitan ORI seri ORI012 dari rencana sebelumnya Rp 20 triliun. Jika dalam lelang ORI bisa di-upsize, ini akan mengurangi lelang domestik selanjutnya.
Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro menambahkan, pemerintah akan terus memperluas porsi investor domestik. Pembiayaan yang ideal, kata dia, harus berasal dari masyarakat. Apalagi, porsi kepemilikian asing di SBN mencapai 37% jadi bukti kurangnya peran domestik.
Dia berharap lebih dari 50% kelas menengah Indonesia masuk ke instrumen investasi lain, selain perbankan. “Secara perlahan, ritel domestik kita tingkatkan size-nya,” terangnya. Saat ini porsi domestik ritel dalam SBN Indonesia baru 8,83%, terdiri dari ORI, sukuk ritel dan saving bond ritel. Porsi ini naik dari 2007 lalu yang hanya sebesar 1%.
Lebih dari 20% asing
Pemerintah memang berupaya menambah utang untuk menutupi defisit anggaran yang bengkak, dari sebelumnya 1,9% PDB atau Rp 222,5 triliun, naik menjadi 2,23% dari PDB atau Rp 260 triliun. Kenaikan ini terjadi karena target penerimaan pajak tak tercapai.
Data Kemkeu menyebut, hingga 15 September 2015, realisasi Surat Berharga Negara (SBN) neto adalah Rp 290,97 triliun atau 97,4% dari pagu Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBNP) 2015 yang sebesar Rp 297,7 triliun.
Secara bruto, kebutuhan penerbitan SBN 2015 sebesar Rp 452,29 triliun. Dari jumlah itu realisasinya hingga 15 September Rp 395,68 triliun sudah mencapai 87,5%. Untuk realisasi penerbitan Surat Utang Negara (SUN) dalam valuta asing (valas) mencapai Rp 86,57 triliun, 29,21% dari total realisasi penerbitan SUN Rp 296,33 triliun.
Porsi penerbitan SUN valas tahun ini lebih besar dari tahun sebelumnya yang tak lebih dari 20%. Dengan alasan itu juga pemerintah tak akan mencari utang dari valas. Instrumen valas terakhir samurai bond 100 miliar yen.
Ekonom Bank Central Asia (BCA) David Sumual mengatakan, sumber pendanaan pemerintah harusnya harus berimbang. Pada tahun 1997 ketika krisis, Indonesia banyak berutang pada lembaga donor seperti World Bank dan Asian Development Bank (ADB). Sehingga saat ini, pembiayaan Indonesia terlalu besar porsi asing. Seharusnya porsi kepemilikan asing hanya 20%. Selebihnya pada investor domestik, lembaga pembiayaan multilateral atau bilateral.
David melihat, investor domestik bisa menjadi peluang. Toh, “Banyak inovasi yang bisa dilakukan di sini,” paparnya. Pemerintah bisa membuat inovasi instrument baru seperti ORI dalam valas dollar AS. Indonesia patut mencontoh Jepang, meski rasio utang terhadap PDB mencapai 200%, namun pemegang obligasi semuanya adalah investor domestik.
Sumber: Kontan
http://www.pemeriksaanpajak.com
pajak@pemeriksaanpajak.com
Kategori:Berita Pajak
Tinggalkan komentar