JAKARTA. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mulai bimbang, hadapi desakan untuk segera membuka keran ekspor konsentrat mineral tambang. Kini, pemerintah mulai mempertimbangkan untuk menghapus kewajiban pengusaha tambang membangun smelter.
Direktur Jenderal Mineral dan Batubara (Dirjen Minerba) Kementerian ESDM, Bambang Gatot Ariyono, Rabu (30/9) mengatakan, pertimbangannya:pertama, jika pembangunan smelter untuk meningkatkan nilai tambah produk konsentrat tambang cuma mini, maka investasi smelter terlalu mahal,
Kedua, jika ternyata jumlah cadangan jenis sumber daya alam mineral yang tersedia di Indonesia ternyata terbatas, pembangunan smelter tidak efisien bagi perusahaan tambang untuk mengolahnya sendiri di dalam negeri.
Hanya Gatot belum bisa memberikan kepastian apakah wacana ini akan dia usulkan untuk jadi kebijakan baru, alias untuk merevisi kebijakan yang sudah berlaku.
Tapi, sebagai gambaran, hingga saat ini, pemerintah tetap melarang ekspor perusahaan tambang yang telah mengolah komoditas yang mereka hasilkan, meskipun sudah ada nilai tambah sekitar 10%. “Kami lihat berapa persen lonjakan nilai tambahnya, kalau kecil, ya tidak perlu.” terangnya.
Sikap angot-angotan pemerinah dalam kebijakan wajib membangun smelter ini jelas menyisakan tanda tanya besar.
Apalagi, saat ini ada perusahaan tambang raksasa sekelas PT Freeport Indonesia dan PT Newmont yang belum memiliki pabrik pemurnian tembaga sendiri. Karenanya, Direktur Center For Indonesia Resources Strategic Studies (Cirus), Budi Santoso curiga kebijakan ini merupakan desakan dari perusahaan-perusahaan raksasa itu. “Ini pasti berkaitan dengan smelter Freeport. Karena nilai tambahnya cuma 5%-6% saja,” kata Budi.
Ia meminta pemerintah jangan melihat kewajiban pembangunan smelter dari sisi selisih harga yang akan didapat menjadi lebih mahal, ketimbang ekspor konsentrat.
Menurutnya, pemerintah seharusnya mempertimbangkan aspek kemandirian dan upaya pemenuhan kebutuhan di dalam negeri.
Selain itu pembangunan smelter tembaga jangan cuma dilihat sebagai tembaganya tetapi juga kaitan dengan produk bahan tembaga lain seperti plat, kawat dan pipa. “Harusnya nilai tambah ini yang dilihat,” terangnya kepada KONTAN, Rabu (30/9).
Pemerintah perlu menjaga agar kebutuhan pasokan untuk industri tersebut bisa tetap terjaga untuk beberapa tahun mendatang, bukan cuma mengandalkan impor.
Sumber: KONTAN
http://www.pemeriksaanpajak.com
pajak@pemeriksaanpajak.com
Kategori:Berita Pajak
Tinggalkan komentar