Minta Jantung Dapat Hati

economic 2

Pak Eko datang lagi di penghujung September. Dan lagi-lagi, Pak Eko alias Paket Ekonomi yang digelontorkan pemerintah disambut kurang antusias pengusaha. sama seperti Pak Eko Jilid I, Pak Eko Jilid II juga menekankan deregulasi. Bedanya, Pak Eko II bertujuan mendongkrak investasi dan memupuk stimulus cadangan devisa.

Pak Eko kali ini juga lebih ringkas dibandingkan Pak Eko sebelumnya. Pak Eko II fokus pada dua hal. Pertama, pemangkasan waktu dalam pemrosesan izin bisnis di sektor kehutanan dan industri. Kedua, pemberian insentif pajak bagi eksportir.

Deregulasi di sektor kehutanan menitikberatkan pada proses izin investasi yang diringkas dari 14 izin menjadi 6 izin saja. Misalnya, izin pemanfaatan hasil hutan kayu dan produksi, yang semula terdiri dari empat jenis izin, yaitu izin pemanfaatan hasil kayu dari hutan alam, izin pemanfaatan dari hutan tanaman industri, restorasi ekosistem, dan izin pemanfaatan kayu dari hutan alam. Izin-izin itu diringkas menjadi satu izin yaitu izin usaha pemanfaatan kayu. Waktu pemrosesan izin pun dipangkas dari yang tadinya memakan waktu 2 tahun sampai 4 tahun, kini Cuma 12 hari sampai 15 hari.

Di sektor industri, pemrosesan izin investasi di kawasan industri juga dipotong dari 526 hari menjadi 3 jam. “Selama ini perizinan menjadi salah satu penyebab lambatnya investasi,” kata Ida Bagus Putera Parthama, Direktur Jenderal Pengelolaan Hutan Produksi Lestari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).

Dia juga mencontohkan, bila sebelumnya izin rekomendasi dari pemerintah provinsi memakan waktu 21 hari, maka nantinya diharapkan berkurang menjadi 4 hari. Bila rekomendasi dari gubernur tak kunjung keluar, maka kementerian yang akan mengambil alih.

Ida Bagus Putera menegaskan, deregulasi tak berarti menghilangkan persyaratan dan aturan. Ia mencontohkan, tetap harus ada sertifikat Pengelolaan Hutan Produksi Lestari (PHPL), laporan evaluasi periodik, harus memenuhi aturan Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK).

Sementara itu, untuk bisa mendapatkan perizinan di kawasan industri dalam waktu tiga jam, investor atau pengusaha juga harus sudah menyelesaikan atau menyiapkan segala persyaratan. Misalnya, rencana nilai investasi minimal Rp 100 miliar dan mampu menyerap tenaga kerja Indonesia lebih dari 1.000 orang. Syarat-syarat seperti izin gangguan, IMB, izin lingkungan dan amdal serta ketenagakerjaan juga harus dipenuhi pebisnis.

Begitu lengkap, baru si pebisnis mengantongi izin penanaman modal, akta pendirian usaha, pengesahan sebagai badan hukum Indonesia, dan mendapat npwp. Izin ini juga berfungsi sebagai izin konstruksi.

Membantu di awal saja

Ketua Umum Himpunan Kawasan Industri Sanny Iskandar menyatakan, Paket Ekonomi tentang kawasan industri cukup membantu di awal perizinan investasi. “Biasanya kan harus bolak-balik, lapor dulu, menyerahkan berkas, lalu balik ke notaris untuk mengurus berbagai hal, kemudian balik lagi ke BKPM. Terbitnya aturan ini kan jadi ringkas, tidak perlu bolak-balik, bahkan notaris pun bisa ikut dihadirkan di BKPM ini,” terang Sanny,

Namun nasib perizinan yang lainnya, seperti perizinan operasional, belum ketahuan apakah akan ikut diringkas atau tidak. Pasalnya, kewenangan menerbitkan izin operasional tak hanya di tangan pemerintah pusat, tapi juga di pemerintah daerah (pemda).

Sanny berharap, pemerintah mau mengimplementasikan deregulasi yang sudah ada secara simultan dan berkomunikasi dengan pemda serta jajaran yang ada dibawahnya. Biasanya yang menjadi kendala justru perizinan dari pemda. “Maka itu, aturan ini memberikan kemudahan di awal, memberi hal positif. Namun, respon investor tergantung pada banyak hal, terutama proses perizinan di daerah,” katanya.

Pada Pak Eko I, deregulasi juga menyasar pengembangan kawasna industri yang aktratif bagi masuknya investasi. Langkahnya melalui Peraturan Pemerintah tentang Sarana Penunjang Pengembangan Industri (Kawasan Industri) yang nyaman, aman, efisien melalui penyediaan kawasan pengembangan investasi terintegrasi.

Kawasan industri bakal menyebar tidak hanya di Pulau Jawa. Setidaknya ada 14 kawasan industri yang dikembangkan Kementerian Perindustrian. Mulai sumatera, Sulawesi, Kalimantan, dan Papua.

Namun, Sanny mengingatkan pentingnya koordinasi dengan pemda jika ingin deregulasi ini membuahkan hasil. Sanny juga belum yakin aturan-aturan yang dideregulasi pada Pak Eko I dan II bisa serta merta membuat ekonomi nasional bangkit. Menurutnya, kebijakan ini adalah kebijakan jangka menengah. “Mungkin akan terasa dalam dua sampai tiga tahun lagi. Jangka pendek tentu belum akan terasa,” ujar Sanny.

Pun demikian dengan kebijakan deregulasi di sektor kehutanan menuai kesangsian akan efeknya.

Ketua Bidang Hukum Dan Advoksi Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Tungkot Sipayung menyatakan, tujuan pemerintah baik yakni membuat segala proses birokrasi menjadi efisien. “Hanya, belum menyentuh persoalan rIIlnya, yakni tataran implementasi. Pada paket kebijakan I saja belum jelas bagaimana implementasinya, sudah jalan apa belum. Realisasinya di level kementerian sampai pemda masih buram,” kata Tungkot.

Tungkot menambahkan, paket kebijakan ini masih pongah jika tidak diikuti kecepatan adaptasi dari para kementerian atau lembaga dan juga pemda. Persoalan investasi di kawasan hutan sangat pelik lantaran proses perizinannya melalui berbagai kementerian juga pemda.

Untuk itu, Tungkot menilai perlu ada komando yang tegas, minimal di level menteri koordinator (menko) yang bertanggung jawab terhadap implementasinya, “Lalu menko memberitahu menteri, menteri memberitahu dirjen hingga gubernur atau bupati,” ujar dia.

Lebih penting

Ketua Komite Tetap Standarisasi dan Sertifikasi Lingkungan Hidup Kamar Dagang Indonesia Riza Suarga bilang, aturan pemangkasan izin memang sudah menjadi kewajiban pemerintah. Kebijakan-kebijakan pemerintah yang dibutuhkan sekarang seharusnya tidak sekadar bersifat deregulasi. Saat ini yang diperlukan adalah pembenahan di tingkat pejabat pajak. “Masih ada saja yang mencari-cari kesalahan wajib pajak, ini membuat gerah para wajib pajak yang patuh,” ujar dia.

Dengan kondisi ini, jangan heran bila, eksportir kayu lebih banyak melakukan transaksi di Singapura. “Sebab kalau di Indonesia, mereka takut dicari-cari kesalahannya,” ujar dia.

Selain itu, sebaiknya pemerintah juga aktif memberika solusi pendanaan bagi swasta. Menurut Riza, swasta disuruh produktif namun pihak perbankan pemerintah sendiri enggan menyalurkan pinjaman. “Mana ada bank pemerintah yang mau mendanai hutan tanaman industri, padahal sektor ini potensinya bagus sebab kondisi kita lebih unggul ketimbang negara lain, baik tanaman untuk pertukangan maupun tanaman kebutuhan energi,” tutur dia.

Riza mencontohkan, satu proyek pembangkit listrik tenaga biomassa di Indonesia Timur yang membutuhkan investasi senilai US$ 25 juta- US$ 30 juta. Karena tak ada BUMN yang mau ambil bagian, maka investor China yang masuk. Pembangkit listrik biomassa ini sendiri memanfaatkan kayu eukaliptus, yang bisa tumbuh dalam waktu cepat.

Sementara itu menurut tungkot kebijakan-kebijakan yang dirilis ini seharusnya mampu memuat tiga hal penting dalam industri sawit. Pertama, percepatan tata ruang di setiap daerah. Saat ini, hampir setiap daerah punya konsep tata ruang yang tidak jelas batasannya untuk industri dan hutan kota.

Alhasil, kesemrawutan tata ruang memunculkan persoalan kedua, yakni penerbitan izin Hak Guna Usaha (HGU) untuk lahan sawit. “Proses HGU bisa panjang dan rumit. Ada berbagai retribusi di pemda. Seharusnya , aturan pemda tidak bertubrukan dengan UU. Pemerintah harus menerbitkan aturan yang utuh,” tutur dia.

Ketiga, tentang pemberian sertifikasi lahan sawit kepada para petani sawit. Dengan adanya kejelasan status hukum ini, petani sawit bisa dimudahkan untuk mengambil kredit usaha. Jika akses kredit terbuka, artinya cashflow ekonomi nasional bisa terbangun.

Demikian juga di sektor industri, menurut Sanny, masih banyak kebijakan, terutama ditingkat pemda, yang harus dibenahi. Salah satunya adalah aturan upah. Ia berharap, pemerintah mau merancang formula atau resep yang mengakomodasi kepentingan pebisnis. “Jangan lagi persentase kenaikan gaji berubah-ubah setiap tahun. Ini membuat ketidakpastian dalam industri,” jelas dia.

Sumber: KONTAN

http://www.pemeriksaanpajak.com

pajak@pemeriksaanpajak.com



Kategori:Berita Pajak

Tag:, , , , , , , , , , , ,

Tinggalkan komentar