JAKARTA. Pengembang properti yang memiliki bisnis pusat perbelanjaan atau mal tengah merias diri untuk menarik pengunjung di momen Natal dan Tahun Baru. Maklum bila semakin banyak pengunjung bertandang ke mal maka semakin besar permintaan penyewaan gerai atau tenant di sana.
Ujungnya bisa ditebak. Pengembang bisa mengambil untung dari pendapatan sewa gerai yang menjadi salah satu bagian dari pendapatan berulang atawa recurring income bagi pengembang.
“Misalnya, tingkat hunian atau okupansi di mal BIntaro Xchange sudah mencapai 96%,” kata Arum prasasti, Sekretaris Perusahaan PT Jaya Real Property Tbk (JRPT), kepada KONTAN, Senin (30/11).
Tingkat okupansi yang tinggi di lokasi ini membuat pengembang milik Pemerintah Provinsi DKI Jakarta ini terus melanjutkan proyek perluasan Bintaro Xchange hingga memiliki luas lahan 300.000 meter persegi (m2).
Arum menambahkan, pihaknya akan mengembangkan Bintaro Xchange menjadi empat tahap selama 10 tahun ke depan. Jaya Real Property akan memulai pembangunan tahap kedua pada 2016. “Kami menginvestasikan dana Rp 1,8 triliun untuk pembangunan mal terbaru di kawasan Bintaro ini,” tambahnya.
Saat ini, Jaya Real Property mengelola tiga mal, yakni Bintaro Xchange, Bintaro Plaza dan Slipi Jaya. Nah, pengembang ini juga berencana merenovasi Bintaro Plaza dan Slipi Jaya dengan biaya sebesar Rp 25 miliar. Renovasi ini untuk menarik para pengunjung sehingga gerai yang kosong bisa terisi penyewa.
Maklum, mal merupakan salah satu bisnis yang memberi kontribusi besar bagi pendapatan berulang pengembang ini. Di kuartal III-2015, pendapatan berulang Jaya Real Property berkontribusi 8,5% atau Rp 138,8 miliar dari total pendapatan Rp 1,61 triliun. “Rata-rata pertumbuhan pendapatan berulang 10%,” ucap Arum.
Tak mau kalah, Minarto Basuki, Direktur dan Sekretaris Korporasi PT Pakuwon Jati Tbk (PWON) mengklaim, tingkat okupansi sejumlah mal milik Pakuwon Jati sudah mencapai 90%. Soalnya mal semacam Gandaria City, Blok M Plaza atau Kota Kasablanka menjadi salah satu mal favorit di Jakarta. “Mal adalah salah satu andalan perusahaan untuk meningkatkan recurring income,” ucapnya.
Kerek tarif sewa
Maklum, para penyewa adalah nyawa bagi pengelola pusat belanja. Penghasilan mereka berasal dari tariff sewa pusat belanja kelolaan.
Makanya, para pengelola mal tetap menjaga pengunjung terus mengalir ke mal yang mereka kelola. Dengan cara ini, penyewa tak keberatan saat pengelola mal mengerek tariff sewa.
Nah, Pakuwon Jati sendiri, kata Minarto kerap mengerek tariff sewa antara 10%-20% per tahun. Tentunya, kenaikan tariff ini dengan mempertimbangkan jenis tenant atau penyewa. Misal, jika ada penyewa yang ingin memperluas lahan maka tariff sewa akan naik. “Kami berhak memberikan penyesuaian kenaikan sewa kepada tenant meskipun mereka telah mengontrak lima tahun,” kata Minarto memberi alasan.
Sedangkan Jaya Real Property umumnya menaikan tariff sewa 5% per tahun. Saat ini, rata-rata tariff sewa mencapai Rp 300.000-Rp 350.000 per bulan per meter persegi (m2), tergantung lokasi. “Kenaikan tariff mempertimbangkan inflasi,” kata Arum.
Sumber: Kontan
http://www.pemeriksaanpajak.com
pajak@pemeriksaanpajak.com
Kategori:Berita Pajak
Tinggalkan komentar