JAKARTA. Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) mencatat sudah ada 31 provinsi yang menaikan upah minimum provinsi (UMP) tahun 2016 yang sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 78 / 2015 tentang Pengupahan.
Namun berdasarkan data Direktorat Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Ketenagakerjaan (Ditjen PHI – Jamsos) Kemnaker, dari jumlah itu, masih ada besaran UMP yang tak sesuai dengan formula upah di PP Pengupahan.
Selain itu, sebanyak tiga provinsi belum juga menetapkan UMP untuk tahun ini adalah Jawa Tengah, Jawa Timur dan DI Yogyakarta.
Walaupun ketiganya belum juga kelar dalam proses UMP, Kemnaker masih memberikan kesempatan unuk menggunakan perhitungan yang dipakai selama ini. “Jadi yang belum selesai ada petahapan, menyusun peta,” kata Dirjen Pembinaan Hubungan Industrial (PHI) dan Jamsostek Kemnaker Hayani Rumondang, belum lama ini.
Sementara itu, presentase kenaikan UMP tertinggi pada tahun 2016 berada di Provinsi Gorontalo yang mencapai 17,19%, disusul Provinsi DKI Jakarta dengan kenaikan 14,81%. Di posisi ketiga adalah Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) yang naik 14%.
Sementara itu, untuk penerapan kenaikan UMP terendah adalah Maluku 7,5%, Kalimantan Timur 6,6%, Kalimantan Utara 7,3%, dan Maluku Utara 6,5%.
Padahal bila mengacu pada ketentuan dalam PP Pengupahan, yakni menggunakan formula inflasi dan pertumbuhan ekonomi nasional tahun sebelumnya, maka rata-rata kenaikan UMP 2016 ini tercatat sebesar 11,5%.
Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Anton J Supit mengatakan, dengan tidak adanya keseragaman dlaam penerutan kenaikan UMP ini mengakibatkan ketidakpastian. “Kewibawaan pemerintah tidak ditaati,, dan ada unsur pembiaran,” kata Anton. Apalagi ada saja pemerintah daerah yang tidak patuh dalam menetapkan UMP sesuai dengan PP.
Sumber: KONTAN
http://www.pemeriksaanpajak.com
pajak@pemeriksaanpajak.com
Kategori:Berita Pajak
Tinggalkan komentar