
JAKARTA. Setelah dibahas sejak September 2015 dan masuk dalam paket deragulasi, Kementerian Perdagangan (Kemdag) merilis Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 117/2015 tentang Ketentuan Impor Gula Aturan yang terbit akhir Desember 2015 itu berlaku mulai Januari 2016. Beleid ini merupakan revisi atas Permendag No. 19/2008.
Dalam aturan baru ini terdapat sejumlah poin penting. Pertama, impor Gula Kristal Putih (GKP) atau yang dikenal sebagai gula konsumsi hanya dibuka kepada perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Sedangkan, perusahaan swasta hanya diperbolehkan mengajukan impor gula mentah (raw sugar) dan gula kristal rafinasi.
Kedua, pemerintah membuka kesempatan bagi BUMN untuk mengimpor GKP ini dengan hanya menetapkan syarat pengajuan.
Dengan kata lain, impor GKP tak mesti menunggu penugasan dari pemerintah. Namun, perusahaan tersebut harus memberikan laporan distribusi GKP ini setiap bulan secara terperinci dan harus merealisasikan pengajuan impor tersebut.
Ketiga, pemerintah menghilangkan ketentuan impor gula sebelumnya yang melarang impor GKP dilakukan sebulan sebelum hingga dua bulan setelah musim giling tebu rakyat. Dengan begitu, BUMN bisa melakukan impor atas persetujuan menteri dengan alasan menjaga stok gula dalam negeri meski petani akan memasuki masa giling tebu.
Keempat, beleid ini juga menghapus batasan toleransi harga yang ditetapkan pemerintah di dalam negeri sehingga bisa dilakukan impor seperti aturan sebelumnya. Ketentuan ini mulai berlaku sejak 1 Januari 2016.
Karyanto Suprih, Plt Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kemdag enggan berkomentar terkait dengan beleid ini. “Saya belum bisa komentar dulu soal ini, nanti saya cek dulu,” ujarnya kepada KONTAN, Rabu (20/1).
Hanya untuk stabilisasi
Adig, Suwandi, Penasehat Asosiasi Gula (AGI) menyatakan tidak mempermasalahkan “karpet merah” bagi perusahaan BUMN untuk mengimpor gula konsumsi. Dia hanya berharap, upaya ini bisa menjaga stabilisasi harga gula di dalam negeri.
Apalagi, tahun ini, bisa saja terjadi defisit gula kristal putih. Sebelumnya, AGI memang memproyeksikan produksi tahun ini hanya 2,3 juta ton atau menurun dari produksi tahun lalu yang sebanyak 2,49 juta ton karena factor cuaca. Padahal, kebutuhan nasional mencapai 2,82 juta ton.
Adig menambahkan, produsen gula memang sudah lama tidak mengimpor gula kristal putih. Tahun ini pun, mereka belum berencana mengimpor gula kristal putih Mereka justru meminta jatah impor gula kristal mentah untuk diolah menjadi gula kristal putih.
Sejak beleid ini diterapkan, Perum Bulog sudah mulai mengajukan izin impor gula konsumsi kepada Kemeterian Perdagangan (Kemdag) sebanyak 200.000 ton yang merupakan penugasan dari hasil rapat koordinasi Terbatas (Rakortas) awal bulan ini.
Namun, Gamal Nasir, Direktur Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian (Kemtan) memastikan produksi gula tahun lalu akan cukup memenuhi kebutuhan nasional yang hanya 2,5 juta ton. Adapun penugasan Bulog untuk impor gula konsumsi ini adalah sebagai cadangan dan antisipasi jika terjadi lonjakan permintaan di pasar.
Meskipun terkesan mengobral impor gula, Gamal menyatakan tetap optimis bahwa kebutuhan gula konsumsi akan tetap bisa dipenuhi dari dalam negeri tanpa perlu impor. “Bulan depan, kami akan mulai menghitung kebutuhan gula nasional bersama produsen gula sehingga baru bisa ketahuan kebutuhannya,” ujarnya.
Sumber: Kontan
http://www.pemeriksaanpajak.com
pajak@pemeriksaanpajak.com
Kategori:Berita Pajak
Tinggalkan komentar