JAKARTA. Produsen kabel fiber optik meminta pemerintah mengubah regulasi impor kabel optik. Pengusaha menilai, regulasi impor kabel fiber optik tidak setara dengan regulasi impor bahan baku dari kabel fiber optik.
Peter Djatmiko, Presiden Direktur PT Communication Cable System Indonesia bilang, impor bahan baku kabel fiber optik seperti kawat baja masih dikenai bea masuk anti dumping 30%. Sebaliknya, impor kabel fiber optik dari China bebas bea masuk.
Alhasil, harga kabel fiber optik produk dalam negeri sulit bersaing dengan harga kabel fiber optik impor. “Kami sulit menentukan harga. Sementara kawat baja adalah komponen utama fiber optik.” Kata Peter usai melaporkan masalah ini kepada Menteri Perindustrian, Kamis (21/1).
Karena biaya produksi gede, harga jual mereka sulit bersaing dengan produk impor yang murah. Jika produsen kabel optik menjual harga setara, margin yang diperoleh tak lagi menguntungkan perusahaan.
Sebaliknya, jika produsen kabel menjual dengan margin setimpal, mereka akan ditinggal konsumen. Untuk itu, Peter berharap pemerintah mengubah regulasi terkait kabel optik tersebut.
Memang, ada opsi pembelian kawat baja dari PT Krakatau Steel Tbk. Namun harga jual dari Krakatau Steel di bandrol US$ 1.200 per ton. Padahal harga kawat baja dari China Cuma di kisaran US$ 700 per ton.
Peter menuding, yang diuntungkan dari tata niaga impor kabel fiber optik saat ini adalah importer kabel fiber optik yang tak punya pabrik. Maka itu, Peter meminta pemerintah melakukan harmonisasi tarif impor bahan baku dan produk jadi. “Kami ingin bersaing secara fair,” kata Peter.
Permintaan Peter cukup beralasan. Sebab, produsen kabel optik dalam negeri akan bersaing dalam pengadaan kabel proyek Palapa Ring Jilid II. Proyek ini merupakan proyek Palapa Ring II tersebut diperkirakan butuh kabel sepanjang 1.800 kilometer.
Menanggapi permintaan industri kabel, Menteri Perindustrian Saleh Husin akan berkoordinasi dengan Mentri terkait seperti Menteri Komunikasi dan Informatika. “Kami akan lindungi industri dalam negeri dan akan memprioritaskan produk dalam negeri,” kata Sales Husin.
Noval Jamalullail, Ketua Umum Asosiasi Pabrik Kabel Listrik Indonesia (Apkabel) juga menyampaikan pandangan yang sama. Ia bilang, proyek Palapa Ring II merupakan momentum untuk menggenjot pertumbuhan industri kabel domestik.
Namun tantangan pengadaan kabel domestik itu terbentuk regulasi yang tak seimbang. “Impor bebas bea masuk, sementara bahan baku kabel lokal rata-rata kena bea masuk 10%,”kata Noval.
Sumber: Kontan
http://www.pemeriksaanpajak.com
pajak@pemeriksaanpajak.com
Kategori:Berita Pajak
Tinggalkan komentar