
JAKARTA – Persaingan harga baja impor dengan harga baja lokal makin sengit saja. Pasalnya, harga baja impor terutama dari China makin murah, apalagi pasca kelebihan produksi baja yang terjadi di negara Tirai Bambu tersebut.
Hidayat Triseputro, Direktur Eksekutif Indonesia Iron and Steel Industry Association (IISIA) bilang, selisih harga baja dari China dengan harga baja lokal tersebut semakin terpisah jauh. Alhasil, konsumen di Indonesia memilih baja yang lebih murah atau baja dari China guna mengoptimalkan laba produksi.
Namun di sisi lain, produsen baja dalam negeri justru semakin terjepit karena pasar mereka tergerus. “Selisih harga jual baja lokal dan baja impor dari China bisa 10%, lebih murah baja dari China,” jelas Hidayat kepada KONTAN, Selasa (2/2).
Merujuk harga baja yang dikutip KONTAN dari mesteel.com, harga acuan baja curai panas atau HRC ukuran 2mm impor China per 1Januari 2016 ada harga US$ 325- US$ 335 per ton atau setara Rp 4,45 juta- Rp 4,59 juta per ton. Harga ini turun 39,42%-41,22% ketimbang harga periode yang sama tahun lalu di level US$ 5,53 per ton.
Dengan selisih harga 10% ini, maka harga baja HRC lokal diperkirakan ada di kisaran RP 4,89 juta- RP5,05 juta per ton. “Jelas terjadi distorsi pasar, konsumen beralih ke baja impor,” terang Hidayat.
Selisih harga baja impor dengan harga baja lokal diproyeksikan masih terjadi tahun ini. Sebab, saat ini terjadi kelebihan pasokan baja di pasar global. Tahun 2015, pasokan baja China setengah dari pasokan baja global yang mencapai 112,4 juta ton.
Berharap harga naik
Yang menjadi kekhawatiran industri baja tahun ini adalah, kelebihan pasokan baja global tersebut terjadi saat produksi baja di Indonesia beranjak naik. Hidayat bilang, permintaan baja dalam negeri diproyeksikan naik menjadi 14 juta ton dari tahun lalu sekitar 13 juta ton.
Pemicu kenaikan produksi baja berasal dari proyek infrastruktur seperti jalan tol, pelabuhan, bandara, waduk dan lainnya. “Ini cuan yang mesti diraih industri baja lokal,” harap Hidayat.
Sejatinya, pemerintah telah membuat kebijakan untuk menyerap baja lokal lewat program Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN). Namun sayang, kebijakan ini belum disertai pengawasan dan pengenaan sanksi yang jelas jika ada pelanggaran. “Selama kebijakan ini terealisasi, maka permintaan baja lokal akan meningkat,” terang Hidayat.
Kekhawatiran penurunan harga baja global ini juga disampaikan Iip Arif Budiman, Sekretaris Perusahaan PT Krakatau Steel Tbk (KRAS). Iip menyebutkan, penurunan harga baja sudah terjadi sejak tahun 2014 lalu. Kondisi ini membuat industri baja global mencetak kinerja keuangan negatif dua tahun belakangan. “Tahun ini kami berharap harga bisa kembali naik,” kata Iip kepada KONTAN.
Menurut Iip, potensi kenaikan permintaan baja di dalam negeri tampak datang dari proyek infrastruktur dan energi 35.000 megawatt (MW). Setidaknya, kenaikkan harga baja diharapkan bisa menolong kinerja penjualan KRAS yang memerah dua tahun belakangan ini. Sampai dengan kuartal III-2015 lalu, penjualan KRAS turun 27% menjadi US$ 993,4 juta.
Sumber: Kontan
http://www.pemeriksaanpajak.com
Kategori:Berita Pajak
Tinggalkan komentar