Belanja Pemerintah Belum Mampu Dorong Ekonomi

BPS mencatat selama Januari 2016, impor bahan baku penolong dan barang modal turun

JAKARTA. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat neraca perdagangan Januari 2016 surplus US$ 50,6 juta. Surplus neraca dagang di awal tahun ini terjadi karena penurunan kinerja impor yang lebih dalam dibandingkan ekspor.

Surplus neraca dagang Januari 2016 jauh lebih rendah dibandingkan surplus Januari 2015 yang sebesar US$ 632,3 juta. Kepala BPS Suryamin menjelaskan, surplus neraca dagang Januari 2015 disebabkan adanya surplus neraca nonmigas sebesar US$ 164,5 juta.

Sementara neraca migas defisit US$ 113,9 juta. Menurut catatan BPS, total ekspor di Januari 2016 sebesar US$ 10,5 miliar. Jumlah itu turun 11,88% dibanding Desember 2015 dan turun 20,72% dibanding Januari 2015.

Sementara nilai impor Januari 2015 sebesar US$ 10,45 miliar, turun 13,48% dibanding Desember 2015 dan minus 17,15% dibandingkan Januari 2015.

Menurut Suryamin, nilai ekspor turun karena harga komoditas belum bergerak naik. Beberapa komoditas ekspor yang harganya mengalami penurunan cukup drastis, diantaranya batubara sebesar 19,81% (yoy), minyak sawit turun 17,88%, minyak kernel sawit (12,61%), karet (26,06%), dan tembaga (23,31%).

Harga emas juga turun 12,23% , nikel (42,71%), perak (18,2%), timah (29,05%), seng (28,06%), dan harga aluminium turun 18,4%. Sedangkan harga komoditas nonmigas, khususnya manufaktur, adalah perhiasan yang naik 194% dibanding bulan sebelumnya, alas kaki naik 105%, mesin keperluan khusus naik 31,2%, barang logam naik 56,06%, dan konstruksi berat naik 42,46%.

Belanja belum berefek Sedangkan kinerja impor turun karena menurunnya impor barang baku penolong dan barang modal pada Januari 2016. Impor bahan baku atau penolong turun 22,03% (yoy) dan impor barang modal turun 18,96% (yoy).

Satu-satunya impor bulan Januari yang naik signifikan adalah barang konsumsi sebesar 47,68%. “Impor barang konsumsi yang cukup besar adalah gandum, peralatan optik, serta amunisi dan senjata,” kata Suryamin.

Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS Sasmito Hadi Wibowo bilang, penurunan ekspor bukan saja disebabkan anjloknya harga komoditas. Sebab selain harga, permintaan yang melemah juga mempengaruhi.

Itulah sebabnya dari 13 negara mitra dagang utama RI, sebagian besar nilai ekspor RI turun. Di sisi impor, percepatan belanja pemerintah belum signifikan mendorong impor. Sasmito memproyeksikan kondisi ini masih akan berlanjut hingga paruh pertama 2016. Itulah sebabnya pada bulan-bulan berikutnya potensi surplus masih bisa terjadi.

“Kalau program infrastruktur berjalan, baik maka kebutuhan impor naik,” katanya.

Ekonom BCA David Sumual berpendapat, kondisi ekonomi global saat ini yang tengah melemah menyebabkan penurunan kinerja impor dan ekspor Indonesia. Oleh karena itu pemerintah tidak bisa mengandalkan aktivitas internasional untuk mendorong ekonomi dalam negeri.

Menurut David, pemerintah harus mulai berorientasi ke pasar domestik untuk mendorong ekonomi dalam negeri. Untuk itu pemerintah harus berupaya agar produk dalam negeri yang saat ini masih kalah bersaing, bisa lebih baik.

“Kita harapkan pemerintah mulai menyiapkan platform agar produk Indonesia mampu bersaing ketika ekonomi membaik,” katanya.

Dari sisi impor, harapan pendorong ekonomi memang hanya dari impor bahan baku dan barang modal. Oleh karena itu, lanjut David, tidak masalah jika neraca perdagangan surplus atau defisit, asalkan defisitnya sehat, yaitu yang bisa mendorong pergerakan ekonomi dalam negeri.

Sumber: Kontan

http://www.pemeriksaanpajak.com

pajak@pemeriksaanpajak.com

 



Kategori:Berita Pajak

Tag:, , , , , , , , , , , , ,

Tinggalkan komentar