
JAKARTA. Realisasi penerimaan negara yang tak secepat realisasi belanja di awal tahun ini berimbas pada defisit anggaran pemerintah. Hingga 5 Februari 2016, defisit anggaran pemerintah tercatat Rp 70 triliun atau 0,55% dari produk domestic bruto (PDB).
Hingga 5 Februari 2016 realisasi penerimaan negara Rp 94,9 triliun, lebih rendah dari periode yang sama 2015 sebesar Rp 103,3 triliun, sementara realisasi belanja negara tercatat Rp 154,9 triliun, lebih tinggi dari periode yang sama tahun lalu Rp 129,1 triliun.
Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro mengatakan, realisasi belanja negara yang kencang tahun ini dipicu oleh percepatan belanja pemerintah. Sementara itu, penerimaan negara di awal tahun ini belum maksimal lantaran penurunan penerimaan pajak dan penerimaan cukai masing-masing 6,27% dan 55%.
Kata Bambang, defisit anggaran ini masih bisa ditutup dari pembiayaan atau utang negara. Per 5 Februari 2016 realisasi utang Rp 79,6 triliun atau 14,9% dari target penerbitan surat utang (gross) tahun ini Rp 532 triliun. Meski realisasi penerimaan negara di awal tahun belum kencang, namun ia meyakini kondisi ini tidak akan berlangsung lama. “Maret ini akan recovery,” katanya kemarin.
Pemulihan penerimaan negara ini salah satunya akan dikontribusi oleh peningkatan penerimaan bea dan cukai.
Direktur Jendral (Dirjen) Bea dan Cukai Kementerian Keuangan (Kemkeu) Heru Pambudi menambahkan, bila melihat tren, penerimaan bea cukai akan mulai membaik pada Maret. Ia optimis, mulai Maret penerimaan cukai bisa mencapai Rp 10 triliun sebulan.
Namun, untuk bisa mencapai total target penerimaan negara tahun ini Rp 1.822,5 triliun masih cukup berat. Apalagi, harga minyak mentah terus merosot sehingga menurunkan penerimaan migas.
Bambang bilang, penerimaan negara dari sektor migas, yakni pajak penghasilan (PPh) migas dan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) berpotensi tak mencapai target (shortfall) bila harga minyak dunia turun ke US$ 30 se barel. “Mungkin bisa turun sampai Rp 90 triliun,” katanya.
Ekonomi INDEF, Eko listryanto bilang, dengan mempertimbangkan sejumlah faktor itu, ia memproyeksi target defisit anggaran 2016 akan direvisi. Pemerintah masih bisa mengejar defisit anggaran maksimal 2% jika penerimaan nonmigas digenjot dan belanja harus optimal.
Ekonom Bank Mandiri Dendi Ramdani menilai defisit 2,15% bisa dipertahankan jika pemerintah bisa mencari sumber penerimaan baru dan mengurangi pos belanja yang dapat dikurangi. “Utang jalan terakhir, jika sudah dilakukan penyesuaian,” kata Dendi.
Sumber: Kontan
http://www.pemeriksaanpajak.com
Kategori:Berita Pajak
Tinggalkan komentar