
BANDUNG. Bank Indonesia (BI) memperkirakan defisit neraca transaksi berjalan atau current account deficits (CAD) tahun ini akan kembali menembus level 3% terhadap produk domestic bruto (PDB). Peningkatan deficit terjadi sebagai konsekuensi dari makin tingginya pertumbuhna ekonomi pada tahun ini.
Direktur Departemen Kebikana Ekonomi Moneter BI, Solikin M Juhro bilang, pelebaran deficit transaksi berjalan tidak selalu menjadi kabar buruk. Kenaikan CAD menjadi kabar baik, dengan catatan kenaikannya bukan karena barang konsumsi. “Kalau impor untuk dipandang baik, “katanya, Sabtu (20/2) di Bandung.
Kenaikan impor barang modal akan membuat efek berganda ke perekonomian. Sebab impor barang modal diserap oleh industry dan menjadi sumber produktif. Solikin memperkirakan, pertumbuhan ekonomi 2016 berada derange 5,2%-5,6%, lebih mendekati batas rendah. Artinya pertumbuhan ekonomi berada di level 5,4%.
BI mencatat, sepanjang tahun 2015, neraca transaksi berjalan mengalami deficit 2,06% dari PDB. Pelambatan ekonomi membuat deficit transaksi berjalan tahun lalu turun dari rata-rata 3% di tahun sebelumnya.
Meskipun BI optimistis, hanya saja belanja pemerintah diawal tahun ini belum berefek banyak dalam mendorong impor. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat neraca perdagangan Januari 2016 surplus US$ 50,6 juta. Surplus neraca dagang terjadi karena penurunan kinerja impor yang lebih dalam dibandingkan ekspor.
Selama Januari 2016, total ekspor sebesar US$ 10,5 miliar, turun 11,88% dibanding Desember 2015 dan turun 20,72% dibanding Januari 2015. Sementara impor Januari 2015 sebesar US$ 10,45 miliar, turun 13,48% dibanding Desember 2015 dan minus 17,15% dibandingkan Januari 2015. Penurunan ekspor terjadi karena harga komoditas yang belum membaik.
Kepala Ekonom Samuel Aset Manajemen Lana Soelistianingsih berharap pemerintah dan Bank Indonesia bisa memastikan tingkat pelebaran deficit transaksi berjalan masih dalam batas yang wajar. “Jangan sampai di atas 3%, “katanya, Minggu (21/2). Meski secara teori deficit anggaran dibolehkan sampai 5% dari PDB. Namun, kata Lana, bagi Indonesia, deficit lebih dari 3% berbahaya. Sebab ketahanan devisa RI masih minim. Pelebaran deficit transaksi berjalan ini bisa membuat rupiah akan kian melemah.
Sumber: Kontan
http://www.pemeriksaanpajak.com
pajak@pemeriksaanpajak.com
Kategori:Berita Pajak
Tinggalkan komentar