RMOL. Kementerian Perindustrian menolak rencana Kementerian ESDM yang akan merevisi Undang-undang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba). Salah satunya, terkait dengan usulan pembukaan keran ekspor mineral mentah. Kebijakan ini dinilai akan mengganggu pasokan bahan baku industri pengolahan tambang (smelter)
Dirjen Minerba Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bambang Gatot Aryono mengatakan, salah satu alasan UU Minerba perlu direvisi adalah banyak perusahaan tambang yang kesulitan untuk menyelesaikan pembangunan smelternya sebelum 2017. Jika tidak direvisi, dia khawatir banyak perusahaan tambang yang kolaps karena operasinya terganggu.
“Ada beberapa hal yang harus dievaluasi yang kita lihat belum berhasil. Seperti smelter, kita juga evaluasi, pemohon masih jauh dari progres,” ujarnya di Jakarta, kemarin.
Namun, dia menegaskan, hal itu bukan menjadi satu-satunya alasan untuk merombak UU Minerba. Menurut dia, alasan lainnya adalah pembagian kewenangan antara pemerintah pusat dan daerah dalam perizinan pertambangan.
Dirjen Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi dan Elektronika Kementerian Perindustrian I Gusti Putu Suryawirawan mengatakan, menolak rencana revisi UU Minerba. Apalagi sampai harus membuka keran ekspor lagi. Ini sangat tidak adil bagi pelaku usaha yang tengah membangun smelter.
“Ini akan memberatkan para pelaku usaha tambang yang tengah membangun smelter,” ujar Putu.
Menurut dia, saat ini ada sekitar 27 smelter di Indonesia. Separuhnya sudah beroperasi dan sisanya masih dalam proses pembangunan. Dikhawatirkan, dengan adanya relaksasi ini malah membuat pabrik tersebut merugi.
“Yang memiliki izin mulai berpikir, wah kalau gitu masih bisa ekspor. Kalau gitu kita enggak harus jual kepada yang bangun smelter ya. Nah itu yang bahaya. Jadi kasihan mereka yang sudah investasi begitu besar, bisa-bisa mereka tidak mendapatkan kepastian bahan baku,” katanya.
Dia mengaku tidak keberatan, jika bahan revisi UU Minerba hanya menyesuaikan aturan dengan kontrak. Namun dikhawatirkan, terjadi revisi izin ekspor mineral mentah tanpa membangun smelter.
Menurut dia, jika ESDM ingin meninjau lagi ekspor tambang, sebaiknya dilakukan setelah semua proyek smelter yang ada sekarang selesai dan beroperasi.
“Nanti setelah beroperasi, baru kita lihat perlu atau nggak. Jadi jangan mengatakan harus. Relaksasi, perlu atau nggaknya ditinjau nanti setelah ini jalan,” tegasnya.
Dikhawatirkan, ada anggapan dari pengusaha tentang mudahnya merubah aturan di Indonesia. Sebab itu, Putu meminta, ESDM memastikan apakah benar peluang ekspor mineral mentah kembali diberlakukan. Hal ini diperlukan karena investor mulai ragu dengan kebijakan pemerintah.
Sumber: rmol.co
http://www.pemeriksaanpajak.com
pajak@pemeriksaanpajak.com
Kategori:Berita Pajak
Tinggalkan komentar