Tender Sepi, Industri Penunjang Migas Mati Suri

0739f-laporan2bpklRMOL. Industri penunjang sektor minyak dan gas bumi (migas) mati suri seiring merosotnya harga minyak dunia. Hal ini disebabkan banyak perusahaan migas yang memangkas modal investasinya.

Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Bidang Energi dan Migas, Bobby Gafur Umar mengatakan, turunnya harga minyak mentah dunia yang sudah di bawah 30 dolar AS per barel akan berdampak langsung pada industri migas serta jasa penunjang migas.

Ia mengatakan, industri pe­nunjang migas di dalam neg­eri saat ini mengalami mati suri karena sepinya tender dari perusahaan migas. “Saat ini tender dari perusahaan migas boleh dikatakan nggak ada sama sekali. Ini karena banyak perusahaan memangkas capex (capital expenditure),” katanya, kemarin.

Untuk itu, Kadin mendesak pemerintah mengambil langkah cepat dan strategis guna men­gatasi masalah itu. “Ini sudah sangat serius. Penurunan harga minyak dapat berlanjut hingga bertahun-tahun,” tuturnya.

Kadin mengimbau pemer­intah agar jangan berlama-lama menunggu dampak lebih besar. “Segera ambil langkah nyata. Perlu ada kebijakan dari pemerintah untuk membantu para pelaku usaha migas agar bisa bertahan dari minimnya investasi baru dan eksplorasi migas. So, do something, now,” katanya.

Dijelaskannya, International Monetary Fund (IMF) telah meramalkan harga minyak akan jatuh hingga 20 dolar AS per barel. Beberapa analis meramal­kan harga minyak bisa meluncur lebih rendah. Jika benar, akan langsung memaksa sebagian be­sar perusahaan minyak menutup kegiatan mereka.

“Belum lama ini saya baca artikel di telegraph.co.uk. Eco­nomics Correspondent, Peter Spence dalam artikelnya menye­butkan, harga minyak menuju 10 dolar AS, bahkan bisa lebih rendah dari itu. Mengerikan,” ujar Bobby.

Ketua Umum Himpunan Wiraswasta Nasional Minyak dan Gas Bumi (Hiswana Migas), Eri Purnomohadi mengatakan, secara agregat laba perusahaan minyak mencapai rekor penu­runan terbesar dalam setahun terakhir, sehingga memaksa mereka memotong dua pertiga dari investasinya, baik eksplor­asi maupun produksi.

Diperkirakan, kata Eri, 250.000 pekerja minyak di seluruh dunia akan kehilan­gan pekerjaan. Perusahaan-perusahaan minyak raksasa telah menyalakan tanda bahaya, memangkas pengeluaran besar-besaran dan juga melakukan PHK.

“Banyak perusahaan minyak berguguran dan negara-negara yang menggantungkan penda­patan dari minyak berada da­lam ancaman kebangkrutan,” katanya.

Ketua Asosiasi Trader Gas Alam (Ingta) Sabrun Jamil menambahkan, dalam perekono­mian yang terbuka sekarang ini, industri migas merupakan salah satu motor penggerak utama ekonomi nasional. Menurut dia, anjloknya harga minyak ini akan menimbulkan dampak langsung terhadap menurunnya aliran investasi di sektor migas.

“Produksi dan pendapatan ekspor akan menurun, yang pada akhirnya akan menyebab­kan sumbangan sektor mi­gas terhadap gross domestic product (GDP) akan semakin mengecil. Semua ini berdampak pada merosotnya pertumbuhan ekonomi,” tambah dia.

Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Su­kamdani mengatakan, anjloknya harga minyak membuat perusa­haan migas harus menghitung ulang biaya produksi. Akhirnya, mau tidak mau, perusahaan melakukan efisiensi, bahkan pemangkasan karyawan.

“Harga minyak sudah hancur-hancuran, (perusahaan) oil and gas, batubara, itu sudah kelenger semua,” ujarnya.

Sebelumnya, Menteri Keuan­gan (Menkeu) Bambang Brodjo­negoro menilai, tekanan terhadap harga minyak dunia adalah sesuatu yang tidak bisa dihindari. “Kalau ada yang bisa kita lakukan untuk meringankan industri migas, bisa, tapi intinya problem-nya ada di harga,” ujar Bambang.

Saat ditanya lebih jauh men­genai kebijakan yang akan dikeluarkan pemerintah untuk membantu beban industri migas dalam menghadapi persoalan tersebut, termasuk dampaknya kepada efisiensi dan pemutusan hubungan kerja (PHK), Bam­bang tidak menjawab.

 

Sumber: rmol.co

http://www.pemeriksaanpajak.com

pajak@pemeriksaanpajak.com



Kategori:Berita Pajak

Tag:, , , , , , , , , , , , ,

Tinggalkan komentar