RMOL. Industri penunjang sektor minyak dan gas bumi (migas) mati suri seiring merosotnya harga minyak dunia. Hal ini disebabkan banyak perusahaan migas yang memangkas modal investasinya.
Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Bidang Energi dan Migas, Bobby Gafur Umar mengatakan, turunnya harga minyak mentah dunia yang sudah di bawah 30 dolar AS per barel akan berdampak langsung pada industri migas serta jasa penunjang migas.
Ia mengatakan, industri penunjang migas di dalam negeri saat ini mengalami mati suri karena sepinya tender dari perusahaan migas. “Saat ini tender dari perusahaan migas boleh dikatakan nggak ada sama sekali. Ini karena banyak perusahaan memangkas capex (capital expenditure),” katanya, kemarin.
Untuk itu, Kadin mendesak pemerintah mengambil langkah cepat dan strategis guna mengatasi masalah itu. “Ini sudah sangat serius. Penurunan harga minyak dapat berlanjut hingga bertahun-tahun,” tuturnya.
Kadin mengimbau pemerintah agar jangan berlama-lama menunggu dampak lebih besar. “Segera ambil langkah nyata. Perlu ada kebijakan dari pemerintah untuk membantu para pelaku usaha migas agar bisa bertahan dari minimnya investasi baru dan eksplorasi migas. So, do something, now,” katanya.
Dijelaskannya, International Monetary Fund (IMF) telah meramalkan harga minyak akan jatuh hingga 20 dolar AS per barel. Beberapa analis meramalkan harga minyak bisa meluncur lebih rendah. Jika benar, akan langsung memaksa sebagian besar perusahaan minyak menutup kegiatan mereka.
“Belum lama ini saya baca artikel di telegraph.co.uk. Economics Correspondent, Peter Spence dalam artikelnya menyebutkan, harga minyak menuju 10 dolar AS, bahkan bisa lebih rendah dari itu. Mengerikan,” ujar Bobby.
Ketua Umum Himpunan Wiraswasta Nasional Minyak dan Gas Bumi (Hiswana Migas), Eri Purnomohadi mengatakan, secara agregat laba perusahaan minyak mencapai rekor penurunan terbesar dalam setahun terakhir, sehingga memaksa mereka memotong dua pertiga dari investasinya, baik eksplorasi maupun produksi.
Diperkirakan, kata Eri, 250.000 pekerja minyak di seluruh dunia akan kehilangan pekerjaan. Perusahaan-perusahaan minyak raksasa telah menyalakan tanda bahaya, memangkas pengeluaran besar-besaran dan juga melakukan PHK.
“Banyak perusahaan minyak berguguran dan negara-negara yang menggantungkan pendapatan dari minyak berada dalam ancaman kebangkrutan,” katanya.
Ketua Asosiasi Trader Gas Alam (Ingta) Sabrun Jamil menambahkan, dalam perekonomian yang terbuka sekarang ini, industri migas merupakan salah satu motor penggerak utama ekonomi nasional. Menurut dia, anjloknya harga minyak ini akan menimbulkan dampak langsung terhadap menurunnya aliran investasi di sektor migas.
“Produksi dan pendapatan ekspor akan menurun, yang pada akhirnya akan menyebabkan sumbangan sektor migas terhadap gross domestic product (GDP) akan semakin mengecil. Semua ini berdampak pada merosotnya pertumbuhan ekonomi,” tambah dia.
Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani mengatakan, anjloknya harga minyak membuat perusahaan migas harus menghitung ulang biaya produksi. Akhirnya, mau tidak mau, perusahaan melakukan efisiensi, bahkan pemangkasan karyawan.
“Harga minyak sudah hancur-hancuran, (perusahaan) oil and gas, batubara, itu sudah kelenger semua,” ujarnya.
Sebelumnya, Menteri Keuangan (Menkeu) Bambang Brodjonegoro menilai, tekanan terhadap harga minyak dunia adalah sesuatu yang tidak bisa dihindari. “Kalau ada yang bisa kita lakukan untuk meringankan industri migas, bisa, tapi intinya problem-nya ada di harga,” ujar Bambang.
Saat ditanya lebih jauh mengenai kebijakan yang akan dikeluarkan pemerintah untuk membantu beban industri migas dalam menghadapi persoalan tersebut, termasuk dampaknya kepada efisiensi dan pemutusan hubungan kerja (PHK), Bambang tidak menjawab.
Sumber: rmol.co
http://www.pemeriksaanpajak.com
pajak@pemeriksaanpajak.com
Kategori:Berita Pajak
Tinggalkan komentar