
Menurut DPR, kenaikan iuran BPJS Kesehatan bagi PBPU Kelas III akan memberatkan
JAKARTA. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengancam akan menggunakan hak konstitutionalnya bila pemerintah tidak segera merevisi, atau tetap mengimplementasikan Peraturan Presiden (Perpres) nomor 19 tahun 2016 tentang Jaminan Kesehatan. Terutama pasal 16F yang mengatur kenaikan iuran bagi Peserta Bukan Penerima Upah (PBPU) program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
Ketua Komisi IX DPR Dede Yusuf mengatakan, hak konsitusional yang dimaksud adalah hak menyatakan pendapat. Menurut dia, hak konstitusional ini akan diambil bila pemerintah tetap menaikkan iuran PBPU kelas III per 1 April 2016. “Jika Perpres berdampak tidak baik terhadap masyarakat, maka bisa kami teruskan pada hak-hak lain seperti angket dan interpelasi,” ujar dia, akhir pekan lalu.
Menurut Dede, sebelum menaikkan iuran JKN, pemerintah seharusnya melakukan evaluasi terlebih dulu. Tujuannya, agar pokok persoalan yang terjadi di program jaminan kesehatan seperti masalah ketidaksesuaian (mismatch) antara iuran dengan pelayanan kesehatan dapat diatasi.
Dede bilang, pemerintah terlalu terburu-buru mengambil solusi untuk mengurangi mismatch dengan cara menaikkan iuran. Padahal, seharusnya dilakukan audit menyeluruh sehingga akan terlihat penyebab ketidakseimbangan keuangan itu.
Tak jamin pelayanan
Menurut Dede, kenaikkan iuran jaminan kesehatan peserta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan belum menjamin peningkatan pelayanan. Pasalnya, dengan iuran yang berlaku saat ini saja, masih banyak masyarakat yang belum puas.
Sesuai aturan di Perpres 19 tahun 2016, kenaikan iuran bagi peserta PBPU yang akan berlaku awal April untuk ruang perawatan kelas III naik dari Rp 25.500 per orang per bulan menjadi Rp 30.000 per orang per bulan. Untuk kelas II naik dari Rp 42.500 per orang per bulan menjadi Rp 51.000 per orang per bulan. Iuran untuk kelas I naik dari Rp 59.500 per orang per bulan menjadi Rp 80.000 per orang per bulan. “Padahal, peserta PBPU kelas III ini dapat dikatakan masyarakat miskin yang tidak termasuk kelompok peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI),” kata Dede.
Staf Ahli Menteri Kesehatan Donald Pardede bilang, Kementerian Kesehatan tidak bisa berkomentar terlalu banyak mengenai usulan dan rekomendasi DPR ini. Menurut dia, masukan dari DPR itu segera dibahas bersama kementerian dan lembaga terkait. “Senin (21/3) ada diskusi rapat deputi kesehatan menyikapi pandangan-pandangan DPR,” kata Donald.
Catatan saja, dalam rapat kerja Komisi IX DPR dengan Kementerian Kesehatan, Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) dan BPJS Kesehatan pada Rabu (16/3) pekan lalu, Komisi IX DPR telah merekomendasikan pemerintah untuk menunda implementasi Perpres Jaminan Kesehatan.
Keputusan itu didukung oleh anggota DPR delapan fraksi, yaitu Fraksi PDI Perjuangan, Fraksi Nasdem, Fraksi PKB, Fraksi Golkar, Fraksi Demokrat, Fraksi Hanura, Fraksi PPP dan Fraksi PAN. Fraksi PKS dan Fraksi Gerindra malah meminta beleid tersebut dicabut.
Sumber: Kontan
http://www.pemeriksaanpajak.com
Kategori:Berita Pajak
Tinggalkan komentar