Plastik dan BBm akan Jadi Objek Cukai Baru

JAKARTA – Demi menyelamatkan anggaran, pemerintah kian serius memperluas objek kena cukai baru. Kali ini, pemerintah mengkaji pengenaan barang kena cukai baru.

Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan (Kemkeu) Suahasil Nazara mengungkapkan, saat ini pemerintah tengah mengkaji dua  barang sebagai objek cukai baru. Yakni, plastic dan bahan bakar minyak (BBM) seperti bensin dan solar. “Mulai dikaji, baru dimulai,” kata Suahasil, Rabu (23/3).

Menurutnya, rencana pengenaan cukai terhadap dua produk itu dilakukan untuk mengendalikan konsumsi masyarakat.

Suahasil menuturkan, pemerintah mempertimbangkan plastic sebagai calon barang kena cukai baru lantaran dampaknya terhadap lingkungan. Alasanya, proses penguraian plastic membutuhkan waktu lama sehingga  akan berdampak pada perusakan lingkungan.

Adapun BBM, Suahasil bilang hingga kini Kemkeu belum menentukan jenis-jenis BBM yang akan menjadi objek baru. Yang pasti, pemerintah telah menghitung potensi penerimaan cukai  baru ini. Sayangnya, Suahasil enggan merinci besaran potensi penerimaan cukai baru ini.

Di sisi lain, Suahasil menilai, dari hasil kajian sementara pemerintah, pengenaan cukai atas BBM dan plasitk akan berdampak pada kenaikan inflasi. “Tapi dampak pada kenaikan inflasi sangat kecil,” terang Suahasil.

Sebelum kebijakan ini diterapkan, pemerintah akan berkonsultasi dengan DPR seputar rencana penambahan dua objek cukai baru ini pada masa sidang DPR berikutnya di bulan April. Selain itu, pemerintah akan membahas rencana ini dengan  pebisnis.

Maklum, bia merunut ke belakang, pemerintah beberpa kali melontarkan niat untuk menambah objek cukai baru. Pada akhir 2012 misalnya, pemerintah melontarkan rencana untuk menjadikan minuman bersoda dan berpemanis serta monosodium glutamate (MSG) sebagai objek cukai baru.

Namun, hasil kajian pemerintah, khusunya Kementerian Kesehatan berpendapat tidak ada kesumpulan yang menunjukkan produk ini berpengaruh negative kepada kesehatan. Padahal, merujuk UU nomor 39 tahun 2007 tentang Cukai, barang yang bisa dikenakan cukai dan konsumsinya perlu dikendalikan karena berdampak negative bagi masyarakat atau lingkungan hidup. Akibatnya pemakaiannya perlu dikenakan pungutan tambahan demi keadilan dan keseimbangan.

Lebih Efektif

Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo menilai, rencana pengenaan cukai terhadap produk plastic dan BBM sudah tepat. Menurutnya, pungutan cukai untuk produk plastic bakal lebih efektif ketimbang kebijakan kantong plastic berbayar. Sebab, bila dikenakan cukai, pungutannya akan masuk ke kas negara.

Catatan saja, mulai 21 Februari 2016, pemerintah menerapkan kantong plastic berbayar di ritel modern. Konsumen yang berbelanja harus menebus Rp 200 per kantong plastic yang dipakai. Di wilayah lain, seperti di Ambon, dikenakan Rp 5.000 per kantong.

Sebelumnya di akhir Februari 2016 pemerintah juga tengah mengkaji pengenaan pajak karbon ( carbon tax) bagi BBM yang dibeli masyarakat. Pemungutan lainnya berupa dana ketahanan energy (DKE) dari penjualan BBM.

Menurut Prastowo, penerapan cukai pada BBM juga akan lebih efektif ketimbang pungutan DKE. “Tapi alokasi anggaran utnuk program pengembangan lingkungan dan cukai plastic serta program pengembangan energy terbarukan, harus jelas,” kata Prastowo, Rabu (23/3). Prastowo berpendapat, pungutan cukai tidak terlalu besar. Selain itu ditentukan secara nominal rupiah, bukan persentase.

Selain plastic dan BBM, sebelumnya ekonom IMF Ben Bingham mengusulkan cukai baru kepada kendaraan untuk mengendalikan  dan membatasi jumlahnya di jalanan.

Sumber: Kontan

http://www.pemeriksaanpajak.com

pajak@pemeriksaanpajak.com



Kategori:Berita Pajak

Tag:, , , ,

Tinggalkan komentar