Ditjen Pajak Mulai Hitung Tarif PPN E-Commerce

JAKARTA – Pemerintah akan memungut pajak pertambahan nilai (PPN) final dalam setiap transaksi e-commerce, termasuk memungut pajak bagi pelaku usaha yang menggelar layanan dengan menumpang jaringan perusahaan jasa internet lain atau biasa disebut over the top(OTT).

Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Hubungan Masyarakat (P2Humas) Ditjen Pajak Mekar Satria Utama mengatakan, pemerintah berencana memungut PPN secara final. Artinya pungutan PPN tersebut tidak melalui mekanisme pajak masukan dan pajak keluaran sebagaimana mekanisme PPN normal.

Dengan mekanisme PPN final, otomatis tariff yang akan berlaku berbeda dengan PPN normal yang selama in dipatok sebesar 10%. Adapun tariff yang akan berlaku, dilihat dari besaran rata-raa omzet perusahaan e-commerce dan OTT setiap tahunnya. “Tarifnya bisa lebih rendah dari tariff PPN normal, namun tetap akan disertakan dengan tariff normal,” kata Mekar kepada KONTAN, Kamis (31/3).

Di bilang transaksi melalui e-commerce hamper sama dengan transaksi ritel biasa. Selama ini, perusahaan ritel dipungut PPN normal sebesar 10%. Hitungan Ditjen Pajak, jika ritel dikenakan PPN final maka tarifnya menjadi 3%-4,5% dari total omzet setahun. “Kalau e-commerce diasumsikan ritel, maka tarifnya bisa sebesar itu,” tambah Mekar.

Surat edaran Kominfo

Aturan soal tariff dan mekanisme pemungutan pajak sat ini masih digodok oleh pemerintah. Dalam pembahasan itu Ditjen Pajak mengaku saat ini masih terkendala dengan mekanisme dan cara pemungutan pajak terhadap jenis usaha tersebut. Apalagi usaha e-commerce bermacam-macam, mulai dari menjual produknya sendiri hingga menyediakan jasa berupa tempat bagi konsumennya untuk melakukan jual beli (market place). Pengguna e-commerce juga sangat beragam dan tersebar luas.

Hingga saat ini rencana pungutan PPN final masih dalam proses kajian oleh Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemkeu. Namun Kepala Pusat Kebijakan Pendapatan Negara BKF Kemkeu Goro Ekanto belum mau memberikan kepastian kapan rencana kebijakan ini akan diberlakukan.

Pengamat Perpajakan Universitas Pelita Harapan (UPH) Ronny Bako mengatakan, jika pemerintah akan menerapkan PPN final untuk transaksi e-commerce, akan lebih baik dibuat klasifikasi per jenis produk. Sebab jika pajak dipukul rata akan memberatkan konsumen.

Agar tidak memberatkan konsumen, pemerintah bisa memungut tariff rata tetapi lebih rendah, misalnya 2,5%. Sebab jika kemudian dikenakan tariff yang tinggi dikhawatirkan konsumen akan beralih menggunakan transaksi non e-commerce.

Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara bilang, Kamis (31/3) pihaknya sudah mengirim surat edaran ke perusahaan- perusahaan OTT internasional. Surat itu memberitahukan akan dikeluarkannya kebijakan keharusan presensi atau kehadiran perusahaan, seperti Google dan Facebook di Indonesia.

Menurutnya, kebijakan yang mewajibkan perusahaan e-commerce asing memiliki Badan Usaha Tetap (BUT) di dalam negeri akan diatur lewat Peraturan Menteri Kominfo. “Aturan itu melalui proses konsultasi public terlebih dahulu dan membahas masa transisi,” katanya.

Sumber: Kontan

http://www.pemeriksaanpajak.com

pajak@pemeriksaanpajak.com



Kategori:Berita Pajak

Tag:, , , ,

Tinggalkan komentar