Pemerintah didesak terus meningkatkan penerimaan pajak dari sektor Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Potensi penerimaan perpajakan seharusnya bisa mencapai lebih dari Rp 1.000 triliun per tahun. Saat ini, baru BUMN sekelas Pertamina yang mampu menyetor pajak Rp 71,62 triliun. Jumlah ini menjadikan Pertamina sebagai salah satu dari 24 pembayar pajak terbesar pada 2015.
Karena itu, pemberantasan penyalahgunaan perpajakan menjadi prioritas utama yang harus dilakukan pemerintah, mengingat dampaknya terhadap penerimaan negara yang merupakan modal utama untuk membiayai pembangunan nasional.
Guru besar tidak tetap Fakultas Hukum Universitas Diponegoro (Undip) Semarang, R Widyo Pramono menjelaskan, salah satu ciri sistem pemungutan pajak di Indonesia adalah self assessment system, yakni sistem pemungutan pajak yang memberikan kepercayaan kepada masyarakat atau wajib pajak, untuk memperhitungkan dan melaporkan sendiri jumlah pajak yang terutang.
“Keberhasilan dan kegagalan di bidang pajak sangat dipengaruhi oleh wajib pajak. Sistem ini, memandang wajib pajak sebagai subjek dan bukan objek,” katanya.
Secara terpisah, Menkeu Bambang Brodjonegoro menyatakan, pemerintah selalu mengapresiasi kepada individu dan badan-badan usaha yang membayar pajak terbesar sebagai bentuk dukungan dan dorongan, agar bisa membudaya di setiap individu dan pelaku usaha.
Pada 2015, kontribusi wajib pajak yang terdaftar di Kanwil DJP Wajib Pajak Besar mencapai Rp 338,85 triliun atau hampir 32% dari total penerimaan pajak nasional.
Ditemui usai menerima penghargaan tersebut, Direktur Keuangan Pertamina Arief Budiman mengaku bangga dengan apresiasi yang diberikan pemerintah kepada Pertamina.
“Ini menjadi salah satu bukti komitmen kami dalam berkontribusi maksimal bagi pembangunan bangsa melalui pembayaran pajak sesuai dengan ketentuan yang berlaku,” ujarnya
Sumber: rmol.co
http://www.pemeriksaanpajak.com
Pemerintah didesak terus meningkatkan penerimaan pajak dari sektor Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Potensi penerimaan perpajakan seharusnya bisa mencapai lebih dari Rp 1.000 triliun per tahun. Saat ini, baru BUMN sekelas Pertamina yang mampu menyetor pajak Rp 71,62 triliun. Jumlah ini menjadikan Pertamina sebagai salah satu dari 24 pembayar pajak terbesar pada 2015.
Karena itu, pemberantasan penyalahgunaan perpajakan menjadi prioritas utama yang harus dilakukan pemerintah, mengingat dampaknya terhadap penerimaan negara yang merupakan modal utama untuk membiayai pembangunan nasional.
Guru besar tidak tetap Fakultas Hukum Universitas Diponegoro (Undip) Semarang, R Widyo Pramono menjelaskan, salah satu ciri sistem pemungutan pajak di Indonesia adalah self assessment system, yakni sistem pemungutan pajak yang memberikan kepercayaan kepada masyarakat atau wajib pajak, untuk memperhitungkan dan melaporkan sendiri jumlah pajak yang terutang.
“Keberhasilan dan kegagalan di bidang pajak sangat dipengaruhi oleh wajib pajak. Sistem ini, memandang wajib pajak sebagai subjek dan bukan objek,” katanya.
Secara terpisah, Menkeu Bambang Brodjonegoro menyatakan, pemerintah selalu mengapresiasi kepada individu dan badan-badan usaha yang membayar pajak terbesar sebagai bentuk dukungandan dorongan, agar bisa membudaya di setiap individu dan pelaku usaha.
Pada 2015, kontribusi wajib pajak yang terdaftar di Kanwil DJP Wajib Pajak Besar mencapai Rp 338,85 triliun atau hampir 32% dari total penerimaan pajak nasional.
Ditemui usai menerima penghargaan tersebut, Direktur Keuangan Pertamina Arief Budiman mengaku bangga dengan apresiasi yang diberikan pemerintah kepada Pertamina.
“Ini menjadi salah satu bukti komitmen kami dalam berkontribusi maksimal bagi pembangunan bangsa melalui pembayaran pajak sesuai dengan ketentuan yang berlaku,” ujarnya
Sumber: rmol.co
http://www.pemeriksaanpajak.com
Kategori:Berita Pajak
Tinggalkan Balasan