
Swasta masih menahan ekspansi dan utang sehingga impor barang modal per Maret turun
JAKARTA. Pelambatan ekonomi dalam negeri membuat aktivitas swasta melemah. Hal ini tercermin dari turunnya impor barang modal dan melemahnya posisi utang luar negeri (ULN) swasta.
Bank Indonesia (BI) mencatat, posisi ULN swasta per akhir Februari 2016 mencapai sebesar US$ 164,63 miliar. Jumlah tersebut turun 0,7% dibanding posisi ULN periode yang sama tahun sebelumnya. Dibandingkan posisi Januari 2016 yang sebesar US$ 164,62 miliar, juga lebih rendah.
Tren pelambatan utang luar negeri swasta sebenarnya sudah terlihat sejak Juni 2015. Walau melambat, namun nilainya dibandingkan utang public masih mendominasi, yaitu mencapai 52,8% dari total ULN nasional. Utang swasta pada akhir Februari 2016 masih terkonsentrasi di sektor keuangan, industry pengolahan, pertambangan, serta listrik, gas dan air bersih.
Sementara ULN sektor public meningkat 9,0% (yoy) sehingga posisinya pada akhir Februari 2016 menjadi US$ 146,9 miliar. Jumlah itu mencapai 47,2% dari total ULN.
Dalam laporannya BI memandang perkembangan ULN Februari 2016 masih cukuo sehat. Namun, BI akan terus mewaspadai risikonya terhadap perekonomian. Ke depan, BI akan terus memantau perkembangan ULN, khususnya sektor swasta. Hal ini untuk memberikan keyakinan bahwa ULN dapat berperan optimal mendukung pembiayaan pembangunan tanpa menimbulkan risiko bagi stabilitas makreoekonomi.
Tahan ekspansi
Ekonom Bank Central Asia (BCA) David Samual mengatakan, penurunan utang luar negeri swasta menahan ekspansi. Swasta masih wait and see, menunggu ekonomi lebih stabil. Menurut David, pengusaha khawatir kenaikan utang ekpansi tidak diimbangi peningkatan permintaan.
Ini seiring dengan data Badan Pusat Statistik (BPS) yang mencatat penurunan impor barang modal, juga bahan baku dan penolong pada kuartal pertana sejak tiga tahun terakhir. “Suplemen ekspansi mereka selain dari modal yang disetor, juga dari utang. Kalau ekonomi melambat, mereka khawatir kelebihan kapasitas,” kata David, Senin (18/4).
David meyakini sektor wasta baru bergerak pada semester kedua mendatang, hal itu seiring perkiraan perbaikan pertumbuhan ekonomi. Namun untuk itu peran pemerintah dalam menambah pembiayaan diperlukan sebagai lokomotif mendorong ekonomi di awal tahun.
Langkah swasta menahan ekspansi dibenarkan Ketua Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Ade Sudrajat Usman. Menurutnya, kondisi pasar yang masih belum kondusif membuat sejumlah perusahaan menahan ekspansi. Pengusaha masih menunggu dan melihat atas kondisi ekonomi dalam negeri.
Menurutnya pengusaha akan menahan ekspansi hingga akhir tahun. Sebab sampai saat ini belum ada tanda-tanda membaiknya permintaan pasar. Dengan begitu pengusaha tidak akan menambah kebutuhan barang modal dan bahan baku dan memilih menggunakan cadangan bahan baku.
Hal yang sama dikatakan Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Haryadi Sukamdani. Dia mengatakan, saat ini pengusaha melihat geliat ekonomi baik di dalam maupun luar negeri tidak terlalu atraktif.
Kondisi itu menimbulkan kekhawatiran perlambatan pertumbuhan ekonomi kuartal pertama yang lebih dalam. Menurut Haryadi, walau ada peningkatan substitusi bahan baku penolong , namun tidak sebesar penurunan yang terjadi. “Memang ada tren penggunaan barang substitusi impor ke dalam negeri, namun saya belum bisa mengkonfirmasinya,” katanya.
Ketua Umum Gapmmi Adhi S Lukman juga menilai, pasokan barang modal dari dalam negeri saat ini masih kecil seperti mesin untuk kemasan. Sedangkan barang modal besar masih impor.
Sebelumnya BPS melaporkan impor barang modal pada tiga bulan pertama tahun ini turun 18,21% menjadi US$ 5,3 miliar dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Bahkan menurut catatan BPS penurunan impor terjadi sejak 2013. Penurunan impor kali ini menjadi yang terburuk.
Impor bahan baku dan bahan baku penolong di Januari-Maret 2016 juga menunjukkan penurunan sebesar 15,21% dibandingkan periode yang sama tahun 2015
Sumber: KONTAN
http://www.pemeriksaanpajak.com
Kategori:Berita Pajak
Tinggalkan komentar