Aparat Hukum Incar Konglomerat Hitam

KPK membidik konglomerat yang berkaitan dengan penyelenggara negara

JAKARTA. Aparat penegak hukum di Indonesia, yaitu Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kepolisian, Kejaksaan Agung (Kejagung), serta Badan Intelijen Negara (BIN) seakan berlomba mengejar konglomerat hitam yang terlibat kasus korupsi dan suap.

KPK membidik Sugianto Kusumo alias Aguan, konglomerat pemilik Agung Sedayu Group dalam perkara dugaan suap reklamasi Teluk Jakarta. Aguan sudah dua kali diperiksa penyidik KPK dan dicegah bepergian keluar negeri sejak awal April 2016. Aguan diduga mengetahui dan terkait dalam perkara suap itu karena PT Kapuk Naga Indah, perusahaan milik Agung Sedayu mendapatkan proyek reklamasi Teluk Jakarta.

Pekan lalu giliran BIN, Polri dan Kejagung yang menyeret dua buronan korupsi yaitu Samadikun Hartono dan Hartawan Aluwi kembali ke tanah air. Samadikun yang merupakan pemegang saham pengendali Bank Modern adalah buronan kasus korupsi Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI). Sedang Hartawan merupakan pemegang saham PT Antaboga Delta Sekuritas, yang menjadi terpidana dalam perkara Bank Century.

KPK juga menangkap tangan Edy Nasution, Panitera atau Sekretaris Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang diduga menerima suap pengajuan Peninjauan Kembali (PK) perkara gugatan perdata antara Astro dan Grup Lippo.

Menurut Pelaksana harian (Plh) Humas KPK Yuyuk Andrianti Iskak, kasus ini bisa saja menyeret ke pemilik perusahaan. Apalagi KPK saat ini memang fokus membidik konglomerat yang berhubungan dengan penyelenggara negara atau aparat penegak hukum. Dalam kasus ini, biasanya pihak swasta menyuap penyelenggara negara untuk memuluskan bisnisnya.

KPK mengaku bakal lebih galak ke swasta yang terbukti melakukan suap. “Kalau kasusnya bisa dikembangkan ke pemilik grup, tentu sangat dimungkinkan,” ujar Yuyuk ke KONTAN, Minggu (24/4).

Sementara itu Kapolri Badrodin Haiti juga mengaku bakal terus melakukan upaya penangkapan buronan di luar negeri. “Kami tetap bekerja,” ujar dia, Jumat (21/4).

Hingga saat ini Kepolisian dibantu Interpol masih terus mengejar sejumlah buron yang berada di luar negeri, seperti Djoko Tjandra, Edi Tansil dan Anton Tantular. Badrodin mengaku untuk memburu buronan kelas kakap tidaklah mudah.

Salah satu kendala adalah belum adanya perjanjian ekstradisi. Ia mencontohkan, di Singapura, pejabat kepolisian Indonesia atau Interpol tidak bisa langsung menangkap buron tanpa melakukan komunikasi dengan pihak otoritas Singapura.

Untuk itu, kepolisian melakukan upaya deportasi dari pemerintah negara setempat hingga buron dianggap illegal tinggal di negara tersebut. Dengan begitu, penangkapan akan lebih mudah.

Sumber: Kontan

http://www.pemeriksaanpajak.com

pajak@pemeriksaanpajak.com



Kategori:Berita Pajak

Tag:, , , , , , , , , , , , , , ,

Tinggalkan komentar