JAKARTA – Gelombang aksi demonstrasi yang dilakukan para buruh dalam peringatan hari buruh internasional 1 Mei lalu tak membuat Pemerintah bergeming. Pasalnya, Pemerintah tak mengabulkan tuntutan para buruh untuk mencabut Peraturan Pemerintah (PP) nomor 78 tahun 2015 tentang Pengupahan.
Menteri Ketenagakerjaan M Hanif Dhakiri mengakui regulasi yang ada belum mampu memenuhi seluruh keinginan buruh. Namun, kata dia, regulasi yang berlaku saat ini merupakan keputusan terbaik yang bisa diambil guna menjawab dinamika hubungan industrial yang selalu diwarnai dengan perbedaan antara buruh dan pengusaha.
Menurut Hanif, Pemerintah bertanggungjawab untuk menjaga keseimbangan kepentingan seluruh pihak yang terlibat dalam bidang ketenagakerjaan. “Kami ingin buruh makin sejahtera. Kami juga ingin agar dunia usaha terus tumbuh dan berkembang,” katanya, kemarin.
Hanif menambahkan, beleid yang diteken akhir 2015 itu juga diyakini sebagai keputusan terbaik saat ini untuk melindungi kepentingan bersama antara buruh, pengusaha dan para pencari kerja. Pemerintah, kata Hanif, berupaya meringankan beban pekerja lewat berbagai kebijakan jaminan social yang manfaatnya terus ditingkatkan.
Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal bilang, sistem pengupahan baru yang diatur dalam PP Pengupahan telah menghilangkan hak-hak buruh. “Bahkan kebijakan itu berbenturan dengan kebijakan yang lainnya,” kata Said.
Dalam PP tentang pengupahan diatur besaran kenaikan upah minimum yang dihitung berdasarkan dua faktor utama, yakni inflasi dan pertumbuhan ekonomi. Secara rata-rata, maka kenaikan upah sangat kecil, sekitar 10%-12%. Karenanya, Said bilang, buruh akan terus menolak aturan pengupahan dan berupaya agar pemerintah mengembalikan ke skema yang lama melalui perundingan tripartit.
Sumber: Kontan
http://www.pemeriksaanpajak.com
Kategori:Berita Pajak
Tinggalkan komentar