Ramai-ramai Minta Diskon Harga Gas

JAKARTA – Keputusan pemerintah menurunkan harga gas untuk industri pupuk, petrokimia, oleokimia, baja, keramik, kaca dan sarung tangan karet, mengundang kecemburuan sektor lain. Ada beberapa sektor industri lain meminta perlakuan kebijakan yang sama.

Sebagaimana diketahui, pemerintah lewat Peraturan Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 16/2016 tentang Tata Cara Penetapan Harga Gas Industri telah memangkas harga gas bagi sektor industri tertentu dan mendongkrak daya saing. Tapi aturan yang berlaku surut mulai Januari 2016 tersebut hanya berlaku untuk tujuh sektor industri tersebut.

Untuk itu, Ade Sudrajat Usman, Ketua Asosisasi Pertekstilan Indonesia (API) berharap, diskon harga tersebut juga diberikan ke sektor industri lain termasuk industri tekstil. “Jika harga gas bisa turun maka produk kami bisa kompetitif dibanding produk impor,” terang Ade kepada KONTAN, Minggu (17/7).

Menurut Ade, sektor industri tekstil membutuhkan gas di sektor hulu. Jika harga produksi tekstil di hulu turun, maka harga tekstil di hilir juga bisa turun. Salah satu kegunaan gas bagi sektor industri adalah untuk bahan bakar pembangkit listrik. “Rata-rata biaya untuk gas bisa sampai 27% dari struktur biaya produksi kami,” alasan Ade.

Permintaan penurunan harga gas juga diajukan Adhi S Lukman, Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia (GAPMMI). Adi beralasan, penurunan harga gas akan menurunkan biaya produksi. “Turunnya harga gas akan meningkatkan daya saing industri,” kata Adhi kepada KONTAN,kemarin.

Menurut Adhi, komponen pengeluaran untuk gas berkontribusi 8%-12% dari total biaya produksi. Adapun produk makanan yang paling banyak membutuhkan gas adalah  industri yang memproduksi biskuit. “Harapan kami harga gas sesuai target presiden, yakni senilai US$ 6 per mmbtu,” jelas Adhi.

Meski harga gas untuk industri makanan dan minuman bisa turun, Adhi memproyeksikan tak banyak berpengaruh bagi pertumbuhan sektor industri makanan dan minuman. Asal tahu saja, pada kuartal I-2016, industri makanan tumbuh 17,5% dan kuartal II -2016 tumbuh 8%. “Harapannya di semester kedua industri makanan dan minuman tumbuh di atas 8%,” kata Adhi.

Dinilai salah sasaran

Desakan penurunan harga gas juga dilakukan Asosiasi Pulp dan Kertas Indonesia (APKI). “Konsumsi gas oleh industri kertas nomor satu di tahun 2015, sebanyak 270 MMSCFD,” kata Yuki Wardana, Ketua Komite Bahan Baku APKI Jumat (15/7).

Merujuk data Forum Industri Pengguna Gas Bumi, saat ini industri kertas tercatat sebagai konsumen gas terbesar. Liana Bratasida, Executive Director APKI menambahkan, penurunan harga gas bisa menurunkan biaya produksi. “Sebagai gambaran, selama ini, jika harga gas naik US$ 1, biaya produksi kertas naik US$ 18 (per ton). Jadi besar sekali efeknya,” kata Liana.

Forum Industri Pengguna Gas Bumi (FIPGB) memandang, aturan harga gas salah sasaran. “Kami ingin harga turun di titik serah, bukan harga di kontraktor,” kata Ahmad Safiun, Ketua Forum Industri Pengguna Gas Bumi di Gedung Kementerian Perindustrian, Rabu (13/7). Menurutnya, apabila salah sasaran maka aturan tersebut tidak efektif memberi stimulus bagi industri.

Penulis: Pamela Sarnia

Sumber: Harian Kontan, 18 Juli 2016

http://www.pengampunanpajak.com

info@pengampunanpajak.com



Kategori:Berita Pajak

Tag:, , , , , , , ,

Tinggalkan komentar