
Penghentian pidana kasus pajak bisa memunculkan terjadinya moral hazard petugas pajak
JAKARTA. Penghentian seluruh pemeriksaan dan penyelidikan pidana pajak diyakini akan menarik lebih banyak masyarakat mengikuti kebijakan pengampunan pajak atau tax amnesty.
Langkah ini menurut Kepala Badan Kebijakan FIskal (BKF) Kementerian Keuangan Suahasil Nazara tidak akan mempengaruhi target penerimaan pajak tahun ini. Penghentian ini, bagi pemerintah, justru mendorong peningkatan penerimaan pajak melalui program pengampunan pajak.
Menurut Suahasil, penghentian pemeriksaan justru memberikan kesempatan kepada pihak yang sedang diperiksa, atau diselidiki ikut tax amnesty. Mereka akan diuntungkan dengan kebijakan ini, daripada proses pemeriksaan diteruskan. Jika terbukti, wajib pajak harus membayar denda administrasi. “Justru Negara berpeluang segera mendapatkan yang tembusan dalam program tax amnesty,” katanya, Selasa (2/8)
Jika proses pemeriksaan dan penyelidikan tetap dilakukan, belum tentu hasilnya diperoleh tahun ini. Mengingat proses hukum membutuhkan waktu yang cukup lama sampai memiliki kekuatan hukum tetap oleh pengadilan.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan Undang-Undang (UU) Pengampunan Pajak menyebutkan proses pidana pajak yang boleh dihentikan hanyalah yang masih dalam tahap pemeriksaaan dan penyelidikan. Sementara untuk kasus pajak yang statusnya sudah lengkap atau P-21, apalagi sudah memasuki persidangan tidak akan bisa dihentikan.
Menurutnya, setiap perkara yang sudah masuk proses penyidikan, berkas perkara sudah lengkap dan buktinya sudah sangat kuat. Jika kasus yang sudah masuk proses penyidikan, berkas perkara sudah lengkap dan buktinya sudah sangat kuat. Jika kasus yang sudah masuk proses penyidikan dan pengadilan dihentikan, ini bisa berpotensi mengurangi penerimaan Negara dari sanksi administrasi.
Bisa ada negosisi
Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation (CITA) Yustinys Prastowo memandang positf langkah pemerintah menghentikan pemeriksaan dan penyelidikan pidana pajak. “Itu konsekuensi memberikan pengampuan, harus ada kesempatan bagi wajb pajak (WP) dan jaminan kenyamanan,” katanya.
Logikanya, dengan pengampunan pajak, harus diikuti juga dengan moratorium law enforcement. Yustinus menilai, langkah ini menjadi cirri khas Sri Mulyani dan menurutnya pemerintah kan berlaku keras setelah program tax amnesty selesai.
Hanya saja, yang menjadi kekhawatiran Yustinus adalah terjadi moral hazard di petugas pelaksana pajak pada saa memustuskan penghentian. “Bukan dalam rangka penegahan hukum untuk mendapatkan penerimaan Negara, tapi menegosiasikan kepada wajib pajak atas bahan pemeriksaan yang didapat,” kata Yustinus.
Bentuk moral hazard lainnya, kata Yustinus, juga terasa dari adanya kesan adu balap di sejumlah Kantor Pajak (KPP), mana lebih cepat antara pemeriksaan atau tax amnesty. Adu balap seperti ini, tidak sehat.
Sebab itu, dia meminta pemerintah memperketat pengawasan melekat dan membuat standar baku yang transparan dan diketahui public seputar penghentian pemeriksaan. Apalagi saat ini masih banyak perbedaan penafsiran di lapangan. “Penerapannya di lapangan masih rumit, tidak seperti asumsi,” ujarnya.
Sumber : pengampunanpajak.com
http://www.pemeriksaanpajak.com
Kategori:Pengampunan pajak
Tinggalkan komentar