JAKARTA – Kebijakan pemerintah di sektor pangan yang kerap berubah-ubah berdampak pada bisnis para importer sejumlah komoditas pangan strategis. Umumnya, kebijakan ini berbanding lurus dengan geliat bisnis para importer di dalamnya.
Tengok saja, kebijakan impor jagung yang mulai tahun 2016 ini diubah secar signifikan oleh Kementerian Pertanian (Kemtan) membuat para importer jagung berguguran. Apalagi, kebijakan ini telah terlegitimasi dengan terbitnya Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomorr 20/M-DAG/PER/3/2016 tentang Ketentuan Impor Jagung.
Intinya, impor jagung untuk pakan ternak yang semula terbuka bagi swasta diserahkan sepenuhnya kepada perum Bulog atas rekomendasi dari pemerintah. Sedangkan impor jagung untuk pemenuhan kebutuhan pangan hanya dapat dilakukan oleh perusahaan pemilik Angka Pengenal Impor-Umum (API-U) atau Angka Pengenal Impor-Produsen (API-P).
Ketua Umum Gabungan Perusahaan Makanan Ternak (GPMT) Sudirman mengatakan, akibat kebijakan pemerintah ini, akibat kebijakan pemerintah ini, banyak importer jagung yang menutup usaha mereka karena tak bisa punya wewenang lagi untuk impor. Beberapa importer tersebut umumnya masih terkait dengan perusahaan pakan ternak. “Kami tentu akan mengikuti ketentuan dari pemerintah. Jika nanti ada kekurangan pasokan jagung, kami siap member masukan agar aturannya disesuaikan,” ujarnya pada KONTAN, Selasa (2/8).
Di semester I-2016, industry pakan telah menghitung kebutuhan jagung untuk bahan baku sebanyak 1,5 juta ton. Bulog sendiri telah menyampaikan surat kepada pemerintah untuk ditindaklanjuti. Ketiadaan impor jagung ini berdampak pada kenaikan harga jagung local di tingkat petani dari sebelumnya Rp 3.10 per kilogram (kg) menjadi Rp 3.800 per kg.
Tak hanya swasta yang kena imbas dari kebijakan ini. Perum Bulog pun juga kena getahnya. Direktur Utama Perum Bulog Djarot Kusumayakti menyebut bahwa keberadaan Bulog menjadi tidak terarah lantaran banyak penugasan impor pangan demi menjaga stabilitas harga. Padahal, Bulog sendiri mengaku memiliki keterbatasan infrastruktur gudang serta jaringan di luar negeri.
Makanya, dari banyak penugasan yang diberikan kepada Bulog tahun ini, tingkat keberhasilannya masih minim. Djarot bilang, kinerja Bulog dalam penugasan tidak maksimal karena waktu penugasan datang mendadak serta kesiapan kurang, terutama menghadapi fluktuasi harga pangan local.
Importir Daging Tumbuh
Kondisi terbalik justru menghampiri importer daging sapi. Kepanikan pemerintah untuk menurunkan harga daging sapi telah membuat lebih dari 50.000 ton izin impor daging sapi dikeluarkan. Bahkan, belakangan pemerintah kembali membuka impor daging jeroan untuk swasta.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Importir Daging Indonesia (Aspidi)Thomas Sembiring menyebut, kebijakan ini berdampak pada pertumbuhan bisnis importer daging. Kendati begitu, dia mengaku tak mudah menjadi importer daging sapi dadakan. “Sebab, bisnis ini butuh investasi yang tidak sedikit,” tuturnya.
Maklum, importer harus memiliki gudang pendingin, mobil angkut berpendingin, dokter hewan, dan merekrut sumber daya manusia professional bidang peternakan.
Thomas belum tahu jumlah perusahaan importer daging sapi setelah impor dibuka Juni lalu. Namun, dia memastikan para importer ini akan membuat harga daging sapi turun dalam jangka panjang. Sebab, akan ada persaingan harga ketat dan itu menguntungkan konsumen.
Penulis: Noverius Laoli, Adisti Dini Indreswari
Sumber : KONTAN
http://www.pemeriksaanpajak.com
Kategori:Berita Pajak
Tinggalkan komentar