Pengembang menanti kepastian uang muka murah untuk KPR.
Untuk merangsang pertumbuhan pasar property, Bank Indonesia (BI) berencana melakukan relaksasi dengan menaikkan kembali plafon pemberian kredit atau loan to value (LTV) untukkredit kepemilikan rumah (KPR). Kabarnya, Agustus ini beleid anyar LTV akan dirilis.
Data Survei Harga Properti Residensial BI Menyebut, faktur utama penghambat pertumbuhan bisnis property adalah suku bunga KPR, uang muka rumah, kenaikan harga bangunan, serta perizinan dan pajak. Pada data yang sama disebutkan, penjualan property melambat juga tercermin dari rendahnya penyaluran kredit perbankan.
Alhasil, hingga semester I-2016, penyaluran kredit hanya tumbuh satu digit. Padahal, pemerintah menargetkan pertumbuhan KPR bisa mencapai dua digit tahun ini. Data statistic moneter dan fiscal Bank Indonesia (BI) menunjukkan, kredit perbankan pada paruh pertama tahun ini meningkat 8,5% dari periode sama tahun lalu.
Pertumbuhan kredit tersebut salah satunya ditopang kredit property yang mulai naik. Masih merujuk data BI, segmen KPR dan kredit pemilikan apartemen (KPA) tumbuh sejalan dengan kenaikan kredit bank secara umum, yakni 8%. Namun angka ini lebih baik dari perumbuhan KPR dan KPA Juni 2015 yang sebesar 7,8%.
Untuk mengejar pertumbuhan pasar property double digit, BI segera merevisi aturan LTV alias batas maksimum pinjaman yang dapat dikucurkan oleh perbankan untuk KPR. Harapannya, uang muka alias down payment (DP) menjadi lebih murah.
Dalam beleid terbaru LTV, BI akan melonggarkan :pertama, calon pembeli rumah tapak pertama dengan tipe di atas 70 m2 di bank konvensional, bisa mendapat pembiayaan hingga 85% dari harga jual rumah. Plafon kredit ini naik dari sebelumnya hanya 80%. Dengan begitu, calon nasabah KPR bank tinggal menyiapkan DP atas kreditnya hanya 15% dari semula. 20%.
Kedua, BI menghapus larangan pemberian KPR untuk rumah inden kedua. Syaratnya: kredit bank bisa mengucur jika bangunan sudah setengah jadi. Dan, kredit diberikan secara bertahap. Semisal, pencairan 40% kredit bank jika rumah sudah ada pondasi. Kredit baru cair 100% bila akta jual beli (AJB) dan akta pemberian hak tanggunan (APHT) sudah diteken.
Belum revisi target
Sejatinya, rencana pelonggaran LTV ini direspons positif pelaku perbankan dan pengembang property. Direktur Konsumer dan Ritel Bank Negara Indonesia (BNI) Anggoro Eko Cahyo mengatakan, pelonggaran LTV KPR akan meningkatkan permintaan untuk rumah pertama karena kebanyakan debitur kelas menengah merasa berat membayar DP tinggi. BNI sendiri membidik KPR bernilai Rp 300 juta-Rp 500 juta. “segmen kelas menengah ini banyak yang akan mencairkan kredit,”katanya.
Memang, aturan LTV terbaru ini akan benar-benar menjadi pemicu terdongkraknya kembali sektor property yang sempat Slow down tahun lalu. Bagi konsumen, ini menjadi momen yang tepat untuk membeli rumah karena uang muka semakin terjangkau. Lagipula, sejumlah bank pemain KPR pun sedang menyiapkan strategi bunga KPR satu digit.
Nah, kombinasi DP rendah plus bunga miring diharapkan bisa membuat permintaan KPR melesat. Pasalnya, relaksasi rasio pinjaman juga bakal berdampak positif pada perbankan. Sebab, kebijakan tersebut juga berpotensi memperlancar aliran kas perbankan.
Direktur Konsumer Bank Central Asia (BCA) Henry Koenaifi bilang, BCA menunggu aturan pelonggaran LTV pada kredit perumahan, khususnya relaksasi penerpan KPR inden untuk rumah kedua. BCA menargetkan, pertumbuhan KPR sebesar 8%-10% menjadi Rp 63,72 triliun-Rp 64,9 triliun di akhirtahun ini.
Wakil Ketua Umum Bidang Komunikasi dan Pengembangan Usaha Real Estate Indonesia (REI) Theresia Rustandi menilai, DP murah dan suku bunga rendah sangat membantu konsumen ketika membeli rumah.
Selama ini hambatan konsumen membeli rumah adalah uang muka mahal dan suu bunga perbankan yang membuat cicilan kredit per bulan tinggi. “REI sangat menantikan DP kredit rumah bisa 10% dari yang sekarang berlaku 15%,”harapnya.
Theresia menuturkan, REI juga berharap regulator membolehkan KPR inden untuk rumah kedua dan selanjutnya. Ini akan sangat berdampak pada pasar property yang akan kembali bergairah. Maklum, konsumen bisa lebih leluasa membeli rumah inden yang harganya lebih murah. Tak ayal, dengan pertumbuhan ekonomi yang terus menggeliat, pelaku usaha sektor property juga optimistis penjualan rumah akan kembali menanjak.
Kendati aturannya masih digodok, Harun Hajadi, Managing Director PT Ciputra Development (CTRA) mengamini bahwa DP murah berdampak positif terhadap bisnis property yang tengah lesu darah. Dengan DP rendah, tentunya pangsa pasar menjadi lebih luas. “Problem pembeli rumah tinggal itu ada di DP-nya. Ketika DP-nya turun, kami berharap pasarnya akan mampu beli, “jelasnya.
Meski demikian, sejauh ini pengembang property belum akan merevisi target penjualan. Sebab, sebelumnya target sudah ditetapkan sesuai belanja modal perusahaan. Harun memaparkan, untuk residensial target whole grup sekitar Rp 11,2 triliun. Rinciannya, untuk CTRA Rp 9,1 triliun dan PT Ciputra Surya Tbk (CTRS) senilai Rp 3,1 triliun.
Setali tiga uang dengan PT Modernland Realty Tbk yang juga tak merevisi target penjualan tahun ini. Sekretaris Perusahaan PT Modernland Realty Tbk Cuncun Wijaya beralasan, sampai saat ini pengembang property masih mempertahankan target awal. Alasannya, beleid implementasi penurunan rasio kredit belum resmi dikeluarkan BI. “Masih mengejar target sebelumnya, kami lebih optimistis saja,”ujar Cuncun.
Tahun ini, perseroan menargetkan marketing sales sebesar Rp 4,2 triliun atau naik 32,5% dari realisasi tahun lalu sebesar Rp 3,17 triliun. Besaran itu bakal ditopang oleh penjualan residensial dengan porsi 71% atau setara dengan Rp 3 triliun dan penjualan lahan industry sebesar Rp 1,2 triliun, Tahun 2016, residensial masih focus di Jakarta Garden City.
Sumber: tabloid Kontan 15-21 agt 2016
http://www.pemeriksaanpajak.com
pajak@pemeriksaanpajak.com
Kategori:Berita Pajak
Tinggalkan komentar