JAKARTA – Kekuatan otot Bank Indonesia (BI) tengah diuji untuk memompa gairah penyaluran kredit perbankan di Tanah Air. Maklum, kredit bank terus melambat dan Cuma tumbuh 8,78% di semester pertama tahun ini.
Resep terbaru, BI menaikkan rasio batas bawah rasio pinjaman terhadap pendanaan bank atau loan to funding ratio (LFR) menjadi 80% dari sebelumnya 78%. Sedangkan maksimal batas atas LFR tetap 92%. Beleid yang berlaku 24 Agustus 2016 ini tertuang dalam Surat Edaran BI Nomor 18/18/DKMP.
BI mencatat, saat ini 34 bank yang memiliki LFR di bawah 78%. Harapannya, aturan baru ini akan memaksa bank mendongkrak kreditnya agar memenuhi batas LFR kalau tidak ingin terkena denda.
Direktur Eksekutif Departemen Kebijakan Makro Prudensial BI Filianingsih Hendarta menyatakan, BI terus berupaya mendorong fungsi intermediasi perbankan. “Tentunya upaya mendorong kredit juga diimbangi dengan kehati-hatian,” ujar dia kepada KONTAN, Rabu (24/8).
Sebelumnya, BI juga sudah merilis serangkaian kebijakan moneter untuk menstimulasi permintaan kredit, Ambi contoh, penurunan BI rate hingga tiga kali di tahun ini. Bank Sentral juga mengubah bunga acuan menjadi BI 7 days reverse repo rate, serta akan melonggarkan loan to value (LTV) kredit properti.
Direktur Wholesale Banking Bank Permata Anita Siswadi, menilai, beleid baru ini bakal membantuk pertumbuhan kredit perbankan. “Bank akan distimulasi menaikkan LFR,” ujar Anita.
Tahun ini, permintaan kredit memang lemah. Itu pula sebabnya, BI merevisi target pertumbuhan kredit bank menjadi hanya 7%-9% dari semula 10%-11%.
Kendati begitu, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) masih yakin kredit bank tahun ini masih bisa tumbuh dua digit, antara 11%-12%. Proyeksi OJK ini berdasarkan hasil kompilasi Rencana Bisnis Bank (RBB) dari seluruh bank, termasuk hasil revisi di paruh pertama tahun ini. “Kalau BI mungkin menilai dari waktu ke waktu dengan melihat perkembangan yang ada,” kata Nelson.
Menurut Deputi Gubernur BI Perry Warjiyo, alasan BI merevisi pertumbuhan kredit lantaran belum kuatnya permintaan kredit akibat revisi pertumbuhan ekonomi. “Hal ini juga karena lending standard dari bank yang masih konservatif akibat persepsi risiko kredit yang meningkat,” ujar Perry, kemarin.
Sejumlah bank optmistis peluang menggeber kredit masih terbuka. Bank Negara Indonesia (BNI) contohnya, yakin bisa menggapai pertumbuhan kredit hingga 20% di tahun ini. Kata Rico Rizalk Budidarmo, Direktur Keuangan dan Risiko Kredit BNI yang menjadi andalan BNI adalah sektor business banking dan kredit konsumsi.
Bank Mandiri, yang sudah merevisi target kredit, akan fokus ke kredit konsumsi, sektor mikro dan korporasi untuk proyek infrastruktur. “Ini agar kredit bank Mandiri bisa tumbuh 10%,” ujar Kartika Wirjoatmodjo, Direktur Utama Bank Mandiri.
Penulis: Galvan Yudistira, Nina Dwiantika, Shuliya R
Sumber: Harian Kontan, 26 Agustus 2016
http://www.pemeriksaanpajak.com
Kategori:Berita Pajak
Tinggalkan komentar