Lampu Kuning Utang Pemerintah?

Hasil gambar untuk utang pemerintahKrisis ekonomi telah membuat pemerintah terbelit utang yang berat untuk menutup defisit anggaran negara. Total utang pemerintah dalam periode 2011-Juni 2016 telah bertambah menjadi hampir dua kali lipat yakni dari Rp 1.808,96 triliun menjadi Rp 3.362,74 triliun. Adapun komposisi utang per Juni 2016 terdiri dari pinjaman 22,01% dan surat utang negara 77,99%.

Berdasarkan data yang dirilis oleh trading economics, per Desember 2015, debt to GDP Indonesia menduduki ranking ke 134 dunia. Dengan demikian debt to GDP Indonesia masih sangat rendah (27%). Sementara itu negara-negara maju debt to GDP-nya sangat tinggi, misal Jepang (229,20%), Italia (132,7%), Amerika Serikat (104,17%), Spanyol (99,2%), Prancis (96,10%) dan kawasan euro (90%).

Terdapat beberapa pandangan terhadap masalah utang pemerintah. Secara garis besar pandangan tersebut dapat digolongkan menjadi dua, yakni pandangan yang pro terhadap utang pemerintah dan pandangan kedua adalah yang tidak setuju dengan utang pemerintah. Bagi mereka yang setuju dengan utang pemerintah meyakini utang pemerintah tidak perlu dipermasalahkan karena merupakan keniscayaan untuk membiayai keuangan negara. Kelompok ini tentu saja tidak akan mencari terobosan untuk mengurangi utang, bahkan mungkin akan menambah utang baru.

Sementara bagi yang tidak setuju dengan masalah utang pemerintah, berkesimpulan bahwa stok utang pemerintah, berkesimpulan bahwa stok utang sudah mengkhawatirkan. Selain memberatkan keuangan negara juga mengganggu kedaulatan ekonomi nasional. Oleh karenya harus dicari terobosan penyelesaiannya dan mencari sumber pembiayaan baru.

Kelompok kedua ini juga tidak bisa menerima argumen adanya penambahan utang yang dilakukan pada saat kemampuan pemerintah dalam menyediakan cadangan devisa yang semakin menurun. Saat ini ekspor terus menurun akibat melemahnya daya saing. Akibatnya kemampuan untuk menyediakan cadangan devisa yang diperlukan untuk membayar cicilan utang menjadi berkurang.

Utang pemerintah Indonesia

Meskipun debt to GDP Indonesia tergolong rendah dibandingkan negara lain di dunia, bukan berarti Indonesia berada di posisi aman. Permasalahannya, utang pemerintah semakin membengkak, namun pendapatan negara justru mengalami perlambatan. Dalam dua tahun terakhir ini, utang pemerintah kita telah tumbuh 22,4% dari tahun 2014 sebesar Rp 2.608,78 triliun. Artinya pemerintah telah menarik utang sebesar Rp 754 triliun selama dua tahun terakhir. Rata-rata pertahun telah menarik utang Rp 377 triliun.

Kemampuan riil pemerintah dalam membayar utang terus melemah, terutama sejak 2009. Hal ini tercermin pada rasio utang yang ditarik pada tahun berjalan terhadap realisasi penerimaan pajak pada tahun berjalan. Selama periode 2009-2015, realisasi penerimaan pajak rata-rata tumbuh 12,47% per tahun, sedangkan total utang yang ditarik pemerintah tumbuh hampir dua kali lipat yakni 22,79% per tahun. Akibatnya rasio yang ditarik pada tahun berjalan terhadap realisasi pajak pada tahun yang berjalan terus membengkak.

Lebih menyedihkan, utang yang ditarik pemerintah saat ini, tidak untuk menutup defisit sepenuhnya, akan tetapi sebagian besar untuk membayar bunga utang. Dalam periode 2011-2015 cicilan pokok dan bunga utang yang telah dibayarkan mencapai sebesar Rp 1.527,118 trilliun.

Neraca keseimbangan primer sebagai tolak ukur untuk menilai kemampuan pemerintah dalam membayar utang terus mengalami penurunan. Berdasarkan data pada Kementerian Keuangan defisit keseimbangan primer dalam APBNP 2015 meningkat 203,8% dari target Rp 66,8 triliun, realisasinya sebesar Rp 136,1 triliun. Defisit tersebut juga lebih besar dibandingkan 2014 yang sebesar Rp 93,3 triliun, atau 87,9% dari target Rp 106 triliun. Kenaikan defisit ini harus diwaspadai karena besarnya defisit neraca keseimbangan primer menggambarkan, kemampuan anggaran negara menutup utang yang semakin melemah.

Secara teoritis kemampuan membayar utang pokok yang semakin besar secara otomatis juga akan mempengaruhi kemampuan pemerintah dalam membiayai belanja negara. Paa 2004, bunga utang yang harus dibayar pemerintah baru mencapai Rp 62,5 triliun, namun pada 2015 telah melampaui Rp 90 triliun. Pembayaran bunga utang ini jauh diatas pembayaran cicilan pokok utang yang hanya Rp 66  triliun. Pos untuk pembayaran cicilan utang pokok dan bunga pada tahun 2015 telah mencapai 74,54% dari total belanja modal.

Terlepas dari berbagai permasalahan di atas, kebijakan fiskal merupakan salah satu instrumen kebijakan ekonomi makro yang mempunyai peranan yang sangat penting dan strategis dalam mencapai berbagai tujuan ekonomi dan sosial, yaitu stabilitas ekonomi, pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan,da n mengurangi pengangguran. Di Indonesia, operasi fiskal pemerintah dilakukan melalui APBN, sehingga untukd apat menjalankan peranan dan fungsi sentral kebijakan fiskal secara baik, APBN harus sehat, dapat dipercaya (credible), dan memiliki ketahanan yang berkelanjutan (sustainable).

Untuk mencapai APBN yang sehat, kredibel dan berkelanjutan, setidaknya harus dipenuhi dua kondisi yaitu necessary condition yakni defisit fiskal yang terkendali, serta sufficient condition yaitu strategi pembiayaan anggaran yang mampu menjamin ketahanan utang yang berkelanjutan. Untuk itu, kontrol terhadap utang sangat penting, karena peningkatan utang (terutama utang dalam negeri) akan memperlambat pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang.

Utang pemerintah yang tinggi akan mengurangi investasi secara keseluruhan dalam perekonomian, dan pada gilirannya memperlambat pertumbuhan produktivitas pekerja, upah, dan pertumbuhan PDB secara keseluruhan. Akhirnya, untuk mewujudkan APBN yang sehat, kredibel dan berkelanjutan, maka perlu perencanaan strategi pembiayaan anggaran yang tepat. Hal ini untuk menghindari terjadinya penggunaan sumber-sumber pembiayaan secara berlebihan sehingga tidak menimbulkan beban fiskal yang sangat berat di masa-masa yang akan datang.

Agar utang tidak semakin menambah beban bagi APBN dan tidak menghambat pertumbuhan ekonomi nasional, sebaiknya utang hanya digunakan untuk membiayai proyek-proyek yang dapat menghasilkan pendapatan. Jangan sampai utang digunakan untuk membiayai kegiatan-kegiatan yang tidak produktif, sehingga hanya akan menambah beban di kemudian hari.

Sumber : Harian Kontan 28 September 2016

Penulis : Makmun Syadullah

Sumber: Harian Kontan, 28 September 2016

http://www.pemeriksaanpajak.com

pajak@pemeriksaanpajak.com



Kategori:Berita Pajak

Tag:, , , , ,

Tinggalkan komentar