Pajak Migas Belum Menarik

Hasil gambar untuk pajak migasJAKARTA – Investor beranggapan revisi terhadap aturan pungutan pajak industri hulu minyak dan gas bumi belum menarik bagi investasi di Indonesia.

Pasalnya, pemerintah belum menyelaraskan prinsip assume and discharge dalam Peraturan Pemerintah (PP) No 79 tahun 2010 tentang Biaya Operasi yang Dapat Dikembalikan dan Perlakuan Pajak Penghasilan di Bidang Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi tersebut. Dalam prinsip assume and discharge, hasil minyak dan gas bumi yang didapat kontraktor sudah bersih dan tidak perlu lagi dikenai pajak, baik langsung maupun tidak langsung. Dalam prinsip ini, bagi hasil yang didapat pemerintah sudah termasuk pajak.

”Apa yang di tawarkan pemerintah tidak menarik investasi. Investor dan pemerintah masih akan mencari perubahan lebih baik untuk iklim investasi,” ujar Direktur Eksekutif Asosiasi Perminyakan Indonesia (Indonesia Petroleum Assotiation/ IPA) Marjolijn Wajong di Jakarta kemarin. Menurut dia, setidaknya terdapat dua faktor guna menarik investasi hulu migas di Indonesia. Pertama adalah faktor keekonomisan proyek dan tata kelola yang baik. Kedua, masalah pajak.

”Nah, dalam aturan tersebut juga tidak semua (pajak) dibebaskan. Ada beberapa yang menurut mereka tidak bisa misalnya retribusi daerah. Tapi, mereka memang memberikan untuk eksplorasi,” jelasnya. Sekretaris Jenderal Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Teguh Pamudji mengakui bahwa revisi PP No 79/2010 masih perlu pembahasan lebih lanjut dengan investor.

”Terdapat sejumlah isu yang memang menjadi persoalan, salah satunya persoalan prinsip assume and discharge. Mereka menanyakan prinsip itu masih dianut apa tidak. Karena, sebelum PP No 79/2010 itu keluar, prinsip tersebut dianut oleh investor,” kata dia. Dia mengatakan bahwa revisi aturan pajak masih akan dibahas kembali bersama investor hulu migas. Pembahasan antara pemerintah dengan asosiasi akan dilakukan pekan ini.

”Namun, terdapat kemungkinan revisi PP No 79/2010 berlaku untuk kontrak-kontrak migas ke depan, sedangkan asumsi kontrak yang ditandatangani setelah 2001 tetap menggunakan prinsip assume and discharge,” ujarnya. Wakil Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) MI Zikrullah menambahkan, yang perlu dilakukan adalah menyelaraskan prinsip assume and discharge dengan PP No 79/2010. ”Jadi, PP 79/2010 itu berlakunya bagaimana dan untuk kontrak yang mana,” ungkap dia.

Direktur IPA Sammy Hamzah menyatakan belum puas terhadap revisi aturan perpajakan dan cost recovery yang dilakukan oleh pemerintah. Menurut Ketua Apindo Bidang Energi dan Sumber Daya Mineral ini, prinsip assume and discharge sangat penting dicantumkan dalam aturan tersebut guna menjamin disinsentif yang diberikan oleh pemerintah kepada kontraktor migas. ”Jika tidak dicantumkan prinsip assume and discharge, bukan tidak mungkin aturan itu kemudian direvisi kembali. Sebab, prinsip itu diperlukan untuk menjamin kepastian para kontraktor,” ujarnya.

Dia mengatakan, di dalam poin prinsip assume and discharge telah diatur, bagi hasil yang diterima oleh kontraktor sudah bersih atau tidak dibebani pajak lagi baik pajak langsung maupun tidak langsung. Sedangkan, pajak ditanggung oleh negara melalui bagi hasil yang telah diterima oleh pemerintah.

”Tanpa prinsip itu, tidak ada jaminan kepastian investasi di masa mendatang. Karena, kontraktor tidak pernah tahu ke depan aturan itu akan diubah oleh pemerintah atau tidak. Bahkan, tidak menutup kemungkinan muncul beban pajak lain,” pungkasnya.

Sumber: Okezone.com

http://www.pemeriksaanpajak.com

pajak@pemeriksaanpajak.com

 



Kategori:Berita Pajak

Tag:, , , ,

Tinggalkan komentar