Tahun Depan, Bunga Utang Rp 221,19 T

Hasil gambar untuk bunga utang

JAKARTA. Badan Anggaran (Banggar) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menyetujui penambahan anggaran pengelolaan utang dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2017 menjadi Rp 221,19 triliun. Jumlah itu lebih besar dibandingkan APBN-P 2016 yang sebesar Rp 191,22 triliun.

Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan Askolani mengatakan, anggaran program pengelolaan utang dipakai untuk membayar bunga utang pemerintah. Dari jumlah Rp 221,19 triliun tersebut, sebesar Rp 205,48 triliun dipakai untuk membayar bunga utang dalam negeri. Sedangkan pembayaran bunga utang luar negeri Rp 205,47 triliun. “Anggaran ini sudah mempertimbangkan risiko pembiayaan tahun depan,” ujarnya, Senin (17/10).

Pembayaran bunga utang menjadi bagian dari belanja pemerintah pusat. Dalam RAPBN 2017, belanja pemerintah pusat diusulkan sebesar Rp 1.310,4 triliun, sedikit lebih tinggi dari APBNP 2016 yang sebesar Rp 1.306,7 triliun. Dari usulan itu, yang disepakati dengan DPR adalah sebesar Rp 1.314 triliun.

Total belanja negara dalam kesepakatan dengan DPR sebesar Rp 2.080,5 triliun. Sedangkan pembiayaan anggaran RAPBN 2017 disepakati sebesar Rp 330,2 triliun, terdiri dari pembiayaan utang Rp 384,7 triliun. Untuk itu pemerintah pada tahun depan akan menerbitkan surat berharga negara (SBN) netto sebesar Rp 400 triliun.

Walau pemerintah mengusulkan pemangkasan anggaran di depan, namun buktinya defisit tetap melebar tahun depan. Dalam RAPBN 2017, defisit anggaran disepakati sebesar Rp 330,2 triliun (2,41% PDB), lebih tinggi dibandingkan APBNP 2016 yang Rp 296,7 triliun (2,35% PDB).

Defisit yang terus melebar membuat keseimbangan primer RAPBN 2017 memburuk. Keseimbangan primer APBN adalah total penerimaan negara dikurangi belanja negara, tak termasuk pembayaran bunga. Defisit keseimbangan primer akan melebar jika pemerintah menggunakan utang yang diambil untuk membayar utang jatuh tempo dan bunga.

Dalam RAPBN 2017, defisit keseimbangan primer disepakati sebesar Rp 109 triliun, naik dari APBNP 2016 yang Rp 105,5 triliun. Menurut Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, defisit keseimbangan primer yang terus melebar menunjukkan kondisi APBN sedang sakit, sehingga pemerintah harus berhati-hati. “Pemerintah meminjam bukan untuk investasi, hanya membayar bunga,” katanya.

Sumber : Harian Kontan 18 Oktober 2016

Penulis : Asep Munazat Zatnika

http://www.pemeriksaanpajak.com

pajak@pemeriksaanpajak.com

 



Kategori:Berita Pajak

Tag:, , , , , , ,

Tinggalkan komentar