
Kementrian Keuangan merilis aturan baru laporan transaksi perusahaan
| Kategori Perusahaan yang Wajib Membuat Dokumen Transfer Pricing | |
| Jenis Wajib Pajak | Omzet |
| Wajib Pajak yang melakukan transaksi dengan pihak terafiliasi | Rp 50 miliar |
| Wajib Pajak yang merupakan entitas induk dari suatu Grup Usaha | Rp 11 triliun |
| Transaksi yang Wajib Dicatatkan | Nilai Transaksi |
| Transaksi atas Barang Bewujud | Rp 20 miliar |
| Transaksi atas Barang tidak berwujud | Rp 5 miliar |
Sumber : PMK nomor : 213/PMK.03/2016
JAKARTA, Kementrian Keuangan (Kemenkeu) menutup celah manipulasi pajak lewat transfer pricing. Melalui Peraturan Menteri Keuangan No. 213/PMK.03/2016 yang berlaku 1 Januari 2017, setiap dokumen transaksi afiliasi, misalnya wajib dilaporkan ke pemerintah secara komplet.
Aparat pajakakan menggunakan dokumen laporan transaksi afiliasi itu untuk membandingkan transaksi sejenis dengan perusahaan non-afiliasi. Dari situ, aparat pajak bias menilai kewajaran harga transaksi serta mencegah transfer pricing. Maklum, selama ini transfer pricing acap digunakan untuk menghindari pajak.
Memang tak semua transaksi wajib melaksanakan ketentuan ini. Pemerintah hanya mewajibkannya terhadap nilai transaksi barang di atas Rp 20 miiar, dan minimal Rp 5 miliar untuk penyediaan jasa dan pembayaran bunga. Pun kategori wajib pajaknya (lihat tabel).
Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Humas Ditjen Pajak Hestu Yoga Saksama mengatakan, aturan akan memudahkan pemeriksaan pajak, serta kewajaran harga transaksi. “kami jelaskan lebih detail dalam waktu dekat” ujarnya, Kamis (5/1).
Sejauh ini, sejumlah kelompok usaha besar belum mengerti tentang aturan ini. Senior Corporate Affair Manager Musim Mas Group, Togar Sitanggang, misalnya mengaku belum tahu aturan ini. “Saya belum dengar,” katanya.
Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo melihat, aturan ini bias memitigasi risiko transfer pricing.” Selama ini, banyak perusahaan yang menggunakan skema ini untuk menghindari pajak atau tax evasion,” katanya, PMK ini memperkuat dasar hukum untuk mencegah transfer pricing karena mensyaratkan beberapa hal yang berat dan ketat. Salah satunya tentang ambang nilai kewajiban (threshold), rincian dokumen termasuk soal penalti.
Pengamat pajak DDTC Bawno Kristiaji bilang, manipulasi transfer pricing adalah skema tax avoidance yang paling dominan disbanding skema lain. Selama ini, format dokumentasi hanya mewajibkan tiap entitas melaporkan kewajaran transaksi dengan pihak afiliasi tanpa mewajibkan pemberian informasi secara grup maupun pemberian informasi entitas afiliasi di negara lain.
Nah, PMK ini mengubah ambang nilai kewajiban untuk membuat dokumentasi. Jika sebelumnya hanya berlaku untuk WP yang memiliki transaksi hubungan istimewa di luar negeri dengan nilai batas Rp 10 miliar, kini batasan dinilai berdasarkan kriteria peredaran bruto dan juga nilai transaksi yang lebih spesifik. Dokumen juga wajib menggunakan bahasa Indonesia, dari sebelumnya tidak. “Ini untuk melindungi WP kecil dari administrative burden yang besar,” katanya.
Dokumen Penentuan Transfer Pricing
- Dokumen induk perusahaan
- Struktur dan bagan kepemilikan grup usaha, serta negara atau yuridiksi masing –masing anggota grup usaha
- Kegiatan usaha yang dilakukan oleh grup usaha
- Harta tidak berwujud yang dimiliki
- Laporan keuangan konsoldasi entitas induk dan informasi perpajakan terkait transaksi afiliasi
- Dokumen entitas lokal
- Entitas dan kegiatan usaha yang dilakukan WP
- Informasi terkait afiliasi dan transaksi independen termasuk skemanya
- Prinsip penerapan kewajaran kelaziman usaha
- Informasi keuangan wajib pajak
- Peristiwa, kejadian, fakta non keuangan yang mempengaruhi pembentukan harga atau laba
Penulis : Asep Munazat Zatnika, Tri Sulistiyowati
Sumber: Harian Kontan, Jumat 6 Januari 2017
http://www.pemeriksaanpajak.com
Kategori:Berita Pajak
Tinggalkan komentar