
Inilah poin-poin aturan baru tentang pertambangan mineral dan batubara
JAKARTA. Pemerintah akhirnya merilis Peraturan Pemerintah (PP) No 1/2017 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba), serta dua aturan turunannya berupa Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Sejumlah beleid itu menjadi payung pertambangan minerba, termasuk mengenai ekspor mineral mentah dan kewajiban pengolahan dan pemurnian (hilirisasi) produk mineral pertambangan.
Menteri ESDM Ignatius Jonan menjelaskan, salah satu poin beleid ini adalah agar perusahaan pertambangan bisa mengekspor mineral mentah. Dia menandaskan, semua perusahaan pertambangan, termasuk pemegang kontrak karya, bisa mengekspor mineral mentah.
Bagi pemegang kontrak karya, syaratnya harus mengantongi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK). “Tidak ada negosiasi lagi,” tagas Jonan, kemarin.
Jonan juga memastikan, aturan ini tidak melanggar Undang-undang No 4/2009 tentang Minerba. UU itu hanya menyebut batas waktu ekspor mineral kontrak karya. Sedangkan IUPK tak memiliki batas waktu.
Selain ketentuan ekspor, PP No 1/2017 juga mengubah ketentuan divestasi saham pertambangan milik asing. Aturan lama hanya mewajibkan asing melepas minimal 20% pasca lima tahun beroperasi. Persentase saham divestasi juga berbeda mengikuti jenis mineral, serta porsi pemenuhan hilirisasi mineral.
Nah, aturan batu tak pendang bulu. Semua perusahaan tambang asing wajib menjual 51% saham secara bertahap, mulai dari tahun keenam sampai tahun kesepuluh. Artinya, PT Freeport Indonesia, misalnya, wajib melepas lagi 41% sahamnya di masa mendatang, setelah sebelumnya melepas sekitar 10% kepada pemerintah Indonesia.
Di luar ketentuan ekspor dan divestasi, nyaris tak banyak perubahan signifikan dalm aturan baru itu. Tak heran, sebagian kalangan menilai bahwa aturan ini merupakan cara pemerintah “menundukkan” Freeport.
Maklum, selama ini pemerintah tampak kesulitan mengubah kontrak karya Freeports. Dus, keluarnya aturan ini membawa konsekuensi langsung pada Freeport.
Pertama, izin Freeport harus berubah menjadi IUPK jika ingin mengekspor mineral mentah. Kedua, Freeport wajib menambah porsi saham divestasi menjadi 41%, dari sebelumnya hanya 20%.
Manajemen Freeport memilih bersikap pasif menanggapi aturan baru ini. “Kami akan terus bekerjasama dengan pemerintah Indonesia untuk memastikan operasi kami bisa berjalan tanpa gangguan,” kata Riza Pratama, Jurubicara Freeport Indonesia kepada KONTAN.
Di sisi lain, Direktur Pengembangan PT Indoferro Jonatan Handjojo menentang beleid tersebut karena bisa menghancurkan harga nikel dan menyulitkan smelter memperoleh bahan baku. “Kami, semua smelter nikel, marah besar,” ungkapnya.
Ketua Indonesian Mining Institute (IMI) Irwandy Arif mempertanyakan aturan ini. Sebab, menurut Mahkamah Konstitusi, wajib pemurniaan berarti para penambang tidak boleh lagi ekspor mineral.
Penulis : Pratama Guitarra
Sumber: Harian Kontan
http://www.pemeriksaanpajak.com
Kategori:Berita Pajak
Tinggalkan komentar