Pajak Investigasi Penuh Bisnis Google

google

JAKARTA. Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak akan memulai proses investigasi penuh atau full investigation atas tunggakan pajak Google pada Februari 2017. Hal itu dilakukan jika kemudian dokumen elektronik perpajakan secara lengkap tidak diserahkan Google ke otoritas pajak.

Kepala Kantor Wilayah (Kanwil) Ditjen Pajak Jakarta Khusus Muhammad Haniv bilang, saat ini, dokumen Google yang sudah diberikan ke Ditjen Pajak hanyalah pengakuan total revenue yang bersumber dari Indonesia. “Tetapi dalam pemeriksaan, dokumen itu tidak cukup,” ujarnya ke KONTAN, Selasa (10/1).

Untuk melanjutkan pemeriksaan dibutuhkan dokumen pendukung. Jika dokumen lengkap tidak segera diberikan, proses pemeriksaan pajak Google akan naik ke full investigation dengan denda bunga 400%. Sebab Google dinilai menunjukkan itikad tidak baik.

Investigasi penuh akan melanjutkan proses pemeriksaan yang sudah berjalan saat ini. Dalam pemeriksaan ini, pihaknya memiliki tim investigasi yang melibatkan ahli teknologi informasi dan forensik teknologi. Dari investigasi ini, Ditjen Pajak menemukan bukti bahwa Google memiliki 140 unit dedicated catch server di Indonesia. Dari jumlah itu terbanyak di DKI Jakarta.

Menurut Haniv, server-server itu merupakan bentuk Badan Usaha Tetap (BUT) sebagai syarat dikenakan pajak. Oleh karena itu, Pemerintah Indonesia meminta Google Asia Pacific Pte Ltd, perusahaan induk Google Indonesia, segera memberikan dokumen pendukung guna menemukan angka pas untuk tunggakan pajaknya.

Apalagi sesuai tax treaty yang berlaku antara Indonesia dan Singapura, Google seharusnya memungut PPN terhadap siapa saja yang menggunakan jasa perusahaan, tetapi Google sama sekali tidak memungut dan menyetorkan ke Pemerintah Indonesia. Alhasil, Google bisa memasang tarif iklan sangat murah.

Berbeda dengan Facebook, over the top (OTT) yang merupakan pemain iklan terbesar, ini dinilai masih kooperatif. Haniv menjelaskan, Irlandia sebagai negara tempat pendirian Facebook, tidak mempunyai tax treaty dengan Indonesia. “Semua perusahaan Indonesia yang mau membayar iklan ke Facebook harus memotong PPh pasal 26 yang sebesar 20% karena tidak ada tax treaty, jadi ada BUT atau tidak ada tetap 20%. PPh Facebook sudah terpotong 20% dari penerimaannya di Indonesia. Hanya saja, itu untuk yang perusahaan,” ucapnya.

Namun Haniv bilang, Facebook masih memiliki celah mengakali pajak, sehingga Ditjen Pajak perlu melihat lebih rinci laporan keuangan serta dokumen pendukung data orang Indonesia yang menggunakan jasa Facebook.

Penulis: GhinaGhaliya Quddus

Sumber: Harian Kontan

http://www.pemeriksaanpajak.com

pajak@pemeriksaanpajak.com



Kategori:Berita Pajak

Tag:, , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,

Tinggalkan komentar