Genjot Ekspor Karet Langsung ke AS

Indonesia membidik peningkatan ekspor karet ke Amerika Serikat (AS) dengan memanfaatkan perang dagang AS dan China

JAKARTA. Pola perdagangan dunia memasuki babak baru setelah Amerika Serikat (AS) dipimpin Donald Trump. Kebijakan Presiden Trump memproteksi AS dari serbuan produk asing bakal menyulitkan sejumlah negara memasukkan produknya ke AS. Salah satunya adalah China. Perang dagang antara AS dan China ini akan mengubah peta perdagangan karet dunia nantinya.

Padahal China merupakan negara importir karet terbesar dunia untuk kemudian diolah dan dijual ke seluruh dunia, ternasuk AS. Alhasil, apabila proteksi AS ini terjadi, maka China diperkirakan bakal menurunkan impor bahan baku karet dari negara produsen karet termasuk Indonesia.

Hanya saja dampak perang dagang AS versus China ini diprediksi tak akan mempengaruhi ekspor karet alam Indonesia, justru sebaliknya membuka pasar baru. Direktur Eksekutif Gabungan Perusahaan Karet Indonesia (Gapkindo) Suharto Honggokusumo mengatakan Indonesia harus jeli memanfaatkan peluang yang akan terjadi dalam waktu dekat ini.

Menurutnya, peluang untuk ekspor karet langsung ke AS terbuka cukup lebar. “Kalau AS meningkatkan produksi ban sendiri dengan mengurangi impor ban dari China, maka karet Indonesia lebih banyak dipakai AS dan ini menguntungkan Indonesia,” Ujar Suharto kepada KONTAN, Senin (6/3).

Menurut Suharto ekspor karet Indonesia ke China tidaklah terlalu besar, sebab China lebih banyak mengimpor karet dari Thailand ketimbang Indonesia. Berdasarkan data yang dimiliki Gapkindo tahun 2015, ekspor karet karet Indonesia ke China mencapai 289.500 ton, sementara ekspor Indonesia ke AS 115% lebih besar yakni 624.700 ton.

Sementara itu, ekspor karet Thailand ke China pada periode yang sama sebesar 2,2 juta ton sementara ekspor karet Thailand ke AS Cuma 156.000 ton.

Dorong Hilirisasi

Ketua Umum Dewan Karet Indonesia (Dekarindo) Azis Pane menambahkan potensi memetik dollar AS lebih banyak terbuka lebar asalkan pemerintah bisa memainkan peran penting dalam kebijakan industri karet nasional.

Menurut Azis, pemerintah harus menciptakan program hilirisasi industri karet. Pasalnya, hingga saat ini belum ada investor besar yang tertarik masuk ke Indonesia untuk menggarap industri hilirisasi karet alam ini. Padahal, di Thailand sudah ada investor besar seperti Bridgestone Corporation yang memproduksi ban pesawat.

Sementara di Indonesia, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) telah menemukan model Rubber Air Bag untuk kapal laut, produk vulkanisir ban pesawat, serta Rumah Tahan Gempa yang semuanya memanfaatkan karet dalam jumlah besar dan sudah diolah.

Hanya saja, sampai sekarang belum ada investor yang tertarik masuk memproduksi hasil temuan BPPT tersebut. “Hal ini terjadi karena investor masih belum yakin akan iklim investasi di Indonesia, menguntungkan,” ujarnya.

Untuk itu, ia meminta agar pemerintah menciptakan iklim investasi yang meyakinkan di Indonesia. Ia menyorot khusus keberadaan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) yang menurutnya justru membuat para investor berpikir dua kali masuk ke Indonesia, karena mudahnya lembaga ini memutuskan perusahaan melakukan kartel.

Selain soal iklim investasi, pemerintah juga hingga kini belum memperjelas soal penggunaan karet untuk infrastruktur yang digadang-gadang sejak tahun 2015.

Meskipun telah dilakukan uji coba mencampur aspal dengan karet pada akhir tahun 2016 untuk pengaspalan proyek jalan tol Ciawi-Benda sepanjang 4,2 kilometer (km), tapi untuk tahun ini masih belum jelas program pencampuran karet untuk aspal ini akan berlanjut atau tidak. Maklum. Hingga kini Kementerian Perdagangan (Kemdag) belum menerbitkan payung hukum pada program ini.

Sumber : Kontan, Selasa, 7 Mar 2017

http://www.pemeriksaanpajak.com

pajak@pemeriksaanpajak.com



Kategori:Berita Ekonomi

Tag:, , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,

Tinggalkan komentar