Menyoal Otoritas Perpajakan Kita

Wacana pemisahan Direktorat Jenderal Pajak dari struktur Kementerian Keuangan sudah mulai mengemuka sejak era Pemerintahan Presiden SBY, namun saat itu belum ada upaya konkrit dari pemerintah untuk merealisasikannya. Salah satu alasan munculnya wacana itu adalah terlalu luasnya rentang kendali dan kuasa yang dimiliki Kementerian Keuangan sehingga dikhawatirkan menjadi tidak fokus dan tidak maksimal dalam menjalankan tugasnya.

Kementerian Keuangan harus bertanggung jawab dari mulai mengumpulkan jawab dari mulai mengumpulkan pundi-pundi penerimaan negara sebanyak-banyaknya sampai dengan mendistribusikan anggaran sesuai dengan ketentuan dan skala prioritas.

Di era Pemerintahan Presiden Jokowi, wacana terkait pemisahan Direktorat Jenderal Pajak dari Kementerian Keuangan kembali ramai. Namun kali ini ada sedikit kemajuan karena sudah ada upaya konkret dari pemerintah dengan memasukkan usulan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang perubahan kelima atas Undang-Undang nomor 6/1983 tentang Ketentuan Umum dan Tatacara Perpajakan di masa awal pemeritahannya, yakni pada 2 Februari 2015 di saat Menteri Keuangan masih dijabat Bambang P.S Brojdjonegoro. Salah satu poin dalam RUU tersebut adalah pembentukan Otoritas Perpajakan yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden.

Meskipun pengusulannya sudah sampai ulang tahun yang kedua pada 2 Februaru 2017 lalu, namun RUU itu sampai saat ini belum juga dibahas di legislatif. Padahal berdasarkan catatan, RUU ini masuk dalam prolegnas prioritas tahun 2015 dan tahun 2016. Kini, RUU tentang perubahan kelima atas Undang-Undang nomor 6 tahun 1983 tentang ketentuan umum dan tatacara perpajakan itu kembali masuk prolegnas prioritas tahun 2017.

Alasan Pokok

Kita harus kawan dan pastikan bahwa RUU tentang perubahan kelima atas Undang-Undang Nomor 6/1983 tentang Ketentuan Umum dan Tatacara Perpajakan segera dibahas dan di sahkan. Jangan sampai keadaan tahun 2015 dan 2016 kembali terulang, yakni masuk prolegnas prioritas namun tak kunjung masuk ke pembahasan sampai tutup masa sidang.

Kepatuhan akan lahirnya Otoritas Perpajakan yang fleksibel dan Independen yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden sudah sangat mendesak. Alasan pertama, penerimaan pajak tidak pernah tercapai dalam delapan tahun. Terakhir kali Kemkeu mampu mencapai target penerimaan perpajakan pada 2008, itupun karena adanya program sunset policy dan berkah dari melambungnya harga komoditas. Kegagalan menahun ini merupakan kegagalan Kemkeu yang memang mempunyai cakupan kewenangan dan tugas terlampau luas.

Tentu saja kegagalan menahun ini tidak boleh dibiarkan, karena kegagalan mencapai target penerimaan negara dari sektor pajak sama dengan kenaikan utang negara untuk menutup kekurangan tersebut agar roda pemerintahan dan pembangunan terus berjalan.

Kedua, kontribusi penerimaan pajak yang terus meningkat terhadap total pendapatan negara. Pada 1985, kontribusi penerimaan pajak “hanya” 19%, sedangkan dalam APBN 2017 kontribusinya mencapai 75%. Dengan semakin besarnya kontribusi dalam APBN maka pengelolaan sektor pajak ini tak bisa lagi hanya jadi “pekerjaan sambilan” Menteri Keuangan yang kemudian didelegasikan ke eselon I dibawahnya, tapi harus diserahkan kepada otoritas perpajakan yang bisa fokus serta fleksibel dalam merencanakan dan menjalankan strategi guna mencapai target penerimaan pajak dan bertanggung jawab kepada Presiden.

Ketiga, dalam lima tahun akhir rasio pajak (tax ratio) kita tidak beranjak dikisaran angka 11% dan mencapai titik terendahnya di tahun 2015 yang “hanya” 10,8%. Angka ini sangat jauh dari target Presiden Jokowi yang sudah dicanangkan di dalam nawacita bahwa tax ratio kita pada 2019 harus mencapai 16%. Tanpa ada perubahan yang fundamental dengan menjadikan Otoritas Perpajakan di bawah arahan dan pengawasan Presiden, maka yang terutang dalam nawacita hanya menjadi janji belaka hingga selesai masa jabatannya.

Selain ketiga alasan yang sudah diuraikan, tentu saja masih ada banyak lagi alasan akan pentingnya kehadiran sebuah otoritas perpajakan yang fleksibel dan independen di bawah Presiden langsung sesegera mungkin.

Dan tujuan akhir dari itu semua adalah pemerintah mampu membiayai secara mandiri upaya-upaya guna mencapai tujuan kita bernegara sebagaiaman termaktub dalam pembukuan Undang-Undang Dasar 1945, yakni melindungi segenap bangsa Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia. Semoga.

Sumber : Kontan, Selasa, 7 Mar 2017

http://www.pemeriksaanpajak.com

pajak@pemeriksaanpajak.com



Kategori:Berita Pajak

Tag:, , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,

Tinggalkan komentar