Persaingan Pasar Kemasan Plastik Ketat

JAKARTA. Beberapa tahun terakhir, persaingan industri pengemasan plastik sangat ketat. Saking ketatnya, PT Namasindo Plas sempat digugat oleh krediturnya, PT Bank ANZ Indonesia di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat, karena kegagalan membayar utang.

Kini kedua belah pihak telah sepakat untuk berdamai. Namasindo Plas adalah Produsen botol plastik produk air minum dalam kemasan (ADMK) merek seperti Aqua, Vit, Ades, 2Tang dan Prima.

Henky Wibawa, Direktur Eksekutif Federasi Pengemasan Indonesia, menyatakan, pemain industri kemasan plastik ini cukup banyak. Mereka bersaing di satu tempat yang sama, sehingga persaingannya sangat ketat.

Dia berharap pemain di bisnis ini mencoba membuka pasar baru. “Di Indonesia begitu banyak pasar potensial yang belum dikembangkan. Jangan punya modal terus langsung investasi. Kita harus siap dengan SDM berkualitas dan inovasi baru,” ucap kepada KONTAN, Selasa (14/3).

Supaya mampu bertahan di industri hilir petrokimia ini, Henky menyarankan, para pelaku bisnis harus jeli terhadap setiap kebutuhan masyarakat. Salah satu sektor yang belum banyak digarap produsen kemasan plastik adalah pengemasan buah dan sayur.

Pertimbangannya saat ini waste buah dan sayur di pasar cukup tinggi. Hitungan dia, setiap hari sekitar 30% buah dan sayur di pasar buang sia-sia karena busuk atau tidak layak makan. “Sebab tidak dikemas secara baik dan higenis. Kalau industri kemasan plastik mau masuk ke sini baik sekali,” terang Henky.

Fajar Budiono, Sekretaris Jenderal Asosiasi Industri Olefin, Aromatik, dan Plastik (INAplas) melihat, pasar kemasan plastik masih prospektif pada tahun ini. “Secara persentase, jauh lebih banyak perusahaan yang melakukan ekspansi dan memperbesar pabrik daripada perusahaan yang tutup,” ujarnya kepada KONTAN.

Menurutnya, ekspansi industri petrokimia hilir ini disebabkan kebutuhan terus meningkat, baik untuk plastik kemasan makanan atau minuman, maupun karung-karung plastik kemasan beras dan pakan ternak. ” Apalagi, di Asean, kita menjadi salah satu pasar terbesar. Lihat saja impor barang jadi plastik tahun lalu sebesar 900.000 ton,” tambah Fajar.

Ia menghitung, tahun ini pertumbuhan permintaan di industri petrokimia hilir bisa sampai 6% dan di hulu sampai 5,2%. Ke depan, agar pertumbuhan industri plastik kemasan tetap terjaga, pemerintah tidak lagi membebankan biaya yang tidak perlu. Seperti bea masuk impor dan cukai plastik. “Kebutuhan akan terus meningkat, kalau biaya yang sebenarnya tidak perlu ini dibebankan pada industri, masyarakat akan semakin terbebani,”ujar Henky.

Fajar menambahkan, pembebanan bea masuk dan cukai plastik ini kurang tepat untuk menekan jumlah plastik dengan alasan lingkungan. Ia merasa, saat ini yang paling dibutuhkan adalah edukasi tentang manajemen sampah.

Ia prihatin, saat sungai banjir karena sampah plastik, yang disalahkan malah industri. Padahal, apabila sampah tersebut sampai ke tempat pembuangan akhir, pasti dapat diproses dengan baik. “Pemahaman ini harus gencar dilakukan dalam jangka panjang, tak bisa hanya sesaat,” tutup dia.

Sumber: Kontan, Rabu, 15 Maret 2017

http://www.pemeriksaanpajak.com

pajak@pemeriksaanpajak.com



Kategori:Artikel

Tag:, , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,

Tinggalkan komentar