Karyawan Bergaji Tak Sampai Rp 10 Juta Disebut Punya Kapal Pesiar

Ditjen Pajak saat ini tidak hanya menunggu penyerahan surat pemberitahuan tahunan (SPT) para wajib pajak. Tetapi juga keikutsertaan masyarakat terhadap program pengampunan pajak alias tax amnesty. Ditjen Pajak sudah melayangkan surat kepada yang dianggap perlu mengikuti program itu, namun bagi beberapa orang ajakan itu justru dianggap menyebalkan. Lho, kenapa?

Tidak akuratnya pemberitahuan kepemilikan harta yang terdapat di lampiran surat menjadi penyebabnya. Jawa Pos mendapati beberapa orang yang disebut memiliki harta luar biasa banyak. Berbanding terbalik dengan pendapatan kerjanya. Jadilah, dia kaya mendadak versi Ditjen Pajak.

Sebut saja Andri, seorang karyawan perusahaan di Surabaya Selatan. Pelaporan SPT sudah dia lakukan karena kantornya sudah mengurus pembayaran pajaknya. Sia juga aktif melaporkan harta yang dimiliki dalam SPT. “Tapi, di surat pemberitahuan tax amnesty saya disebut punya perkebunan dan kapal pesiar,” katanya.

Dua hal itu sesuatu yang tidak mungkin baginya. Sebab, take home pay yang didapat dari tempatnya bekerja tidak sebanyak itu. Andri menyebut, gajinya per bulan di bawah Rp 10 juta. “Surat itu saya terima di rumah sepulang dari tugas di luar kota. Saya bingung, itu kapal dan perkebunan milik siapa sebenarnya,” imbuhnya.

Meski demikian, Andri tidak ambil pusing. Surat ajakan untuk ikut tax amnesty pada periode pertama itu tidak membuatnya bergerak ke Ditjen Pajak untuk mengklarifikasi. Sebab, itu jauh dari profil dirinya. “Nanti pembuktiannya pasti ribet. Padahal, kalau itu benar milik saya, ngapain saya kerja jadi karyawan,” tuturnya.

Selain Andri, ada juga yang menjadi kaya mendadak versi Ditjen Pajak. Sebut saja Selamet, warga Gresik, Jawa Timur. Pria yang sudah sepuh itu diminta untuk ikut tax amnesty, dan dalam lampiran surat disebutkan dia punya saldo Rp 800 juta. Dia mengatakan, itu sesuatu yang tidak mungkin dimilikinya.

Selamet yang sudah tidak lincah lagi, lantas ke bank untuk meminta print out rekeningnya. Benar saja, dalam berkas yang diperlihatkan pada Jawa Pos, rekening korannya sangat jauh dari Rp 800 juta. “Saya mau ke kantor pajak. Ini tidak benar,” kata bapak dua anak yang ingin menikmati masa tuanya dengan tenang itu.

Saat meminta print out rekening, Selamet sempat bertanya kepada petugas bank. Kenapa tiba-tiba disebut memiliki uang sebanyak itu. Kata dia, petugas bank menyebut adanya kemungkinan NPWP-nya digunakan krang lain tanpa sepengetahuannya. Biasanya, ada orang yang melakukan pinjaman ke bank lantas petugasnya nakal.

“Katanya, peminjam tidak punya NPWP dan punya saya yang dipakai,” terangnya. Selamet tidak tahu itu benar atau tidak. Yang jelas, memang tidak ada sesuatu yang mengganggunya terkait uang Rp 800 juta itu hingga datangnya surat dari Ditjen Pajak. “Itulah kenapa, mau saya klarifikasi kalau ini tidak benar,” tandasnya.

Berkaca dari testimoni itu, bukan tidak mungkin ada warga lain yang mengalami nasib serupa. Yakni, kaya mendadak versi Ditjen Pajak.

Sementara itu, Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak Hestu Yoga Saksama saat dihubungi JawaPos.com mengimbau agar masyarakat tak resah jika mendapatkan surat pemberitahuan mengikuti prorgam tax amnesty yang tidak sesusai dengan hartanya.

Kata dia, para wajib pajak yang tiba-tiba “kaya mendadak” versi Direktorat Jenderal Pajak hanya perlu menyampaikan klarifikasinya ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP). “Apabila memang harta yang disebutkan dalam surat himbauan tersebut tidak benar dimiliki atau sudah dilaporkan dalam SPT Tahunan, WP dapat mengklarifikasikan ke KPP,” jawabnya saat ditanyai JawaPos.com, Kamis (30/3).

Bahkan kata dia, wajib pajak yang benar tidak memiliki ‘harta dadakan’ dan rutin melaporkan SPT tersebut, bisa mengabaikan surat dari Ditjen Pajak untuk ikut program tax amnesty. “Atau bahkan mengabaikan sama sekali tanpa harus ada kekhawatiran sama sekali,” tegasnya.

Hestu mengatakan, Ditjen Pajak sejatinya juga mendapat laporan serupa. Namun, jumlahnya tidak banyak dari yang mereka imbau. Untuk itu, hal ini akan menjadi bahan evaluasi internal di lembaga tersebut.

Khususnya, penggunaan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) yang digunakan oleh orang lain untuk meminjam ke bank. Bank, lanjut Hestu, bisa saja mengkonfirmasi ke kantor pajak terkait kebenaran NPWP tersebut sebelum memproses pengajuan pinjaman. “Itu menjadi masukan untuk ke depannya. Kita akan koordinasi dengan bank supaya bisa mencegah hal tersebut,” pungkasnya.

Sumber: http://www.jawapos.com

http://www.pemeriksaanpajak.com

pajak@pemeriksaanpajak.com



Kategori:Berita Pajak

Tag:, , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,

Tinggalkan komentar