
Program tax amnesty resmi berakhir Maret lalu. Namun, pemerintah lewat Direktorat Jenderal Pajak (DJP), masih banyak pekerjaan menanti. Di antaranya mendorong wajib pajak (WP) agar tetap patuh.
Hal itu dikatakan Kepala Jurusan Akuntansi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB), Universitas Mulawarman (Unmul), Irwansyah. Dia menyebut, keberhasilan menjalankan program amnesti pajak bisa jadi sia-sia bila pendapatan dari sektor pajak berjalan stagnan. Hal ini mungkin saja terjadi bila ke depannya WP mulai tak taat melaporkan dan membayar pajak.
“Terlebih setelah program ini terungkap fakta bahwa potensi aset yang tersimpan di luar negeri cukup besar. Negara tidak boleh lagi kecolongan,” ucapnya.
Dia menyebut, bicara soal kepatuhan inilah yang mendasari jurusannya mengadakan seminar nasional tentang tax amnesty, Selasa (9/5) lalu.
Irwan menjelaskan, banyak orang masih memerlukan edukasi terkait pajak. Termasuk setelah masa amnesti pajak berakhir.
Itu sebabnya, harap Irwan, DJP terus berperan aktif. Tak hanya dalam memberikan sosialisasi, sisi pengawasan pun wajib ditingkatkan.
Hal serupa juga dikatakan Cornelius Rantelangi. dosen pengampu mata kuliah perpajakan ini mengatakan, saat ini kinerja DJP mesti dipacu lagi. Meski demikian, dia tetap mengapresiasi kesuksesan tax amnesty yang menambah pendapatan negara dari sektor pajak hingga 75 persen.
“Setelah berhasil mengumpulkan ini, saatnya bicara tentang tata kelola keuangan negara. Jangan sampai, uang yang masuk digunakan untuk hal yang tidak tepat,” jelasnya kepada Kaltim Post, Rabu (10/5).
Cornelius memaparkan, tata kelola keuangan seharusnya memegang prinsip efisiensi dan efektivitas. Artinya, sekecil apapun dana yang dikeluarkan wajib memberikan multiplier effect yang baik.
Pemerintah pusat, ungkapnya, wajib membagikan alokasi dana yang proporsional kepada masing-masing pemerintah daerah.
“Contohnya Kaltim, sumbangan yang diberikan untuk negara dari sumber daya alam (SDA) sangat besar. Namun, dana untuk daerah tidak seberapa,” kata dia.
Meski demikian, ungkapnya, selain bicara nominal, pemanfaatan dana harusnya digunakan secara optimal dan tepat guna.
“Sebagai contoh, daripada menggunakan dana untuk membangun gedung besar nirmanfaat. Lebih baik membenahi infrastruktur. Manfaatnya lebih terasa untuk masyarakat,” urainya.
Contoh pembangunan infrastruktur, kata dia, Pemprov Kaltim atau Pemkot Samarinda bisa membenahi beberapa Benanga, di Kota Tepian.
Normalisasi bendungan, kata dia, mampu membantu pemda mengatasi masalah banjir. Sebab, curah hujan dapat ditampung maksimal. Selain itu, air yang tertampung bisa dimanfaatkan untuk kebutuhan warga dan kegiatan pertanian di sekitarnya.
“Bila kegiatan pertanian berjalan baik, produksi pangan juga meningkat. Keinginan untuk mandiri pangan bisa saja terwujud,” sebut dia.
Terakhir, kembali Irwan memberi masukan agar pemerintah bisa mempermudah birokrasi perizinan. Sebenarnya, kata dia, regulator telah menetapkan kebijakan terkait beberapa hal yang berkaitan dengan izin.
Namun, kenyataan di lapangan, birokrasi yang rumit ditambah kurangnya jaminan keamanan menghentikan langkah pelaku usaha.
“Padahal, bila izin dipermudah dan situasi tetap kondusif. Investasi pasti akan meningkat karena investor tak ragu menanamkan modal,” bebernya.
Diwartakan sebelumnya, Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Pengawasan Pajak Puspita Wulandari, mengatakan tax amnesty tergolong sukses.
DJP, kata dia, berhasil mengumpulkan dana dengan capaian total harta yang dilaporkan sebesar Rp 4.855 triliun hingga 31 Maret 2017.
Hal ini dikatakannya dalam seminar nasional yang digelar dalam rangka Dies Natalis ke-55 Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Mulawarman (Unmul).
Dia memerinci, capaian tersebut terdiri dari deklarasi harta di dalam negeri Rp 3.676 triliun, harta luar negeri Rp 1.031 triliun, repatriasi Rp 147 triliun. Sementara uang tebusan mencapai Rp 114 triliun.
“Kesuksesan ini sama sekali bukan hanya upaya dari Ditjen Pajak semata. Tapi sinergi dari seluruh komponen bangsa,” ucapnya pada seminar yang digelar di Ruang Serbaguna Rektorat Unmul, Samarinda.
Menurutnya, yang juga tak kalah penting untuk menumbuhkan kepercayaan WP agar semakin patuh pajak adalah kesuksesan reformasi DJP.
Reformasi pajak pun menjadi faktor penentu penerimaan negara yang bersumber dari pajak. Akan tetapi, peran WP juga tak dapat dikesampingkan.
“Jadi, reformasi ini membuat institusi pajak kredibel dan meningkatkan kepatuhan. Institusi bagus, WP percaya bisa berjalan maksimal,” terangnya.
Sementara itu, anggota Komisi XI DPR, Mukhamad Misbakhun, menilai kebijakan pengampunan pajak atau tax amnesty merupakan langkah awal reformasi perpajakan di Indonesia. Ia percaya kebijakan tersebut memiliki manfaat jangka pendek dan panjang bagi ekonomi nasional.
“Tax amnesty ini pintu gedor awal untuk reformasi yang berkelanjutan (di sektor pajak),” ujar Misbakhun.
Sumber: prokal.co
http://www.pemeriksaanpajak.com
Kategori:Pengampunan pajak
Tinggalkan komentar