KEBIJAKAN MENKEU MENGEJUTKAN

EFEKTIF MENINGKATKAN RASIO PEMBAYAR PAJAK TAPI JUGA MENIMBULKAN KEKHAWATIRAN BARU

Aparat Dijen Pajak dipastikan akan makin sibuk dengan mainan baru. Aparat pajak kini memiliki memiliki senjata baru untuk memeriksa wajib pajak (WP) dengan membuka rekening mereka di bank. Disinyalir dengan kepuarnya kebijakan Menteri Keuangan yang baru, ada sebanyak 2,3 juta WP harus melapor, bila tidak ingin aparat pajak datang mengejar.

Setelah lahir Perppu Nomor 1/2017, kini ada Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 70/PMK.03/2017 sebagai petunjuk teknisnya. Dalam PMK tersebut ditetapkan saldo minimal yang harus dilaporkan WP perorangan ke Ditjen Pajak adalah sebesar Rp 200 juta rupiah dan rekening valuta asing minimal US$250 ribu. Ini saldo akhir tahun, bukan saldo mutasi. Untuk badan usaha, tidak ada batas minimum saldo.

Menkeu Sri Mulyani mencium kekhawatiran masyarakat. Namun ia berusaha meredamnya. “Masyarakat tidak perlu khawatir. Pertama, kalau itu adalah account yang berasal dari gaji tetap yang selama ini sudah dipotong dari gaji tetap yang sudah dipotong PPh, mereka tidak perlu takut menjadi subjek Pajak. Dan bahkan bila mereka sudah ikut Tax Amnesty tentu juga tidak perlu khawatir lagi. Jadi kami tidak bertujuan mencari-cari dan tidak memburu. Kalaupun ada Wajib Pajak yang menerima surat dari Ditjen Pajak, Anda datang ke kantor Pajak untuk klarifikasi. Kalau Anda sudah merasa comply, patuh, Anda tidak perlu merasa khawatir,” pungkasnya.

Kebijakan dalam PMK tersebut cukup mengejutkan karena Menkeu pekan lalu mengatakan batas saldo yang bisa diperiksa adalah US$250.000 atau sekitar Rp 3,3 milyar . Ternyata sekarang pemilik saldo Rp 200 juta  dikenai wajib lapor ke pajak. Menkeu bahkan memperkirakan jumlahnya sekitar 2,3 juta nasabah bank yang terkena kewajiban lapor tersebut.

Ini benar-benar langkah ekstensifikasi pajak. Pemerintah berusaha menjangkau lapisan yang lebih luas. Pertama, meningkatkan objek pajak untuk mendongkrak pendapatan yang selalu meleset dari target. Kedua untuk meningkatkan rasio pembayar pajak yang konon di Indonesia masih rendah.

Banyak orang mulai khawatir. Apalagi, beberapa waktu lalu pemerintah sudah menegaskan setelah Tax Amnesty (TA) selesai maka penegakan hukum akan lebih tegas. Kita bisa membayangkan, kalau Menkeu saja sudah menyebut 2,3 juta pemilik rekening di atas Rp 200 juta yang harus lapor, maka aparat Ditjen Pajak akan berlomba menerjemahkannya di lapangan. Eksesnya bisa bermacam-macam karena situasi memungkinkan berkembangnya moral hazard di kalangan petugas pajak maupun WP.

Kebijakan tersebut efektif untuk meningkatkan rasio pembayar pajak di dalam negeri, namun bisa juga menakutkan pemilik rekening bank yang akan bolak-balik dipanggil pajak.  Bagi mereka yang sudah menulasi TA pun tak berarti sepenuhnya aman, apalagi bila catatan rekeningnya tidak sesuai dengan apa yang dilaporkan.  Tampaknya akan banyak kesibukan, bahkan kehebohan, yang mewarnai pemeriksaan pajak ke depan.

Kita juga mencatat munculnya kekhawatiran akan terjadinya penyalahgunaan yang dilakukan aparatur pajak. Larangan dan sanksi selalu ada dalam setiap peraturan, namun kenyataannya tetap saja banyak petugas nakal yang memanfaatkan peluang untuk kepentingan pribadi. Apalagi data rekening tersebut terkait WP kaya yang rentan pemerasan bila mereka terlibat masalah perpajakan.

Kekhawatiran yang bisa dimaklumi. Apalagi, hal yang belum berubah sejak dulu, sebagian besar pajak yang terhimpun habis untuk membayar bunga dan cicilan utang,  gaji, belanja pegawai dan biaya rutin lainnya. Hanya sebagian kecil yang tersisa untuk mendongkrak kesejahteraan rakyat.

Kita belum melihat tekad keras pemerintah untuk mengubah orientasi anggaran, yang lebih banyak mengalokasikan dana untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Yang kita saksikan masih sama, korupsi, sogok menyogok, penggelembungan proyek  dan berfoya-foya dengan gelimang uang negara. Maka, kebijakan Menkeu ini akan efektif menaikkan rasio pembayar pajak namun eksesnya juga  tidak kecil. Bahkan bisa mempercepat ketidakpercayaan rakyat kepada pemerintah bila ternyata birokrasi tetap boros dan tak mampu meningkatkan mutu layanan publik.

Sumber: http://www.sinarharapan.com

http://www.pemeriksaanpajak.com

pajak@pemeriksaanpajak.com



Kategori:Artikel

Tag:, , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,

Tinggalkan komentar