Proyek Pulau Karantina Sapi Kandas

Jakarta. Wacana pembangunan Pulau Karantina Sapi di Pulau Naduk, Bangka Belitung akhirnya kandas. Setelah melakukan studi analisis dampak lingkungan (amdal) ternyata pulau ini tidak memenuhi syarat menjadi pulau karantina hewan. Sebab secara geografis posisi Pulau Naduk berbentuk cekung dengan ketinggian maksimun antara 15 cm ingga 80 cm di atas permukaan laut.

Dengan kondisi geografis seperti itu, Pulau Naduk tidak memungkinkan untuk pembangunan instalasi karantina dan penanaman rumput untuk pakan ternak. Di tengah kandasnya pembangunan pulau karantina hewa di Pulau Naduk, pemerintah sampai saat ini belum juga menemukan pulau pengganti pembangunan instalasi karantina.

Pembangunan pulau karantina menjadi amanat Undang-Undang (UU) Nomor 41/2014 tentang peternakan dan kesehatan hewan. Atas UU itu, pemerintah juga membuat dua peraturan pemerintah. Pertama,PP soal zonasi asal dari sapi-sapi indukan yang akan diimpor dari sebelumnya country base menjadi zona base. Kedua, beled mengenai keberadaan pulau karantina.

Pada tahun 2015 pemerintah sudah gencar melakukan pembahasan rancangan peraturan pemerintah (PP) Pulau Karantina. Lalu pada tahun 2016 pemerintah melakukan studi amdal. Ditargetkan pembangunan fisik pulau karantina hewan bisa dilakukan pada awal 2017, seperti infrastruktur jalan, laboratorium dan kandang sapi.

Kepala Badan Karantina Kementerian Pertanian (Kemtan) Banun Harpini mengatakan, Pulau Naduk ternyata tidak visibel dan layak untuk pembangunan instalasi karantina hewan. Selain posisinya cekung, pulau ini juga kerap terendam air saat permukaan air laut naik atau rob. “Bahkan saat dilakukan periode Amdal saat itu, sebagian lahan pulau ini dalam posisi terendam,” ujarnya, Kamis (8/6).

Fokus ke lokal

Selain kendala teknis di atas, ternyata di Pulau Naduk juga ditemukan adanya habitat buaya liar. Bila pembangunan instalasi karantina dipaksakan, maka secara lingkungan, harus juga dibangun habitat bagi buaya-buaya tersebut agar tetap bertahan hidup. “Terkait hasil amdal ini, kami sudah melaporkan kepada semua instansi terkait,” terangnya.

Terkait kemungkinan memindahkan pulau karantina ke daerah lain, Banun mengatakan, opsi itu tetap terbuka. Namun ia pesimis bisa dijalankan tanpa adanya PP tentang pulau karantina. “Yang jelas, sampai sekarang RPP tentang pulau karantina belum terbit,” katanya.

Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Perhimpunan Peternak Sapi dan Kerbau Indonesia (PPSKI) Teguh Boediyana mengatakan, wacana pembangunan pulau karantina sebenarnya sudah dirancang pada zaman Orde baru. Tapi sampai saat ini tidak pernah terealisasi. Sebab mekanisme pembangunan pulau karantina tidak semudah yang dibayangkan. “Menurut saya tidak perlu pembangunan pulau karantina kalau kita masih belum siap, karena selain biayanya mahal, juga tidak semudah yang dibayangkan dalam realisasinya,” bebernya.

Ia menyarankan agar pemerintah menata ulang ketersediaan sapi lokal yang ada saat ini. Kemudian membina dan subsidi kepada para peternak sapi di perdesaan. Tujuannya adalah untuk meningkatkan populasi sapi lokal dan mengerem laju pemotongan betina produktif. “Pada tahun 2013 dan 2014, pemotongan sapi betina produktif mencapai 1 juta ekor, ini jumlah yang sangat besar,” tuturnya.

Rochadi Tawaf, Pengamat Peternakan Universitas Padjadjaran bilang, harusnya pemerintah fokus membangun integrasi sapi sawit dan pengembangan sapi rakyat dengan insentif pendukung.

Sumber : Kontan, Jumat 9 Juni 2017

http://www.pemeriksaanpajak.com

pajak@pemeriksaanpajak.com



Kategori:Berita Ekonomi

Tag:, , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,

Tinggalkan komentar