Ekonomi Masih Lesu, Laba Bank Asing Layu

Laba sejumlah kantor cabang bank asing di Indonesia turun.

Tren kenaikan lagi (rebound) harga sejumlah komoditas rupanya belum mampu menjadi tuas pengungkit kinerja sejumlah bank di tanah air. Paling tidak, hal ini dirasakan oleh beberapa bank asing di dalam negeri.

Hingga Juni 2017, data Statistik Perbankan Indonesia (SPI) yang dirilis Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menunjukkan kinerja bank asing masih menuai rapor merah. Pada semester pertama tahun ini, misalnya, laba bersih bank asing mencapai Rp 4,48 triliun. Laba ini turun sekitar 8,9% dibandingkan periode yang sama tahun lalu.

Berkurangnya laba bank asing enam bulan pertama tahun ini dipicu penurunan pendapatan bunga bersih sebesar 9,15% menjadi Rp 16,5 triliun dari Rp 18,2 triliun pada paruh pertama tahun 2016. Sementara itu, melorotnya pendapatan bunga bersih disebabkan penurunan penyaluran kredit bank asing pada semester I 2017 sebesar 19,02% menjadi Rp 201,6 triliun dari Rp 248,9 triliun pada semester I 2016 (lihat table).

Dody Arifianto, Kepala Grup Risiko Perekonomian dan Sistem Keuangan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), mengatakan, belum pulihnya ekonomi global yang memperburuk sektor perdagangan nasional menjadi salah satu pemicu turunnya laba bersih bank asing di semester I 2017 (lihat boks).

Dan, salah satu kantor cabang bank asing (KCBA) yang mengalami koreksi laba bersih adalah Deutsche Bank. Berdasarkan laporan keuangan yang dirilis perusahaan, pada semester I 2017, bank asal Jerman tersebut hanya membukukan laba bersih Rp 340,3 miliar. Laba ini turun dibandingkan periode yang sama di tahun 2016 yang sebesar Rp 567,2 miliar.

Adapun, penurunan laba bersih Deutsche Bank, antara lain, disebabkan oleh luruhnya pendapatan bunga bersih perusahaan dari Rp 299 miliar pada semester I 2016 menjadi Rp 252,7 miliar pada semester I 2017. Sebabnya penyaluran kredit Deutsche Bank turun yakni hanya Rp 8,6 triliun. Padahal, pada semester I 2016 kredit yang tergelontarkan Deutsche Bank masih berada di posisi Rp 9,6 triliun.

Betul, sebagai KCBA, kinerja Deutsche Bnak tidak bisa lepas dari performa bank induk di negara asalnya. Hanya saja, kinerja yang ditunjukkan bank induk, justru sangat kontras dengan KCBA Deutsche Bank di tanah air. Contohnya, pada kuartal I 2017, kendati pendapatan bank hanya € 7,3 miliar atau turun 9% dibanding tahun 2016, tapi laba bersih Deutsche Bank justru naik menjadi € 575 juta dibandingkan dengan posisi € 236 juta di periode yang sama tahun lalu.

Kinerja moncer itu terus dibukukan Deutsche Bank AG di kuartal II, Deutsche Bank menorehkan laba bersih sebesar € 466 juta atau naik dari € 20 juta pada periode tahun sebelumnya. Cuma, pendapatan bank ini hanya sebesar € 6,6 miliar atau turun 10% secara tahunan.

Kami genjot kredit ke sektor korporat, terutama pembiayaan infrastruktur.

Jika ditilik lebih jauh, pencapaian laba bersih yang ditorehkan induk Deutsche Bank layak diacungi jempol. Pasalnya, pada tahun 2016 lalu, bank terbesar di Negeri Bavaria ini sempat dilanda krisis neraca keuangan.

Gara-garanya, Deutsche Bank AG dituntut membayar denda US$ 14 miliar oleh pangadilan Federal Amerika Serikat (AS) akibat bersalah menjual kredit.

Perumahan murah atau subprime mortgage, yang belakangan ditengarai menjadi biang keladi krisis pasar keuangan di AS pada 2008. Alhasil, Deutsche Bank dituntut Pengadilan Federal AS untuk membayar denda senilai US$ 14 miliar atau setara Rp 181,6 triliun. Tapi, Deutsche Bank hanya setuju membayar denda sebesar US$ 7,2 miliar.

Lantas, apa penyebab kinerja KCBA Deutsche Bank tak berjalan seirama dengan sang induk? Chief Country Officer KCBA Deutsche Bank, Kunardy Lie, ogah membeberkan alasannya. “Saya belum dapat memberikan opini. Situasinya berubah pada tahun ini, “ kata Kunardy kepada Tabloid KONTAN.

Bank asing lain yang mencatat penurunan laba bersih adalah PT Standard Chartered Bank Indonesia (Stanchart). Hingga Juni 2017, KCBA asal Inggris ini hanya mampu menjaring laba bersih Rp 134 miliar. Laba ini menukik dibandingkan periode yang sama tahun 2016 sebesar Rp 259,6 miliar.

Penurunan laba bersih Stanchart di semester I 2017 disebabkan turunnya pendapatan bunga bersih menjadi Rp 1,14 triliun atau turun dibandingkan periode serupa pada 2016 yang mencapai Rp 1,28 triliun. Salah satu faktor pemicu turunnya pendapatan bunga bersih adalah merosotnya penyaluran kredit Stanchart dari Rp 27,4 triliun jadi Rp 27,2 triliun.

Laba masih naik

Untuk meningkatkan kinerja, Dody Rochadi, Country Head of Corporate Affairs Standard Chartered Bank Indonesia mengatakan, pihaknya memiliki enam strategi. Di antaranya melakukan inovasi produk dan layanan.

Selain itu, sinergi jaringan regional dan internasional untuk meningkatkan pelayanan nasabah. Stanchart bakal melakukan transformasi digital untuk meningkatkan bisnis ritel dengan cara menggandeng tiga perusahaan e-commerce.

Yang pasti, tak semua KCBA mengalami nasib serupa dengan Deutsche Bank. Contohnya Citibank. Bank asal Amerika Serikat ini mampu mencetak kenaikan laba bersih di semester I 2017. Pada periode ini, Citibank mencatatkan laba bersih sebesar Rp 1,35 triliun. Laba ini naik 12% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya 1,21 triliun. Melonjaknya laba KCBA Citibank ditopang pertumbuhan pendapatan bunga bersih sebesar 12% menjadi Rp 2,33 triliun.

Kenaikan laba bersih turut mengerek kenaikan Return on Asset (ROA) Citibank Indonesia menjadi 4,78% dari sebelumnya 4,34% dan Return on Equity (ROE) menjadi 16,79% dari sebelumnya 15,84%. Pada semester I 2017, Citibank membukukan kenaikan asset sebesar Rp 76,69 triliun atau naik 5,79% dibandingkan periode yang sama tahun 2016 sebesar Rp 72,49 triliun. “Kinerja positif Citibank di bisnis consumer banking dan institutional banking menghasilkan pertumbuhan total aset sebesar 6% dan dana pihak ketiga (DPK) sebesar 3%. Giro dan tabungan berkontribusi 72% dari keseluruhan DPK per 30 Juni 2017,” ungkap Batara Sianturi, Chief Executive Officer Citibank Indonesia.

Batara menambahkan, sampai akhir 2017, Citibank Indonesia menargetkan pertumbuhan kredit sebesar 10% sampai 14%. Pertumbuhan kredit disokong dari beberapa sektor penyaluran, terutama korporasi.

Asal tahu saja, pada laporan keuangan kuartal II 2017, Citibank Indonesia mencatat penurunan kredit sebesar 2,86% secara year on year (yoy) menjadi Rp 40,92 triliun. Sementara itu, DPK tetap mengalami kenaikan meski hanya tumbuh 3,22% yoy menjadi Rp 50,56 triliun.

Bukan cuma Citibank Indonesia yang berhasil mengerek  laba bersih di semester pertama tahun ini, bank asing asal negeri panda, PT China Construction Bank Indonesia (CCB) juga mengalap berkah serupa. Pada enam bulan pertama di 2017, CCB mampu menyalurkan kredit Rp 9,16 triliun atau naik 20% dibandingkan periode yang sama di tahun sebelumnya.

Kenaikan pengucuran kredit tersebut diikuti kenaikan laba bersih CCB sebesar 30% menjadi Rp 50 miliar secara yoy. Meski terkerek naik 0,7%, angka kredit macet (non performing loan) CCB juga masih terjaga di kisaran 2,5%.

Tentu saja, ada sejumlah strategi yang dilakukan KCBA CCB untuk membirukan kinerjanya. “Strategi yang kami lakukan adalah mengembangkan kredit ke sektor korporat, terutama pembiayaan infrastruktur,” kata Louis Sudarmana, Direktur CCB Indonesia.

Pada tahun ini, lanjut Louis, pihaknya menargetkan penyaluran kredit bisa mencapai Rp 10,7 triliun atau naik 30% dibandingkan tahun 2016. “Target laba tahun ini adalah sebesar Rp 77 miliar dan NPL 1,85%. Kami optimistis target itu bisa tercapai,” kata Louis.

Sumber: Tabloid Kontan

http://www.pemeriksaanpajak.com

pajak@pemeriksaanpajak.com



Kategori:Berita Ekonomi

Tag:, , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,

Tinggalkan komentar