Agar Aturan Impor Tidak Bikin Tekor

Pemerintah ingin industri hulu di dalam negeri cepat mekar dengan membatasi impor.

Pemerintah ingin menata ulang struktur industri di dalam negeri agar lebih kuat dan tidak rentan dengan guncangan eksternal. Salah satunya dengan menata pasokan bahan baku bagi industri hilir.

Sebab bukan rahasia lagi, saat ini hampir semua sektor industri menufaktur di dalam negeri sudah bergantung pada bahan baku impor. Dalam hitungan Kemetrian Perekonomian sekitar 85% bahan baku di industri manufaktur dalam negeri musti di impor. “Kami menargetkan nanti di tahun 2035 tinggal 20% saja”, ujar Deputi Menko Perekonomian Bidang Industri dan Perdagangan Edy Putra Irawady.

Untuk itulah, Pmerintah sedang merancang aturan yang berfungsi untuk melarang dan membatasi impor barang khususnya bahan baku industri. Memang tidak mudah menyatukan seluruh beleid impor, lantaran  selama ini terpisah di masing-masing instansi.

Dalam catatan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, kewenangan untuk mengeluarkan larangan dan pembatasan impor dan ekspor dipegang oleh sebanyak 16 instansi pemerintah. Semisal Kementrian Perdagangan yang mengatur masuknya izin seperti bahan pangan seperti beras jagung, tepung terigu, zat kimia bahan baku plastik seperti etilena hingga bahan peledak.

Kementerian Perindustrian mengawal masuknya produk tak berkualitas alias tanpa Standar Nasional  Indonesia. Lalu kementrian Komunikasi dan Informatika mengatur masuknya bahan baku obat-obatan farmasi.

Edi menegaskan, tujuan utama aturan ini bukan untuk membuat larangan dan membatasi impor bahan baku. Menurut dia, Pemerintah ingin pengawasan impor bahan baku industri lebih ketat dan tetap dibuka. “Nanti untuk impor bahan baku itu ada post audit yang melakukan pemeriksaan fisik dan lain-lain”, jelasnya.

Intinya, selama industri bahan baku di dalam negeri belum bisa memenuhi kebutuhan industri hilir, pemerintah tetap mengizinkan impor bahan baku tersebut. Bahkan, saat ini pemerintah sudah mendorong pusat logistik berikat (PLB) agar bisa menyediakan semua kebutuhan bahan baku industri. “Jadi semua bahan baku ada di PLB, kalau mereka butuh tinggal ambil, seperti kapas, otomotif, sudah ada di PLB,” terang Edy.

Menurut Edy, pemerintah melakukan pemeriksaan post audit, temasuk survey kapasitas usaha. Jangan sampai industri menimbun bahan baku melewati kebutuhan.

Ketua Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Ade Sudrajat mengatakan, aturan soal larangan terbatas impor bahan baku ini cukup bagus untuk mengendalikan impor. Terlebih industri dalam negeri memang dituntut untuk lebih efisien dan memiliki daya saing mumpuni.

Untuk itu, industri jangan jorjoran mengimpor bahan baku. “Kalau kebutuhan suatu perusahaan misalnya 1.000 ton per tahu, kenapa impornya harus 2.000 ton, “ ujar Ade.

Hingga saat ini, industri nasional masih mengimpor sekitar 83% bahan baku.

Pengendalian impor juga penting buat menertibkan importir produsen (IP) nakal. Menurut Ade, selama ini banyak IP yang mengantongi kuota impor ternyata tidak punya pabrik. “Ini juga yang membuat impor bahan baku itu berlebihan,” ujarnya.

Namun Ade mengingatkan pemerintah enggak mungkin memaksakan agar seluruh kebutuhan bahan baku industri bisa dipenuhi dari perusahaan lokal. Sabab, kebutuhan bahan baku sangat beragam dan tidak mungkin semuanya tersedia di dalam negeri. “Contoh untuk industri tekstil, selain kapas, kami masih mengimpor serat rayon dan polyester”,  ujarnya.

Ade mengatakan hampir  100% kapas masih harus didatangkan dari luar alias impor. Sementara untuk bahan baku serat rayon, sebagian besar juga impor. Dari total 16 jenis serat rayon yang beredar di pasaran, yang sudah diproduksi di dalam negeri baru empat jenis dan sisanya impor. Sementara untuk serat polyester, dari 124 jenis yang telah berhasil diproduksi di dalam negeri hanya tujuh jenis.  “Jadi, mayoritas masih diiimpor”, ujar Ade.

Kondisi yang sama terjadi di industri makanan dan minuman. Adhi S. Lukman, Ketua Umum Gabungan Asosiasi Pengusaha Makanan Minuman Indonesia (Gapmmi) mengatakan, ketergantungn industri makanan dan minuman terhadap bahan baku impor masih sangat tinggi. Contohnya gula rafinasi  100% harus impor, kedelai 70% impor, dan susu 70% impor. Belum lagi kebutuhan daging dan terigu yang sebagian besar masih impor.

Bila impor bahan baku dibatasi, maka industri makanan dan minuman bakal terpukul. Bukan saja produksi turun, tapi pangsa pasar ekspor juga bakal tergerus. “Selanjutnya pasar Indonesia akan menjadi makanan empuk negara lain”, cetusnya.

Makanya, dengan kondisi sekarang, Gapmmi tidak ingin ada aturan yang membatasi impor bahan baku. Justru pemerintah harus menjamin kelancaran pasokan bahan baku agar industri terus berkembang.

Hal senada diungkapkan Sekjen Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (Gapri) Hasan Aoni Azis. Ia menyebut , kebutuhan tembakau sebagai bahan baku industri rokok dalam negeri sekitar 340.000 ton per tahun. Tapi, produksi tembakau nasional hanya bisa memasok kebutuhan sekitar 60-70%. “Sisanya itu terpaksa kami impor,” kata Hasan.

Hasan khawatir, pembatasan impor bahan baku bisa mengganggu industri pengolahan tembakau. Ia menyarankan baiknya pemerintah fokus meningkatkan kemampuan dalam negeri, terutama petani, untuk memenuhi kebutuhan industri.

Menurut Hasan, tidak masalah pemerintah melarang atau membatasi impor tembakau jika kebutuhan tembakau sudah bsia dipenuhi dari lokal, baik kuantitas, kualitas maupun varietas dan jenisnya. Bila kebijakan ini diterapkan tanpa kepastian bahan baku lokal maka industri pasti terpuruk.

Pendekatan insentif.

Hasan mengusulkan, Pemerintah mengedepankan pendekatan insentif ketimbang pelarangan impor dan sejenisnya. “Misalnya industri yang menggunakan bahan baku dalam negeri lebih besar mendapat reward’, jelasnya.

Direktur Institute for Development Economic and Finance (Indef) Enny Sri Hartati juga berpendapat sama. “Saya setuju pabrik rokok dengan TKDN (tingkat komponen dalam negeri) tinggi, bayar cukainya lebih murah,” jelasnya.

Dengan cara ini industri rokok akan gencar bekerja sama dengan petani tembakau di dalam negeri. Begitu juga dengan peningkatan produksi susu. Pemerintah perlu memberikan insentif kepada peternak sapi oerah agar beternak.

Jika pemerintah asal membuat larangan impor bahan baku, Enny khawatir industri kesulitan memperoleh bahan baku, sehingga aktivitas produksi terganggu, dan malah memangkas daya saing industri.

Sumber: Tabloid Kontan 18 Sept-24 Sept 2017

http://www.pemeriksaanpajak.com

pajak@pemeriksaanpajak.com



Kategori:Berita Pajak

Tag:, , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,

Tinggalkan komentar