
Cukai tembakau masih mendominasi penerimaan cukai pemerintah. Agustus kemarin, cukai tembakau masih menembus angka Rp65,5 triliun dari total penerimaan cukai Rp68,3 triliun.
Begitu dikatakan Wakil Ketua Lembaga Demografi Universitas Indonesia Abdillah Hasan, dalam surat elektronik yang diterima redaksi, Kamis (21/9).
Menurut dia, pemerintah masih bisa mengoptimalkan penerimaan cukai tembakau. Hal itu baru bisa dilakukan apabila struktur tarif cukai di Indonesia sudah tidak rumit lagi.
Penggolongan berdasarkan batas produksi 3 miliar batang tidaklah relevan. Sebab, akhirnya hanya memberikan insentif bagi perusahaan rokok untuk membayar cukai lebih rendah.
“Golongan produksi lebih dari 3 miliar dan di bawah 3 miliar, ini tidak relevan lagi. Misalnya saya pengusaha rokok, hal ini memberikan insentif bagi saya untuk memproduksi 2 miliar 999 juta batang sehingga cukainya lebih murah,” jelasnya.
Anggota Komisi XI DPR RI, Indah Kurnia juga berpendapat sama. Kata dia, struktur cukai di Indonesia memang masih perlu pembenahan. Salah satunya adalah tarif cukai untuk segmen SKT (Sigaret Kretek Tangan).
Seharusnya, tidak ada lagi tarif cukai SKT yang lebih tinggi dari tarif cukai Sigaret Kretek Mesin (SKM) dan Sigaret Putih Mesin (SPM).
“Yang menggunakan tangan manusia (SKT), itu tarifnya seyogyanya harus lebih rendah dari mesin (SKM & SPM),” jelasnya terpisah.
Indah menerangkan, kompleksnya struktur cukai rokok sebenarnya merugikan penerimaan negara karena ada permasalahan, dimana ada perusahaan rokok yang membayar cukai Gol 2.
Nah, hal ini juga menyebabkan persaingan yang tidak sehat karena perusahaan yang benar-benar kecil harus bersaing dengan perusahaan besar asing di Gol 2.
“Penerimaan negara menjadi tidak optimal karena ada perusahaan besar yang kesannya itu mensiasati. Ada pembatasan kalo tidak mencapai tiga milyar rupiah maka akan termasuk golongan yang bukan golongan I,” terang Indah.
Indah memberikan masukan agar sebaiknya Pemerintah menggabungkan batas volume produksi untuk rokok mesin menjadi 3 milliar batang agar persaingan yang sehat dapat tercipta di industri.
“Dengan demikian, aturan ini akan melindungi pabrikan yang benar-benar kecil dimana mereka layak menikmati tarif cukai golongan II yang lebih rendah,” tandasnya.
Sumber : rmol.co
http://www.pemeriksaanpajak.com
Kategori:Berita Pajak
Tinggalkan komentar