Bank Dunia memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia di 2017 hanya 5,1 persen. Jumlah tersebut menurun dibanding proyeksi yang dikeluarkan sebelumnya pada triwulan II-2017 sebesar 5,2 persen.
Namun demikian, Bank Dunia tidak mengubah proyeksi target pertumbuhan ekonomi Indonesia 2018 yakni sebesar 5,3 persen. Sebab, perekonomian global masih mendukung dan kondisi perekonomian domestik yang lebih kuat.
“Perekonomian domestik cukup kuat. Hal itu dampak dari reformasi perekonomian yang terus dilakukan pemerintah,” ungkap Kepala Perwakilan Bank Dunia untuk Indonesia Rodrigo A Chaves di Jakarta, kemarin.
Rodrigo melihat, perkembangan ekonomi Indonesia yang tumbuh stagnan di kuartal II-2017 sebesar 5,01 persen disebabkan tidak adanya percepatan di tengah membaiknya lingkungan eksternal dan momentum reformasi kebijakan fiskal. Namun demikian, menurutnya, capaian itu cukup bagus. Capaian tersebut menempatkan Indonesia sejajar dengan negara-negara besar lain mengalami pertumbuhan cepat di dunia.
Selain itu, lanjut Rodrigo, disebabkan pertumbuhan konsumsi swasta di kuartal II tidak meningkat. Hal ini berlawanan dengan beberapa faktor menguntungkan, seperti pertumbuhan lapangan kerja yang tinggi, kenaikan gaji sebanyak dua digit, kepercayaan konsumen yang tinggi, menurunnya inflasi pangan, kurs rupiah yang stabil, dan beralihnya periode Idul Fitri ke kuartal kedua tahun ini.
Faktor lainnya, Rodrigo menyebutkan pada periode tersebut konsumsi pemerintah mengalami kontraksi dari tahun sebelumnya, sebagian mencerminkan dampak dasar (base effect) dari peningkatan belanja barang yang besar di kuartal kedua 2016. Ditambah adanya hari kerja yang lebih sedikit di kuartal IItahun ini. Sementara pertumbuhan ekspor dan impor secara signifikan melambat di kuartal kedua.
“Tidak adanya peningkatan dalam pertumbuhan di triwulan kedua terutama konsumsi sektor swata, adalah teka-teki yang memerlukan data dan analisis lebih lanjut. Salah satu kemungkinannya adalah bahwa perekonomian menyesuaikan diri dengan reformasi baru-baru ini, sementara dampak pertumbuhan membutuhkan waktu untuk terealisasi,” ungkapnya.
Rodrigo menambahkan, ke depan konsumsi swasta diproyeksikan menguat seiring dengan kenaikan upah riil dan peningkatan lapangan kerja. Sementara investasi swasta akan mendapat keuntungan dari penurunan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI).
“Penurunan suku bunga itu berdampak pada penurunan biaya pinjaman, perbaikan lingkungan bisnis, dan peningkatan investasi publik di bidang infrastruktur,” jelasnya.
Rodrigo menuturkan, sektor eksternal memiliki potensi memberikan kontribusi positif karena perekonomian global semakin kuat. Walaupun kontribusi ini sebagian akan diimbangi oleh nilai tukar perdagangan yang diproyeksikan menurun karena adanya penurunan harga batu bara.
“Defisit neraca berjalan diperkirakan akan melebar dari 1,7 persen di tahun 2017 menjadi 1,8 persen di tahun 2018,” tuturnya.
Sumber : rmol.co
http://www.pemeriksaanpajak.com
Kategori:Berita Ekonomi

Tinggalkan komentar