
Pemerintah membentuk tim negosiasi terdiri dari tiga kementerian, yakni Kementerian Keuangan, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), dan Kementerian BUMN untuk menyikapi penolakan PT Freeport Indonesia terhadap skema divestasi (pelepasan saham) yang disodorkan pemerintah.
“Kita ambil yang terbaik dari tiga kementerian. Tim sedang jalan, untuk berunding dengan Freeport,” ungkap kata Wakil Menteri Keuangan Mardiasmo di Jakarta, kemarin.
Madiasmo menolak memberikan keterangan lebih jauh mengenai target tim negosiasi. Karena dirinya bukan bagian dari tim tersebut.
“Nanti, dibicarakan kepada timnya ya. Timnya sedang berjalan. Saya kan (ngurusin) mengenai gross split dan mengenai PMN (Penyertaan Modal Negara),” tuturunya.
Deputi bidang Restrukturisasi dan Pengembangan Usaha Kementerian BUMN Aloysius juga enggan membicarakan perkembangan negosiasi dengan Freeport. Dia hanya memastikan bahwa rencana pembentukan holding BUMN tambang masih terus dilakukan.
Soal rencana pembelian saham Freeport oleh holding BUMN tambang, menurut Aloysius, sangat tergantung hasil negosiasi. Jika skema dan harga yang ditawarkan sesuai, BUMN akan membelinya. Begitu pun sebaliknya.
Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution menilai, penolakan Freeport terhadap skema divestasi bagian dari proses tawar-menawar. “Tawar menawar dalam negosiasi wajar saja,” kata Darmin.
Namun demikian, Darmin mengaku belum mengetahui secara rinci masalah yang dialami Freeport sampai akhirnya menolak skema divestasi.
Jangan Mau Ditekan
Sementara itu, Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Kawasan Timur Indonesia Andi Rukman Karumpa berharap pemerintah tidak melunak. Sebagai negara berdaulat, Freeport harus tunduk pada Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK).
“Kami harap pemerintah jangan mau ditekan. Tetap saja pada skema semula divestasi 51 persen,” katanya.
Andi memandang, posisi pemerintah dalam negosiasi divestasi Freeport Indonesia masih sangat kuat. Oleh sebab itu, dia minta pemerintah konsisten agar divestasi saham sampai 51 persen bisa diselesaikan paling lambat 31 Desember 2018.
Menurutnya, melakukan penilaian kegiatan usaha pertambangan Freeport di Papua hingga tahun 2021, merupakan hal yang wajar karena sejalan dengan berakhirnya Kontrak Karya di Indonesia pada 2021.
Seperti diketahui, Chief Executive Officer (CEO) Freeport McMoRan Inc. Richard Adkerson belum lama ini menyurati Kementerian Keuangan.
Adkerson menyampaikan keberatan dengan pernyataan pemerintah penilaian harga divestasi 51 persen saham PT Freeport Indonesia yang mempertimbangkan kegiatan usaha pertambangan hingga 2021 atau sejalan hingga berakhirnya kontrak karya. Freeport ingin divestasi dilakukan dengan melihat nilai pasar usaha sampai 2041 sesuai standar internasional untuk menilai bisnis pertambangan.
Alasannya, Freeport merasa masih memiliki hak kontrak untuk beroperasi sampai 2041. Hal itu dituangkan dalam Pasal 31 Kontrak Karya yang menyatakan, perjanjian ini harus memiliki jangka waktu awal 30 tahun sejak tanggal penandatanganan persetujuan tersebut.
Sumber : rmol.co
http://www.pemeriksaanpajak.com
Kategori:Berita Pajak
Tinggalkan komentar